Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Laporan Praktikum Parasit dan Penyakit Ikan

Laporan Praktikum Parasit dan Penyakit Ikan

Oleh Khuril Listi Aini

 

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini budidaya ikan Patin berkembang sangat pesat sejalan dengan permintaan terhadap ikan tersebut dari tahun ke tahun yang semakin meningkat. Pengembangan usaha budidaya ikan patin ini mempunyai prospek yang sangat baik, karena ikan ini mempunyai nilai ekonomi penting, rasanya gurih dan lezat.

Seiring dengan meningkatnya aktivitas budidaya, kondisi kualitas air semakin mengalami penurunan karena terus menerus digunakan untuk berproduksi tanpa memperhatikan kualitasnya. 

Kualitas air yang tidak di perhatikan akan menyebabkan munculnya mikroorganisme parasit yang akan mengakibatkan mortalitas ikan tinggi. Mikroorganisme sangat cepat berkembang dalam media air sehingga akan menjadi pathogen dan ikan-ikan yang dibudidayakan sering sekali terlihat sakit atau malah mengalami kematian akibat kualitas air yang buruk (Murdjani, 2002).

Parasit merupakan salah satu organisme yang menyebabkan kerugian ekonomi pada usaha akuakultur karena memicu munculnya penyakit primer golongan virus atau bakteri. Serangan parasit membuat ikan kehilangan nafsu makan, kemudian perlahan-lahan lemas dan berujung kematian. Parasit pada ikan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ektoparasit dan endoparasit.

Penyakit merupakan permasalahan yang sangat serius dalam kegiatan budidaya ikan, karena hal ini dapat mengakibatkan penurunan mutu ikan dan juga kematian ikan. namun kematian yang ditimbulkan oleh penyakit ikan sangat tergantung pada jenis penyakit, kondisi ikan dan kondisi lingkungan.

Menurut penyebabnya, penyakit ikan dibedakan atas penyakit infeksi dan non infeksi. Penyakit infeksi adalah penyakit yang menular yang disebabkan oleh jasad parasitik, bakteri, jamur dan virus sedangkan penyakit non infeksi adalah penyakit yang tidak menular. Penyakit yang sangat berbahaya dan ditakutkan oleh kalangan pembudidaya yaitu penyakit infeksi karena akan sangat cepat menyerang dan menginfeksi ikan dalam suatu populasi sehingga akan menurunkan produksi.

Faktor penyebab munculnya parasit pada ikan

Terdapat beberapa faktor yang memudahkan munculnya parasit, faktor faktor tersebut antara lain adalah Stocking density, Physical trauma, Selective breeding, Perubahan temperature dan Predator.

Prinsip utama untuk menjaga supaya ikan tetap sehat agar tidak ada serangan penyakit, hal yang harus dilakukan adalah melalui upaya menggeser masing-masing komponen agar tetap bersinggungan secara harmonis, tetapi tidak saling menekan ke arah dalam yang menggambarkan penyakit. 

Penyakit dan parasit potensial menyebar dan menyerang pada system budidaya. Penyakit utama ikan adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri maupun viral. Penyakit viral yang terutama bersumber dari infeksi vertikal dari induk. Kemungkinan lain infeksi berasal dari infeksi horizontal melalui air, pakan, dan dari sistem aerasi serta tidak kalah penting adalah kontaminasi dari manusia. 

Lingkungan yang baik akan meningkatkan daya tahan ikan, sedangkan lingkungan yang kurang baik akan menyebabkan ikan mudah stress dan menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan patogen.(Sarjito.2013).

Adanya beberapa permasalahan tersebut, sekiranya sangat penting dilakukan pengkajian terhadap penyakit ikan agar kedepannya bisa diketahui solusi dan upaya yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut, oleh karena itu, melalui Praktikum Parasit dan Penyakit ikan ini dilakukan identifikasi terhadap beberapa parasit yang dapat menyebabkan penyakit pada ikan.

