Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makalah Profit and Loss Sharing dalam Ekonomi Islam

Profit And Loss Sharing Akad Mudharabah Dan Produk Bank Syariah Dengan Akad Mudharabah

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Produk dan Layanan Bank Syariah

 

KATA PENGANTAR 

Dengan menyebut nama ALLAH SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmatnya, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Profit And Loss Sharing Akad Mudharabah Dan Produk Bank Syariah Dengan Akad Mudharabah ini dengan baik.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bank syariah akhir akhir ini sedang marak di perbincangkan dan di konsepkan oleh semua pihak. Sekarang ini merupakan saat yang menentukan bagi umat Islam, dapatkah umat Islam mempergunakan sebuah sistem ekonomi yang dapat digunakan dunia dengan suatu yang dapat dikatakan sebagai kekuatan baru meski sampai saat ini juga kondisi ekonomi dan politik masih dipengaruhi oleh Negara-negara maju yang notabene merupakan negara non Islam. 

Adanya bank syariah di Indonesia dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan lapisan masyarakat yang meyakini bahwa sistem operasional perbankan konvensional tidak sesuai dengan nilai-nilai islam. Sistem Islam menggunakan sistem bagi hasil (profit and loss sharing) dan melarang adanya fixed return (penetapan keuntungan yang pasti diawal aqad), sebagaimana sistem yang berjalan pada bank konvensional dengan sistem bunga yang diberlakukan pada sistem perbankan konvensional adalah tergolong riba, yang diiringi fatwa haram atas bunga oleh MUI tahun 2004. Baitul Mal Watamwil saat ini mulai menunjukkan pertumbuhan yang signifikan di tengah megahnya lembaga keuangan konvensional.

Segala aktivitas jual beli dan apapun itu sebenar nya telah lengkap di jelaskan dalam Al Quran, sunah dan para ulamak salfus salih. Al-Qur’an dan hadis merupakan dasar hukum dari setiap perbuatan manusia dimuka bumi ini, termasuk di dalamnya mengatur tentang kegiatan mu’amalah dan perjanjian mudharabah atau bagi hasil mudharabah dalam istilah lain dengan akad trust financing, trust investment.

Bagi hasil menurut termenologi asing (Inggris) dikenal dengan profit sharing. Secara definitive profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba dan distribusi beberapa bagian dari laba para pegawai dari suatu perusahaan. Karena pembagian tidak hanya ketika memperoleh keuntungan, tetapi juga pada saat mengalami kerugian maka disebutlah sebagai perjanjian profit and loss sharing. 

 

1.2. Rumusan Masalah 

  1. Bagaimana Profit and Loss Sharing dalam Ekonomi Islam ?
  2. Bagaimana Produk Bank Syariah Dengan Akad Mudharabah?

 

1.3 Tujuan Penulisan

  1. Untuk mengetahui Bagaimana Profit and Loss Sharing dalam Ekonomi Islam
  2. Untuk mengetahui Bagaimana Produk Bank Syariah Dengan Akad Mudharabah

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A . Profit and Loss Sharing dalam Ekonomi Islam 

Profit and loss sharing merupakan perjanjian atas sesuatu jenis perkongsian, dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan hasil usaha dibagi sesuai dengan nisbah porsi bagi hasil yang telah disepakati bersama sejak awal maka kalau mengalami kerugian shahibul maal akan kehilangan sebagian imbalan dari hasil kerja keras dan managerial skill selama proyek berlangsung. Bentuk kerja sama tersebut sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain. Selain itu kenyataan menunjukkan bahwa dalam kehidupan masyarakat disatu sisi dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya ada sebagian orang yang memiliki suatu keahlian tertentu, tetapi tidak ada atau kekurangan modal untuk memulai suatu usaha yang bersifat produktif, sementara sebagian lainnya justru memiliki dana (modal) yang cukup tetapi tidak memiliki satu keahlian.

Baca Juga : Perbedaan bank konvensional dan bank syariah

Berdasarkan kenyataan itu, perlu adanya titik temu agar keinginan para pihak tersebut dapat disatukan satu sama lain. Kerjasama profit and loss sharing antara pemilik modal dan pelaksana usaha merupakan langkah tepat, sebagaimana yang udah dilakukan Nabi Muhammad SAW ketika bekerjasama dengan seorang pelaku usaha wanita bernama Siti Khadijah. Adapun caranya, Khadijah menyerahkan modal berupa barang dagangan untuk dibawa Muhammad berniaga antara negeri Mekkah dengan Sham (Syiria).

