Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makalah Konsep Dasar Akad Layanan Jasa Bank Syariah

Makalah Konsep Dasar Akad Layanan Jasa Bank Syariah

Makalah Kafalah, Hiwalah,Wakalah, dan Ijarah



UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

EKONOMI SYARIAH 

TAHUN 2020

 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur selalu kita panjatkan kehadiran Allah SWT atas berkat dan rahmat Nya sehingga makalah yang berjudul Konsep Dasar Akad Layanan Jasa Bank Syariah ini dapat tersusun hingga selesai. Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.

Kami berharap makalah ini akan sangat berguna bagi kita semua dan bisa menjadi bahan acuan dan bahan belajar yang baik untuk para pembaca semua

Pada akhirnya saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan.

Jambi, 03 November 2020

Penulis


BAB I 

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Pengertian Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah atas dasar hukum hukum islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram, dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional. Karena dengan konsep dasar bisnis islam ini lah bank syariah datang di tengah tengah marak nya bank bank konvensional.

Kapan perbankan syariah muncul pertama kali?

Sejarah perbankan syariah pertama kali muncul di mesir pada tahun 1963. Sedangkan di Indonesia sendiri perbankan syariah ada di indonesia pada tahun 1991 dan secara resmi dioperasikan tahun 1992. 

Berbagai prinsip perbankan syariah telah diterapkan dengan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah. 

Adapun jenis produk atau jasa perbankan syariah adalah jasa untuk peminjam dana dan jasa untuk penyimpan dana.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Produk Perbankan pada akad Kafalah ?

2. Bagaimana Produk Perbankan pada Hiwalah?

3. Bagaimana Produk Perbankan pada Wakalah?

4. Bagaimana Produk Perbankan pada Ijarah?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk Mengetahui Akad Kafalah

2. Untuk Mengetahui Akad Hiwalah

3. Untuk Mengetahui Akad Wakalah

4. Untuk Mengetahui Akad Ijarah


BAB II

PEMBAHASAN

A. Kafalah

Pengertian Kafalah secara etimologi disebut juga dhamman (Jaminan). Namun seiring dengan perkembangan kafalah lebih identik dengan kafalah al wajhi (personal guarantee, jaminan diri), sedangkan dhamman identik dengan jaminan yang berbentuk harta secara mutlak. 

Pengertian kafalah dalam ilmu fikih adalah menanggung atau penganggungan terhadap sesuatu, yaitu sebuah akad yang mengandung perjanjian dari seseorang di mana padanya ada hak yang wajib dipenuhi terhadaporang lain, dan berserikat bersama orang lain itu dalam hal tanggung jawab terhadap hak tersebut dalam menghadapi penagih.

Pengertian Akad kafalah adalah sebuah perjanjian pemberian jaminan, baik berupa jaminan diri atau harta (maal), yang diberikan oleh pihak penanggung (kafil) kepada pihak ketiga (makhful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (makhful anhu ashill) / pihak yang ditanggung. Seperti dalam firman Allah SWTQS. Yusuf [12]: 72, yang artinya :

Mereka menjawab : 'Kami kehilangan alat takar, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan sebarat) beban unta danaku jamin itu'."

Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa, Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. 

 

Adapun Rukun-rukun kafalah itu ada 5 yaitu:

1. Shighat

2. Kafil (pihak penjamin)

3. Makhful lahu (pihak kedua/pemberi pinjaman)

4. Makhful anhu/ashill (pihak yang ditanggung)

5. Makhful bih (obyek pinjaman)

 

Salah satu produk perbankan syariah yang saat ini sedang dikembangkan adalah produk dengan akad kafalah (jaminan). Produk kafalah diberikan oleh bank syariah dalam bentuk bank garansi. Yaitu, jaminan yang diberikan bank atas permintaan nasabah untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak lain apabila nasabah yang bersangkutan tidak memenuhi kewajibannya.