1.2 Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari praktikum parasit dan penyakit pada ikan ini adalah:

  • Untuk mengetahui jenis-jenis parasit yang menginfeksi ikan
  • Untuk membuat preparat awetan untuk identifikasi parasite
  • Dapat mengidentifikasi endoparasit dan ektoparasit ikan
  • Mengetahui fase-fase /siklus hidup parasit digenia
  • Mampu mengamati bakteriologi
  • Dapat mengamati penyebab ikan keracunan karena bahan polutan

Adapun manfaat dari dilaksanakanya praktikum ini adalah:

  • Untuk menambah wawasan terhadap praktikan serta mampu mengetahui dan mengamati endoparasit, ektoparasit, bakteriologi, siklus hudup parasit digenia dan penyebab keracunan ikan karena bahan polutan.
  • Tujuan dilakukannya praktikum siklus hidup parasit digenea yaitu untuk mendiagnosa jenis-jenis parasit digenea atau yang lainnya yang terdapat pada tubuh siput atau keong sawah (Pila ampullaceal). 
  • Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu mahasiswa atau praktikan mengetauhi jenis-jenis parasit digenea atau yang lainnya yang terdapat pada tubuh siputataukeong sawah (Pila ampullaceal) serta mampu mempratekkan salah satu fase dalam siklus hidup parasit tersebut.
  • Tujuan dilakukan praktikum bakteriologi yaitu untuk mengetahui jenis dari bakteri yang diamati. Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu mahasiswa atau praktikan dapat mengenal bentuk-bentuk bakteri setelah pewarnaan gram. 
  • Tujuan dilakukan praktikum pengamatan terhadap ikan yang keracunan bahan polutan yaitu melihat gejala klinis pada ikan patin yang disebabkan oleh adanya bahan polutan deterjen liquid di perairan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 klasifikasi Ikan Patin

 


Klasifikasi ikan patin menurut (Hernowo, 2001), adalah sebagai berikut: 

  • Kingdom : Animalia
  • Filum : Chordata
  • Kelas : Pisces
  • Ordo : Ostariophysi
  • Famili : Pangasidae
  • Genus : Pangasius
  • Spesies : Pangasius Sp

2.2 Taksonomi dan Morfologi Ikan Patin (Pangasius sp)

Ikan patin (Pangasius sp) adalah salah satu ikan asli perairan Indonesia yang telah berhasil didomestikasi. Jenis-jenis ikan patin di Indonesia sangat banyak, antara lain Pangasius pangasius atau Pangasius hypophtalmus yang dikenal sebagai jambal siam atau lele bangkok merupakan ikan introduksi dari Thailand (Kordi, 2005).

ciri ciri ikan patin

Ikan patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiruan. Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala ikan patin relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak ke bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm. Sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba.

Sirip punggung memiliki sebuah jari–jari keras yang berubah menjadi patil yang besar dan bergerigi di belakangnya, sedangkan jari–jari lunak pada sirip punggungnya terdapat 6 – 7 buah (Kordi, 2005). Pada permukaan punggung terdapat sirip lemak yang ukurannya sangat kecil dan sirip ekornya membentuk cagak dengan bentuk simetris. Sirip duburnya agak panjang dan mempunyai 30 – 33 jari-jari lunak, sirip perutnya terdapat 6 jari-jari lunak. Sedangkan sirip dada terdapat sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal sebagai patil dan memiliki 12 – 13 jari-jari lunak (Susanto dan Khairul,2007).

2.3 Siklus Hidup Ikan Patin

Ikan patin dalam menjalani hidupnya mengalami perkembangan atau fase yang akan dijalaninya selama beberapa waktu sampai akhirnya dapat dikonsumsi ataupun dijadikan induk untuk menghasilkan benih-benih yang berkualitas.

Menurut Lusac dan Southgate (2012), ikan patin memiliki fase kehidupan yaitu telur, larva, benih dan dewasa.