Di antara sunnah Nabi yang berkaitan dengan perjanjian profit and loss sharing adalah hadith yang diriwayatkan oleh Ibn Majah bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda: Tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual beli yang ditangguhkan, melakukan muqaradah (nama lain dari mudharabah), mencampurkan gandum dengan tepung untuk keperluan keluarga atau rumah tangga bukan untuk dijual. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas, sebagai berikut: Bahwasanya Sayyidina Abbas jikalau memberikan dana kemitra usahanya secara profit and loss sharing, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya atau membeli ternak yang berparuparu basah, jika menyalahi peraturan tersebut yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut, disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun membolehkannya. 

Abdul Muhsin Sulaiman Thahir mengatakan profit and loss sharing adalah: perjanjian antara dua belah pihak, dimana salah satu pihak membayar uang kepada pihak lain untuk diperdagangkan olehnya, sedang labanya dibagi diantara mereka berdua menurut kesepakatan mereka bersama. Profit and loss sharing dapat juga didefinisikan sebagai sebuah perjanjian diantara paling sedikit dua pihak dimana satu pihak, memiliki modal (shahibul maal atau rabbul maal), memercayakan sejumlah dana kepada pihak lain, pelaku usaha (mudharib), untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha.

Para ulama’ sepakat bahwa landasan syariah Islam profit and loss sharing dapat ditemukan dalam Al-Qur’an . Profit and loss sharing dengan tujuan mendapatkan ketumaan Allah. Dalam al-Qur’an Allah berfirman: 

Artinya: Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. Al-Jumu’ah: 10).

Dipandang secara umum, kandungan ayat di atas mencakup usaha profit and loss sharing dilaksanakan dengan berjalan-jalan di muka bumi, dan ia merupakan salah satu bentuk mencari keutamaan Allah. 

Para Ulama Fiqh dalam mencari rujukan bagi keabsahan akad mudharabah, secara umum mengacu pada aspek latar belakang sosio historisnya. Mereka menganalisis wacana-wacana kegiatan profit and loss sharing Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang terjadi waktu itu. Seperti Hadis Taqririyah yang di riwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa bapaknya al-Abbas telah mempratekkan profit and loss sharing ketika memberi uang kepada temannya dimana dia mempersyaratkan agar mitranya tidak mempergunakannya dengan jalan mengarungi lautan, menuruni lembah atau membelikan sesuatu yang hidup. Jika dia melakukan salah satunya, maka dia akan menjadi tanggungannya. Peristiwa ini dilaporkan kepada Nabi, dan beliaupun menyetujuinya. 

Hukum profit and loss sharing adalah boleh (ja’iz) menurut ijma (konsensus). Ja’iz adalah ukuran penilaian bagi perbuatan dalam kehidupan kesusilaan (akhlak atau moral) pribadi. Kalau mengenai benda misalnya makanan disebut halal (bukan ja’iz). 

Profit and loss sharing oleh ijma’ dihukumi boleh atau jaiz karena berdasar pada kaidah Fiqh “ Al Masyaqqoh tajlibu at taisir “ artinya Kesulitan akan mendorong kemudahan, Lafadz masyaqqah secara bahasa berarti sulit, berat, dan yang searti dengannya. Dalam bahasa Arab, ketika dikatakan syaqqa alayhi al-syai’ berarti ada sesuatu yang telah memberatkan seseorang. Di dalam al-Qur’an terdapat lafadz yang berasal dari akar yang sama dengan masyaqqah, yakni syiqq al-anfus, sebagaimana terdapat dalam surat al-Nahl ayat 7.  Dalam pasal 200 dan 201 disebutkan juga bahwa mudharib juga dilarang mencampur harta kekayaannya sendiri dengan harta kekayaan kerjasama profit and loss sharing kecuali sudah mendapatkan izin dari pemilik modal dan pencampuran kekayaan tersebut sudah menjadi kebiasaan dikalangan pelaku usaha tersebut. 

Beberapa hal penting dalam profit and loss sharing

a. Pembagian keuntungan diantara dua pihak tentu saja harus secara proporsional dan tidak dapat memberikan keuntungan sekaligus atau pasti kepada rabbul maal (Pemilik modal). Yang dimaksud dengan proporsional adalah pembagian keuntungan harus sesuai dengan jumlah modal yang disetor, juga jumlah keuntungan harus berupa prosentase yang disepakati.

b. Rabbul mall tidak bertanggung jawab atas kerugian-kerugian dilluar modal yang diberikannya.

c. Mudharib (mitra kerja) tidak turut menanggung kerugian kecuali kerugian waktu dan tenanganya. 

Hal tersebut apabila kerugian bukan karena adanya kesalahan dari mudharib. 