Adapun manfaat dari kafalah adalah terciptanya kesejahteraan dan kenyamanan sesama manusia tatkala melakukan transaksi perdagangan atau dalam transaksi perbankan, pihak yang dijamin (makhful anhu) dapat menyelesaikan usaha bisnisnya yang ditanggung oleh pihak penjamin (kafil), Pihak yang menjamin (bank), dengan kafalah yang diterbitkan oleh bank, maka pihak bank akan memperoleh fee yang diperhitungkan dari nilai dan risiko yang ditanggung oleh bank atas kafalah yang diberikan.

 

B. Definisi dan pengertian Hiwalah

a. Definisi Hawalah.

pengertian Hiwalah adalah, Al hawalah secara etimologi berarti pindah, seperti kita mengatakan pindah dari perjanjian. 

Dalam istilah syariah, hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya, hal ini merupakan pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan muhal alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang.

Pengertian hawalah menurut para ahli

Wahbah al-juhaili berpendapat, hawalah adalah pengalihan kewajiban membayar utang dari beban pihak pertama kepada pihak lain yang berutang kepadanya atas dasar saling mempercayai.

Imam taqiyudin berpendapat, hawalah adalah pemindahan utang dari beban seseorang menjadi beban orang lain.Syihabudin al qalyubi berpendapat bahwa yang dimaksud hawalah adalah akad atau transaksi yang menetapkan pemindahan beban utang dari seseorang kepada yang lainnya 

 

b. Landasan Hukum Hawalah.

Imam bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwaRasulullah saw,bersabda:

Artinya:

Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kezaliman. Yang mampu atau kaya, terimalah hawalah itu.”

Pada hadits tersebut, Rasulullah memberitahukan kepada orang yang mengutangkan, jika orang yang berutang menghawalahkan kepada orang kaya atau mampu, hendaklah ia menerima hawalah tersebut dan hendaklah ia menagih kepada orang yang dihawalahkan (muhal alaih). Dengan demikian haknya dapat terpenuhi.

Sebagian ulama berpendapat bahwa perintah untuk menerima hawalah dalam hadits tersebut menunjukkan wajib. Oleh sebab itu, wajib bagi yang mengutangkan (muhal) menerima hawalah. Adapun mayoritas ulama berpendapat bahwa perintah itu menunjukkan sunnah. Jadi, sunnah hukumnya menerima hawalah bagi muhal. 

 

c. Syarat dan Rukun Hawalah

Dalam pelaksanaan, hawalah harus memenuhi rukun dan syarat sebagai berikut:

  1. Orang yang memindahkan tanggungan utang (muhil). 
  2. Orang yang memberikan utang yang dipindahkan pelunasannya dari orang yang berutang padanya secara langsung (muhal).
  3. Orang yang dipindahkan tanggungan utang padanya (muhal alaih).
  4. Harta yang diutang yang dialihkan( muhal bih)
  5. Shighat.

Ulama hanafiyah berpendapat, bahwa yang menjadi rukun hawalah adalah ijab atau pernyataan dari pihak pertama atau muhil dan qabul atau pernyataan menerima hawalah dari pihak kedua al muhal dan pihak ketiga al-muhal alaih. 

 

Syarat-syarat yang diperlukan pihak pertama (muhil) dalam hawalah:

1. Cakap melakukan tindakan hukum dalam bentuk akad, yaitu baligh dan berakal. Hawalah tidak sah bila dilakukan anak-anak meskipun ia sudah mengerti (mummayiz), ataupun dilakukan orang gila.

2. Ada pernyataan persetujuan. Jika pihak pertama dipaksa untuk melakukan hawalah maka akad itu tidak sah. Adapun persyaratan ini ini berdasarkan pertimbangan bahwa sebagian orang merasa keberatan dan terhina harga dirinya, jika kewajibannya untuk membayar utang dialihkan kepada pihak lain. 

 

Syarat-syarat yang diperlukan oleh pihak kedua ( muhal) dalam hawalah sebagai berikut:

1. Cakap melakukan tindakan hukum, yaitu baligh dan berakal sebagaimana pihak pertama.

2. Ada persetujuan pihak kedua terhadap pihak pertama yang melakukan hawalah. Persyaratan ini berdasarkan pertimbangan bahwa kebiasaan orang dalam membayar utang berbeda-beda, ada yang mudah dan ada yang sulit membayarnya, sedangkan menerima pelunasan utang itu merupakan hak pihak kedua. 