2.4 Habitat

Habitat ikan patin adalah di tepi sungai-sungai besar dan di muara-muara sungai serta danau. Dilihat dari bentuk mulut ikan patin yang letaknya sedikit agak ke bawah, maka ikan patin termasuk ikan yang hidup di dasar perairan. Ikan patin sangat terkenal dan digemari oleh masyarakat karena daging ikan patin sangat gurih dan lezat untuk dikonsumsi (Susanto dan Khairul, 2007).

Ikan patin merupakan jenis ikan dasar perairan (demersal). Hal ini dibuktikan dengan bentuk mulutnya yang melebar dan menghadap ke bawah serta kebiasaan hidupnya yang lebih suka menetap di dasar dari pada muncul di permukaan perairan.

Pada habitat aslinya ia hidup di sungai yang dalam , agak keruh dan dasar yang berlumpur. Ikan ini bersifat nocturnal, keluar dari persembunyiannya dan melakukan aktivitas pada malam hari. Patin hidup secara berkelompok atau bergerombol. Hal ini merupakan faktor yang dapat merangsang nafsu makannya.

2.5 Kebiasaan Makan ikan patin

Ikan patin termasuk jenis omnivora (pemakan segala). Ikan ini biasa memakan ikan-ikan kecil, cacing, serangga, biji–bijian, udang kecil dan moluska. Namun pada stadium larva, ikan lebih bersifat karnivora dan memakan Brachionus sp, Crustacea dan Cladocera. 

Sementara itu ikan yang dalam stadium larva yang baru habis kuning telurnya mempunyai sifat kanibal yang tinggi (Susanto, 2007).

2.6 Pertumbuhan ikan patin

Pemeliharaan sistem intensif dengan pemberian makanan yang cukup dapat memacu pertumbuhan ikan patin. Hal ini berbeda dengan pemeliharaan sistem ekstensif atau tradisional yang hanya mengharapkan pakan dari kolam (Kordi, 2005). 

Padat penebaran benih ikan juga mempengaruhi pertumbuhan. Ikan tersebut akan lebih cepat tumbuhnya bila dipelihara pada padat penebaran yang rendah dibandingkan dengan padat penebaran yang tinggi (Fadjar, 1986).

Penebaran benih dilakukan pada waktu cuaca teduh, misalnya pada pagi hari atau sore hari untuk menghindari benih mengalami stres. Selama pemeliharaan, ikan diberi pakan buatan berupa pellet yang mengandung protein 25 – 35% sebanyak 3 – 5% dari bobot badan/hari. Benih berbobot rata – rata 100 gram diterbar dengan kepadatan 1 ekor/m2 (Kordi, 2005).

2.7 Kualitas Air pada ikan patin

Kualitas air merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pendederan benih. Kejernihan air merupakan salah satu faktor yang membuat nafsu makan ikan meningkat. Pengolahan air dapat dilakukan dengan penyiponan dan pergantian air sehingga kualitas air dalam wadah pemeliharaan ikan tetap stabil sesuai dengan kebutuhan ikan. Kualitas air adalah sifat air dan kandungan mahluk hidup, zat, energi, atau komponen lain dalam air. 

Dalam pemeliharaan ikan patin, selain pakan faktor lingkungan banyak menentukan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Agar pertumbuhan dan kelangsungan hidup optimal, maka diperlukan kondisi lingkungan yang optimal untuk kepentingan proses fisiologis pertumbuhan (Yuliartati, 2011). 

Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh, antara lain : suhu, pH dan Do.

2.8 Suhu

Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme baik di lautan maupun di perairan tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Suhu air juga akan mempengaruhi kekentalan (viskositas) air. 

Perubahan suhu yang drastis dapat mematikan ikan karena terjadi perubahan daya angkut darah. Suhu juga memengaruhi selera makan ikan. Ikan relatif lebih lahap makan pada pagi dan sore hari sewaktu suhu air berkisar antara 27 - 28 0C. Ikan patin hidup pada perairan dengan suhu 20 - 37 C, namun pertumbuhan terbaik pada suhu 27 – 30 C (Kordi, 2012).