Salah satu aspek profit and loss sharing adalah aspek yang berkaitan dengan risiko. Dalam kerangka kerja kelembagaan saat ini pemilik modal dapat mendistribusikan risiko melalui pembagian manajemen dan utang dala bentuk saham. Sementara pemilik tenaga dapat membaginya kepada pemilik modal. Jika dalam usaha mengalami risiko, maka dalam konsep profit and loss sharing kedua belah pihak akan sama-sama menanggung risiko. Disatu pihak pemilik modal menanngung kerugian modalnya, dipihak lain pelaksana usaha akan mengalami kerugian tenaga yang telah dikeluarkan. Dengan kata lain, masing-masing pihak yang melakukan kerjasama dalam sistem profit and loss sharing berpartisipasi dalam keuntungan dan kerugian. Hal itu menunjukkan keadilan dalam distribusi pendapatan. 

perjanjian profit and loss sharing apabila dilihat dari tujuan kedua belah pihak, adalah kerjasama dalam keuntungan atau shirkah fi al-ribhi (partnership in profit), karena salah satu pihak menyerahkan kepemilikannya atas sebagian hartanya dengan cara memberikan kepada pihak lain untuk diperdagangkan. Sedangkan pihak lain menyumbangkan tenaganya dengan mengolah harta tersebut supaya memperoleh keuntungan.

B. Produk Bank Syariah Dengan Akad Mudharabah

Perlu kita ketahui bahwa Pendapatan bank syariah tidak diperoleh dari bunga, tetapi dari :

1. Biaya administrasi terhadap penyaluran kredit al-qardh.

2. Mark up terhadap penyaluran kredit al-murabahah dan al-ba’i bi saman ‘ajil.

3. Bagi hasil dari penyaluran kredit-kredit al-mudharabah dan al-musyarakah.

4. Fee terhadap penggunaan jasa-jasa perbankan umumnya seperti alkafalah (jaminan bank), al-hiwalah (pengalihan utang), al-jialah (pelayanan khusus), alwakalah (penerbitan letter of credit) dan sebagainya.

Penyimpanan dana pada bank syariah tidak memperoleh imbalan bunga simpanan tetapi akan memperoleh imbalan bagi hasil dari pendapatan bank sesuai dengan porsi dan peranannya pada pembentukan pendapatan bank tersebut. Dalam Perbankan Syariah pada dasarnya meniadakan bunga sebagai unsur kepatuhan dalam rangka kepatuhan terhadap syariah, untuk itulah Bank Syariah menerapkan prinsip bagi hasil dan ditelurkan dalam akad-akad di bank syariah.

Bentuk utama produk bank syariah terutama menggunakan pola bagi hasil, sesuai dengan karakteristiknya. Selain pola bagi hasil, bank syariah juga mempunyai produk produk pendanaan dan pembiayaan dengan pola non bagi hasil. Dalam produk pendanaan, bank syariah dapat juga menggunakan prinsip  wadi’ah, qardh, maupun ijarah. Dalam produk pembiayaan, bank syariah dapat juga menggunakan pola jual beli (dengan prinsip murabahah, salam, dan istishna) dan pola sewa (dengan prinsip ijarah dan ijarah wa iqtina).

Dalam rangka menghindari pembayaran dan penerimaan riba atau bunga, maka dalam melaksanakan kegiatan pembiayaan,  perbankan syariah menempuh mekanisme bagi hasil (profit and loss sharing investment) sebagai pemenuhan kebutuhan permodalan dan investasi berdasarkan imbalan melalui mekanisme jual beli sebagai pemenuhan kebutuhan pembiayaan. Bentuk permodalan ini terdiri dari dua macam kontrak yaitu, musyarakah dan mudharabah. Sedangkan kebutuhan pembiayaan dilakukan dengan menggunakan teknik jual beli yang biasa dilakukan dengan cara segera (cash) atau dengan tangguh.

1. Akad Mudharabah

Konsep mudarabah dapat dibagi menjadi mudarabah pada penarikan dana (funding) dan mudarabah pada penyaluran dana (financing). Selain pembagian di atas, mudarabah juga dibedakan menjadi mudharabah mutlaqah (tak terbatas) dan mudharabah muqayyadah (terbatas). Dalam mudharabah mutlaqah terdapat beberapa hal yang sangat berbeda secara fundamental dalam hal nature of relationship between bank and customers pada bank konvensional, yaitu :

1) Penabung atau deposan di bank syariah adalah investor dengan sepenuhnya. Dia bukanlah lender atau creditor bagi bank seperti halnya di bank umum. Dengan demikian deposan entitled untuk risk atau return dari usaha bank.

2) Bank memiliki dua fungsi, yaitu terhadap deposan atau penabung ia bertindak sebagai pengelola (mudharib), sedangkan dalam dunia usaha ia berfungsi sebagai pemilik dana (shahib almal). Dengan demikian baik “ke kiri maupun ke kanan” bank harus sharing risk dan return.