 

Syarat-syarat yang diperlukan oleh pihak ketiga (muhal alaih) adalah:

1. Cakap melakukan tindakan hukum, yaitu baligh dan berakal sebagaimana pihak pertama dan kedua.

2. Adanya pernyataan persetujuan dari pihak ketiga (muhal alaih). Hal ini diharuskan karena tindakan hawalah merupakan tindakan hukum yang melahirkan pemindahan kewajiban kepada pihak ketiga (muhal alaih) untuk membayar utang kepada pihak kedua (muhal) sedangkan kewajiban membayar utang baru dapat dibebankan kepadanya, apabila ia sendiri yang berutang kepada pihak kedua. Atas dasar itu, kewajiban itu hanya dibebankan kepadanya, jika ia menyetujui akad hawalah.

3. Imam Abu Hanifah menambahkan syarat bahwa qabul atau pernyataan menerima akad harus dilakukan dengan sempurna oleh pihak ketiga didalam suatu majelis akad. 

 

Syarat-syarat yang diperlukan terhadap utang yang dialihkan (muhal bih) :

1. Yang dialihkan itu adalah sesuatu yang sudah dalam bentuk utang piutang yang telah pasti.

2. Pembayaran utang itu mesti sama waktu jatuh tempo pembayarannya, jika terjadi perbedaan waktu jatuh tempo pembayaran di antara kedua utang itu, maka hawalah tidak sah.

3. Utang pihak pertama kepada pihak kedua maupun utang pihak ketiga kepada pihak pertama mestilah sama jumlah dan kualitasnya. Jika diantara kedua utang itu terdapat perbedaan jumlah, misalnya utang uang, atau perbedaan kualitas misalnya utang dalam bentuk barang, maka hawalah itu tidak sah. 

 

d. Macam-macam Hawalah

Dalam pelaksanaannya, hawalah ada dua yaitu hawalah muthalaqoh dan hawalah muqayyadah:

Pengertian Hawalah mutlaqoh adalah seseorang memindahkan utang pada yang lain tanpa memberikan keterangan bahwa orang tersebut harus membayar utangnya dari utang yang ada padanya.

Pengertian Hawalah muqayyadah adalah seseorang memindahkan pembayaran utangnya pada orang lain, dari utangnya yang ada pada orang tersebut.

Hawalah muthalaqoh tidak diperbolehkan oleh para ulama, kecuali ulama hanafiyah, alasan ulama (tiga madzhab selain hanafiyah) yang melarang hawalah semacam ini adalah karena orang yang dipindahkan pembayaran utang (muhalalaih) tidak ada hubungannya dengan orang yang memindahkan utang (muhil). Artinya ia tidak mempunyai kewajiban yang harus ditanggung dan dibayarkan kepada muhil, sehingga jika hal ini terrjadi berarti bukan hawalah, melainkan kafalah.

Ditinjau dari segi obyeknya hiwalah dibagi 2, yaitu :

1. Hawalah al-Haqq (pemindahan hak) Hawalah haqq adalah pemindahan piutang dari satu piutang kepada piutang yang lain atau pemindahan hak untuk menuntut hutang. Dalam hal ini yang bertindak sebagai muhiladalah pemberi hutang dan ia mengalihkan haknya kepada pemberi hutang yang lain sedangkan orang yang berhutang tidak berubah atau berganti, yang berganti adalah piutang. Ini terjadi piutang A mempunyai hutang kepada piutang B.

2. Hawalah ad-Dain (pemindahan hutang) Hawalah ad-dain adalah pemindahan hutang kepada orang lain yang mempunyai hutang kepadanya. Ini berbeda dari hiwalah haqq, karena pengertiannya sama dengan hawalah yang telah diterangkan di depan yakni yang dipindahkan itu kewajiban untuk membayar hutang.

 

e. Aplikasi Hawalah Dalam Dunia Perbankan.