2.9 Dissolved Oxygen (DO)

Menurut Nugrahaningsih (2008), pada lingkungan perairan, kandungan oksigen dalam air dapat dilihat melalui kandungan oksigen terlarut. Berdasarkan hasil penelitian kualitas air dan kontaminasi polutan membuktikan bahwa oksigen terlarut dissolved oxygen (DO) merupakan parameter paling penting sebagai penunjang kehidupan organisme akuatik.

Ketersediaan oksigen sangat berpengaruh terhadap metabolisme dalam tubuh dan untuk kelangsungan hidup suatu organisme. Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari difusi dengan udara dan adanya proses fotosintesis dari tanaman air. Kelarutan oksigen di air menurun dengan semakin meningkatnya salinitas, setiap peningkatan salinitas sebesar 9 mg/l mengurangi kelarutan oksigen sebanyak 5% dari yang seharusnya di air tawar oksigen terlarut hingga dibawah 5 mg/l dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi, pertumbuhan, dan kematian organisme budidaya.

Pada perairan dengan konsentrasi oksigen < 4 ppm ikan masih mampu bertahan hidup, akan tetapi nafsu makan ikan akan menurun. Oksigen yang baik untuk pemeliharaan ikan dengan konsentrasi antara 4-7 ppm (Kordi, 2012). Pada kandungan oksigen < 3 ppm ikan patin masih dapat hidup, namun pertumbuhannya terhambat (Kordi, 2012)

2.10 pH Air

pH air mempengaruhi tingkat kesururan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh ikan. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernapasan akan naik, dan selera makan akan berkurang. Hal yang sebaliknya terjadi pada suasana basa.
Atas dasar ini, maka pemeliharaan ikan akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5 - 8,5, dan pH optimum untuk pertumbuhan adalah 7.

III. BAHAN DAN METODE

1.1 Waktu dan Tempat

Praktikum identifikasi ektoparasit dan Endoparasit pada ikan dilaksanakan pada hari rabu 16 maret 2022 pada pukul 08:00-10:00 WIB di Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau.

Praktikum siklus hidup parasit digenea dilaksanakan pada hari rabu 23 maret 2022 pada pukul 08:00-10:00 WIB di Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau.

Praktikum bakteriologi (kultur bakteri dan pewarnaan gram) dilaksanakan pada hari rabu 30 maret 2022 pada pukul 08:00-10:00WIB di Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau.

Sedangkan praktikum pengamatan terhadap ikan yang keracunan bahan polutan dilaksanakan pada hari rabu 06 April 2022 pada pukul 08:00-10:00 WIB di Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

1.2 Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum identifikasi ektoparasit dan Endoparasit pada ikan adalah 3 ekor ikan Patin (Pangasius sp.), yang masih hidup dan akuades. 

Adapun alat yang digunakan yaitu nampan, serbet, gunting bedah, pisau slide, jarum, pinset, tabung elemeyer, mikroskop, objek glass, cover glass, pipet tetes, pensil, penggaris, penghapus, buku penuntun praktikum ilmu penyakit ikan, dan buku gambar praktikum ilmu penyakit ikan.

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum siklus hidup parasit digenea adalah beberapa keong sawah dan larutan akuades. 

Adapun alat yang digunakan yaitu cawan petri, oven, serbet, pinset, mikroskop, objek glass, cover glass, pipet tetes, pensil, penggaris, penghapus, buku penuntun praktikum ilmu penyakit ikan, dan buku gambar praktikum ilmu penyakit ikan.

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum bakteriologi adalah biakan bakteri, akuades, alkohol absolute, minyak emersi, kristal violet, lugol dan safranin. 

Adapun alat yang digunakan yaitu kaca objek, jarum oase, dan mikroskop, lampu bunsen, pipet tetes, buku penuntun praktikum ilmu penyakit ikan, dan buku gambar praktikum ilmu penyakit ikan.

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum pengamatan terhadap ikan yang keracunan bahan polutan adalah 10 ekor benih ikan patin (Pangasius Sp.) 2,5 ml deterjen Liquid (sebagai bahan polutan), 5 liter air. 

Adapun alat yang digunakan yaitu toples, stopwatch atau hp, hand counter, aerator, jarum sonde, gunting bedah, pensil, penggaris, penghapus, buku penuntun praktikum ilmu penyakit ikan, dan buku gambar praktikum ilmu penyakit ikan. 

1.3 Metode Praktikum

Dalam praktikum ini, penulis menggunakan metode pengamatan secara langsung terhadap objek yang diamati. Selain itu, penulis juga berpedoman pada literatur-literatur yang berhubungan dengan praktium ini, yaitu Buku Penuntun Praktikum Ilmu Penyakit Ikan dan literatur-literatur yang lainnya.

3.4. Prosedur Praktikum

Adapun prosedur dalam praktikum identifikasi ektoparasit pada ikan patin (Pangasius sp.) ini yaitu pertama-tama mengamati gejala klinis ikan-ikan tersebut ketika masih berada di dalam air. Kemudian mengambil ikan dari wadah (plastik yang berisi air) dengan menggunakan pinset. Ikan tersebut ditusuk menggunakan jarum pada bagian anteriornya agar ikan tidak banyak bergerak dan di letakkan pada nampan (TL dan SL juga dihitung).

Bagian luar tubuh yang pertama dinekrospsi yaitu mucus atau lendir. Caranya yaitu dengan mengambil atau mengerok mucus atau lendir permukaan tubuh kedua jenis ikan tersebut menggunakan pisau slide. Selanjutnya mucus atau lendir tersebut diletakkan di objek glass dan ditambahkan akuades ± 1 tetes (secukupnya) dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 25 atas kehadiran ektoparasit.

Bagian tubuh yang selanjutnya dinekrospsi adalah insang. Caranya yaitu dengan menggunting operculum kedua sisi masing-masing ikan dan mengambil insang kanan dan kiri kedua jenis ikan tersebut menggunakan pinset. Selanjutnya gillarc dipisahkan dari filamentnya. Filament insang selanjutnya diletakkan di objek glass dan ditambahkan akuades ± 1 tetes (secukupnya) dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 25 atas kehadiran ektoparasit.

Bagian tubuh yang terakhir dinekrospsi adalah sirip. Caranya yaitu dengan memotong sirip (sembarang sirip) kedua jenis ikan tersebut menggunakan gunting bedah. Selanjutnya potongan sirip tersebut diletakkan di objek glass dan ditambahkan akuades ± 1 tetes (secukupnya) dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 25 atas kehadiran ektoparasit.

Setelah ektoparasitnya ditemukan, selanjutnya yaitu menghitung prevalensi (%) dan intensitas (ind) ektoparasit-ektoparasit tersebut dengan menggunakan rumus Prevalens dan intensitas

Adapun prosedur dalam praktikum identifikasi endoparasit pada ikan patin (Pangasius sp.) ini yaitu pertama-tama mengamati gejala klinis ikan-ikan tersebut ketika masih berada di dalam air. Kemudian mengambil ikan dari wadah (plastik yang berisi air) dengan menggunakan pinset. Ikan tersebut ditusuk menggunakan jarum pada bagian anteriornya agar ikan tidak banyak bergerak dan di letakkan pada nampan (TL dan SL juga dihitung).

Selanjutnya rongga tubuh bagian dalam dibuka dengan menggunakan gunting bedah dari anus ke arah anterior (hingga tutup opercumum). Semua organ dalam ikan dikeluarkan dengan hati-hati dengan menggunakan pinset, diletakkan pada cawan petri (cawan petri dimasukkan larutan garam fisiologis NaCl 0,85 ppm terlebih dahulu), dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 25 atas kehadiran endoparasit.