Pada Fikih kontemporer, khususnya dalam dunia perbankan, mengembangkan konsep hawalah ini dalam beberapa bentuk, antara lain bilyet giro cek bertempo. Dalam hal ini, kita contohkan seorang penulis buku yang mendapatkan royalti dari sebuah penerbit. Ketika jatuh tempo membayar royalti, penerbit memberikan giro yang berisi jumlah uang tertentu yang bisa dicairkan antara penerbit dan bank. Dalam kasus ini, penerbit adalah muhil, kemudian bank sebagai muhal alaih dan penulis sebagai muhal.

Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal-hal berikut:

1. Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu.

2. Post dated check.

3. Bill discounting. Secara prinsip serupa dengan hawalah. Hanya saja, dalam bill discounting, nasabah harus membayar fee, sedangkan pembahasan fee tidak didapati pada akad hawalah.

 

C. Wakalah dan pengetian wakalah

Arti Wakalah adalah aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti L/C, inkaso dan transfer uang. 

wakalah adalah pemberian kuasa pada pihak lain untuk mengerjakan sesuatu.

 

Pengertian akad wakalah menurut Masyarakat Ekonomi Syariah (MES)

wakalah adalah akad yang digunakan untuk pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan (dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama, namun apabila kuasa itu telah dilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka semua resiko dan tanggung jawab atas dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa. 

Jadi wakalah tidak terkait pada barang tetapi pada kewenangan atau wewenang seseorang kepada orang lain.

Dalam kasus bank syariah pada akad murabahah, maka bank syariah menggunakan akad wakalah agar nasabah dapat membeli barang sebagai mewakili bank untuk membeli barang secara tunai. Jika nasabah berakad murabahah dengan bank syariah untuk membeli sesuatu, seharusnya yang membeli secara tunai adalah pihak bank, namun agar pembelian barang benar-benar sesuai dengan keinginan nasabah, maka bank memberikan hak kepada nasabah untuk menjadi wakil bank membeli barang secara tunai. Setelah barang di beli secara tunai, selanjutnya nasabah menyerahkan barang tersebut kepada pihak bank, lalu dilanjutkan dengan menyelesaikan akad murabahah. 

 

D. Ijarah dan pengertian ijarah 

Pengertian Secara etimologi disebut juga al-ajru (upah) atau al- ‘iwadh (ganti).Atau ijarah disebut juga upah, sewa, jasa, atau imbalan. 

Sedangkan menurut istilah syara’ pengertian ijarah adalah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti sewa-menyewa dan mengontrak atau menjual jasa, dan lain-lain.

 

Definisi Ijarah menurut para ahli dan ulamak

Ada beberapa definisi ijarah yang dikemukakan ulama fikih, yaitu:

  1. Ulama Hanafi mendefinisikan ijarah dengan, “transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan”.
  2. Ulama Syafi’i mendefinisikan ijarah dengan, “transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu”. 
  3. Ulama Maliki dan Hanbali mendefinisikan ijarah dengan “pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.

 

a. Jenis Akad Ijarah

Dilihat dari sisi obyeknya, akad ijarah dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Ijarah manfaat (Al-Ijarah ala al-Manfa’ah), hal ini berhubungan dengan sewa jasa, yaitu memperkerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. 

Pihak yang mempekerjakan disebut musta’jir,  pihak pekerja disebut ajir, upah yang dibayarkan disebut ujra. 

Misalnya, sewa menyewa rumah, kendaraan, pakaian dll. Dalam hal ini mu’jir mempunyai benda benda tertentu dan musta’jir butuh benda tersebut dan terjadi kesepakatan antara keduanya, di mana mu’jir mendapatkan imbalan tertentu dari musta’jir dan musta’jir mendapatkan manfaat dari benda tersebut.

2. Ijarah yang bersifat pekerjaan (Al-Ijarah ala Al-‘Amal), hal ini berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai dariaset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa.

Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) di bisnis konvensional.Artinya, ijarah ini berusaha mempekerjakan seseorang untuk melakukan sesuatu.

Mu’jir adalah orang yang mempunyai keahlian, tenaga, jasa dan lain- lain, kemudian musta’jir adalah pihak yang membutuhkan keahlian, tenaga atau jasa tersebut dengan imbalan tertentu. 

Mu’jir mendapatkan upah(ujrah) atas tenaga yang ia keluarkan untuk musta’jir dan musta’jir mendapatkan tenaga atau jasa dari mu’jir. 