Selain itu, semua organ tersebut juga harus dipisahkan satu persatu (terutama usus, hati, dan limpa). Caranya yaitu dengan membuat preparat dari organ-organ dalam tersebut pada objek glass yang ditutupi cover glass. Selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 25 atas kehadiran endoparasit.

Setelah endoparasitnya ditemukan, selanjutnya yaitu menghitung prevalensi (%) dan intensitas (ind) endoparasit-endoparasit tersebut dengan menggunakan rumus.

 

Adapun prosedur dalam praktikum siklus hidup parasit digenea yaitu pertama-tama keong yang didapat dari sungai diambil beberapa sampel untuk diamati. 

Sampel tersebut diletakkan pada cawan petri yang berisi akuades. Selanjutnya cawan petri tersebut dimasukkan ke dalam oven untuk mendapatkan sinar dan suhu yang kuat agar cercaria yang terdapat pada keong tersebut keluar. 

Setelah terlihat ada cercaria yang keluar, cawan petri tersebut diangkat atau dikeluarkankan dari oven. Cercariaataularva parasit tersebut dipindahkan ke objek glass dan menutupnya dengan cover glass. 

Selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 25 untuk melihat morfologi dari cercariaatau larva parasit tersebut.

Adapun prosedur dalam praktikum bakteriologi yaitu pertama-tama menyiapkan alat dan bahan. Bagian tepi cawan biakkan bakteri sebelumnya dipanaskan dengan tujuan mensterilkan cawan biakan tersebut.

Selanjutnya memanaskan atau mensterilkan jarum oase hingga berwarna merah pada ujung api lampu bunsen, kemudian meletakkannya sambil menggosokkan pelan-pelan di bagian dalam penutup cawan biakan bakteri yang sedikit dibuka untuk mendinginkannya.

Setelah jarum oase tersebut dingin, diambil 1 oase bakteri biakkan dan meletakkannya pada kaca objek yang ditambahkan sedikit akuades. Kemudian membuat preparat ulas dengan kemiringan 45 dan didorong (hanya satu kali ulasan). 

Selanjutnya cawan biakkan bakteri tersebut (bagian tepinya) dipanasi lagi pada api bunsen untuk mensterilkannya kembali. Selain itu, preparat ulas tersebut juga dipanasi agar bakteri yang tidak diinginkan mati.

Preparat ulas tersebut kemudian digenangi dengan zat pewarna kristal violet selama 2 menit, pewarna yang berlebih dibuang dengan cara memberi larutan lugol selama 1 menit. Selanjutnya mencucinya dengan larutan alkohol absolute selama 10 detik dan membilasnya dengan air kran mengalir dengan kecepatan rendah. Kemudian menggenangi preparat ulas tersebut menggunakan safranin selama 3 menit, mencucinya dengan air kran mengalir dan mengeringkannya hingga benar-benar kering.

Selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 100 untuk melihat bentuk dari bakteri tersebut. 

Jika sudah ditemukan koloni bakterinya selanjutnya menambahkan minyak emersi pada bagian ditemukannya koloni bakteri tersebut untuk memperjelas bentuk dan warnanya. Selanjutnya menggambar bentuk dari bakteri tersebut pada buku gambar.

Sedangkan prosedur dalam praktikum pengamatan terhadap ikan yang keracunan bahan polutan yaitu pertama-tama menyiapkan 2 buah toples berukuran besar sebagai wadah ikan dan mengisinya dengan 5 liter air pada masing-masing toples. 

Selanjutnya yaitu memberi label pada toples, label A (sebagai media yang ditambahkan bahan polutan berupa wippol) dan B (sebagai air kontrol). Kemudian bahan polutan yang berupa wippol tersebut dimasukkan kedalam toples A sebanyak 2,5 ml dan dan diaduk agar homogen.

Selanjutnya pada toples A tersebut dimasukkan aerator agar suplay O2 dalam toples tersebut terpenuhi. Selanjutnya 5 ekor ikan nila merah (Oreochromis niloticus) dimasukkan secara serentak ke dalam toples A tersebut dan dibiarkan selama 30 menit. 

Selama waktu berjalan 30 menit tersebut, salah satu dari ikan tersebut dihitung bukaan operculumnya untuk sampling.

Jika ikannya sudah mati, maka selanjutnya ikan diukur TL, SL, dan dibedah. Tetapi jika selama dalam toples A tersebut ikan belum mati, maka ikan tersebut dimasukkan pada toples B (kontrol) selama 20 menit, dan dihitung juga berapa jumlah bukaan operculumnya. Dan bila belum mati juga, 2 ekor dari 5 ekor ikan nila merah tersebut langsung dibedah untuk mengetahui warna jantung, insan, dan ginjalnya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan pada Laporan Praktikum Parasit dan Penyakit Ikan ini akan kami post pada postingan selanjut nya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Parasit adalah adalah organisme yang hidup pada tubuh organisme lain yang dapat menimbulkan kerugian atau efek negatif pada organisme yang ditempatinya. Parasit (ektoparasit) yang menyerang ikan patin adalah Dactylogyrus sp yang ditemukan di sirip dan insang yang menyebabkan ikan tersebut susah bernafas, pergerakan lambat, dan sering muncul dipermukaan.

2. Parasit (endoparasit) yang menyerang ikan sepat nila (Oreochromis niloticus) dan tambakan (Helostoma temminckii) adalah Spiruroidea sp dari golongan Nemathelminthes yang ditemukan di usus yang menyebabkan ikan tersebut kurus dan bergerak atau berenang lambat.

3. Bakteri merupakan organisme mikroskopis yang terbagi atas bakteri gram positif dan gram negatif yang memiliki beberapa bentuk, yaity kokus, basil, dan spiral. Pada kedua preparat ulas, bakteri tergolong bakteri gram negatif (berwarna merah) yang berbentuk basil dan kokus.

5.2. Saran

Sebelum melaksanakan praktikum, seharusnya praktikan membaca dan mempelajari terlebih dahulu materi atau judul yang akan dipraktikumkan agar praktikum berjalan dengan lancar. Selain itu, sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan praktikum, baik dari praktikan maupun laboratorium diharapkan juga memadai sehingga memudahkan proses pengamatan terhadap objek yang akan diamati.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar. 2011. Parasit Cacing Pada Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. 20 Hal

Amri dan Khairuman. 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Anonymous. 2009. Biologi Perikanan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Anshary, H. 2004. Modul praktikum Parasitology ikan. Program Studi Budidaya Perairan. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Boyd CE. 2004. Farm Level Issues in Aquaculture Certification: Tilapia. WWF-US. Auburn, Alabama.

Budiyono, Suharto. 2006. Teknik Mengendalikan Keong Mas Pada Tanaman Padi. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. Vol. 2: 128-133.

Cummins, K. W. 1975. Macroinvertebrates. In. B. A. Whitton, ed. River Ecok vol.2.

Blackwell Scientific Publication. Oxford. London.

Djajasewaka. 1985. Ikan. Tira Pustaka. Jakarta.187 hal

Fardiaz, S. 1992. Detergent Development and Their Impact of Water Quality. Pergamon Press. New York. 278 pp.

Gaufin. 1978. Benthic Macro Invertebrate and Fish as Biological Indicator of Water Quality With Reference to Community Divesity, Index in A. A. Quano B. L. Lohana. N.C. Thakk, (ed) Water Polution Control in Developing Countries ASEAN Inc, Tech. Bangkok.

Gupta, S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Edisi ketiga. Jakarta : Penerbit Binarupa Aksara.

Hadiroseyani. 1990. Dinamika Pertumbuhan Parasit. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Hal. 2-3.

Haryani, E. B. S. 2011. Konservasi Sumber Daya Ikan Indonesia. Departemen Perikanan Dan Kelautan. Jakarta

Iesje, Netty, Henny, Dan Moryna. 2016. Parasit Dan Penyakit Ikan. Pekanbaru. Unri Press