Misalnya, yang mengikat bersifat pribadi adalah menggaji seorang pembantu rumah tangga, sedangkan yang bersifat serikat, yaitu sekelompok orang yang menjual jasa nya untuk kepentingan orang banyak. (Seperti; buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik, dan tukang sepatu.

Ijarah bentuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan jasa perbankan syari’ah, sedangkan ijarah bentuk kedua biasa dipakai sebagai bentuk investasi atau pembiayaan di perbankan syari’ah. 

Selain dua jenis pembagian di atas, dalam akad ijarah juga ada yang dikenal dengan namanya akad al-ijarah muntahiya bit tamlik (sewa beli), yaitu transaksi sewa beli dengan perjanjian untuk menjual atau menghibahkan objek sewa di akhir periode sehingga transaksi ini diakhiri dengan alih kepemilikan objek sewa. 

Dalam akad ini musta’jir sama -sama dapat mempergunakan obyek sewa untuk selamanya. Akan tetapi keduanya terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut ada dalam akad yang dilakukan di awal perjanjian. Karena akad ini sejenis perpaduan antara akad jual beli dan akad sewa, atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan penyewa atas barang yang disewa melalui akad yang dilaksanakan kedua belah pihak. 

 

b. Rukun dan Syarat Sahnya Akad Ijarah

Secara hukum, agar ijarah (sewa-menyewa) memiliki kekuatan hukum maka harus memenuhi rukun dan syaratnya. 

Rukun ijarah meliputi:

1. Dari adanya para pihak sebagai konsekuensi adanya subyek hukum yaitu penyewa dan pemberi sewa.

2. adanya objek yang disewakan yaitu baik berupa benda yang memberikan manfaat atau jasa yang diberikan.

3. Harus ada ijab dan qabul dari para pihak sebagai konsekuensi pelafazan.

Adapun syarat sahnya akad ijarah harus memenuhi syarat-syarat berikut :

  • Mukjir dan mustakjir harus tamyiz, berakal sehat dan tidak ditaruh dibawah pengampuan.
  • Mukjir adalah pemilik sah dari objek sewa.
  • Masing-masing pihak rela untuk melakukan perjanjian sewa-menyewa.
  • Harus jelas dan terang mengenai objek yang diperjanjikan.
  • Objek sewa dapat digunakan sesuai dengan peruntukan atau mempunyainilai manfaat.
  • Objek sewa dapat diserahkan.
  • Kemanfaatan objek yang diperjanjikan adalah yang dibolehkan oleh agama.
  • harus ada kejelasan mengenai berapa lama suatu objek ijarah itu akan disewakan dan harus jelas harga sewa atas objek tersebut.

Setelah terpenuhinya rukun dan syarat dari akad ijarah tersebut, maka akad tersebut sah dan mempunyai kekuatan hukum. Jika telah memiliki kekuatan hukum, maka konsekuensi yuridisnya perjanjian tersebut harus dilaksanakan dan ditaati dengan itikad baik oleh pemberi sewa dan penyewa. 


BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Perbankan syariah merupakan lembaga yang menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana. Oleh sebab itu bank syariah membutuhkan sumber-sumber dana yang akan dikelola. Adapun sumber-sumber dana dibank syariah antara lain adalah modal, titipan dan investasi. Sama seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah dengan produk perbankan. 

Hanya saja bedanya dengan bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun harga belinya. 

Adapun produk-produk yang ditawarkan seperti Kafalah, Hiwalah, Wakalah, Ijarah. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami, termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya.

B. Saran

Saran dari kami penulis kepada pembaca semua agar mempelajari tentang makalah tentang Kafalah, Hiwalah, Wakalah, Ijarah ini semaksimal mungkin karena ke depan produk syariah akan di galak kan.


DAFTAR PUSTAKA

 https://www. academia. edu/tentang produk bank syariah

 

Terimakasih telah membaca Makalah Konsep Dasar Akad Layanan Jasa Bank Syariah, semoga ini bermanfaat bagi anda, silahkan share jika anda merasa ini bermanfaat.