3) Dunia usaha berfungsi sebagai pengguna dan pengelola dana yang harus berbagi hasil dengan pemilik dana, yaitu bank. Dalam pengembangannya nasabah pengguna dana dapat juga menjalin hubungan dengan bank dalam bentuk jual beli, sewa, fee based services.

a. Mudharabah pada funding.

Jenis mudarabah ini adalah akad kerjasama antara dua pihak, dimana shahib almal menyediakan 100% modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan sedangkan jika rugi ditanggung oleh pemilik modal selama bukan akibat kelalaian pengelola, tetapi seandainya kerugian diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab.

Jenis mudarabah dalam kelompok ini ada dua macam, yaitu tabungan mudarabah dan deposito mudarabah. Tabungan mudarabah adalah simpanan pihak ketiga di bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai dengan perjanjian. Bank bertindak sebagai mudharib dan nasabah sebagai shahib al-mal. Bank akan membagi keuntungan sesuai dengan nisbah yang telah disetujui, pembagian keuntungan dilakukan setiap bulan berdasarkan saldo minimal yang mengendap selama periode tersebut. Misalnya seseorang memiliki saldo tabungan mudharabah sebesar Rp 5 juta. Nasabah bagi hasil adalah 50 % : 50%.

Bentuk kedua dari tabungan mudarabah ini adalah deposito mudarabah. Deposito mudarabah merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo) dengan mendapatkan imbalan bagi hasil. Imbalan ini dibagi dalam bentuk berbagi pendapatan (revenue sharing) atas penggunaan dana tersebut secara syariah dengan proporsi, misalnya 70:30. Deposito ini sebagaimana tabungan biasa, menerapkan konsep mudarabah. Penerapan mudarabah terhadap deposito disebabkan karena kesesuaian yang terdapat di antara keduanya. Misalnya bahwa akad mudarabah mensyaratkan adanya tenggang waktu antara penyetoran dan penarikan agar dana itu bisa diputarkan. Tenggang waktu ini merupakan salah satu sifat deposito, bahkan dalam deposito terdapat pengaturan waktu, seperti 30 hari, 90 hari dan seterusnya.

Tabungan yang menerapkan akad mudarabah mengikuti prinsip-prinsip akad mudarabah di antaranya sebagai berikut: Pertama, keuntungan dari dana yang digunakan harus di bagi antara shahib almal (nasabah) dan mudharib (pihak bank). Kedua, adanya tenggang waktu antara dana yang diberikan dan pembagian keuntungan, karena untuk melakukan investasi dengan memutarkan dana itu diperlukan waktu yang cukup

b. Mudarabah pada lending,

Pembiayaan modal investasi disediakan sepenuhnya oleh bank syariah (sebagai shahib al-mal), sedangkan nasabah menyediakan usaha dan manajemennya (nasabah sebagai mudharib). Hasil keuntungan akan dibagi sesuai kesepakatan dalam bentuk nisbah (persentase) tertentu dari keuntungan pembiayaan. Misalnya bank syariah sebagai shahib al-mal mendapat keuntungan sebesar 65% dan nasabah sebagai mudharib mendapat keuntungan sebesar 35%.

Pembiayaan (lending) mudarabah diterapkan untuk :

1) . Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.

2) Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, yaitu sumber dana dengan penyaluran khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahib al-mal.

Konsep mudarabah ini dapat dilakukan untuk modal kerja seperti modal kerja perdagangan dan jasa. Mudarabah pada dasarnya merupakan kongsi dengan motif laba dan unsur pokoknya adalah menggabungkan dua hal, yaitu pekerjaan dan modal. Laba bagi tiap pihak ditentukan berdasarkan dua hal tersebut. Faktor risiko juga dijadikan perhitungan dalam menentukan laba. Jika proyek ini mendapatkan keuntungan maka dibagi menurut kesepakatan. Sedangkan jika terjadi kerugian yang disebabkan bukan karena kelalaian nasabah, maka hal itu menjadi resiko bank (investor) dengan menanggung resiko kehilangan sebagian atau keseluruhan modal, sedangkan mudharib menanggung resiko tidak dapat imbalan atas tenaga dan usaha

 

BAB III

PENUTUP

 

A. Simpulan

Profit and loss sharing merupakan perjanjian atas sesuatu jenis perkongsian, dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan hasil usaha dibagi sesuai dengan nisbah porsi bagi hasil yang telah disepakati bersama sejak awal maka kalau mengalami kerugian shahibul maal akan kehilangan sebagian imbalan dari hasil kerja keras dan managerial skill selama proyek berlangsung.

Bentuk utama produk bank syariah terutama menggunakan pola bagi hasil, sesuai dengan  karakteristiknya. Selain pola bagi hasil, bank syariah juga mempunyai produk produk  pendanaan dan pembiayaan dengan pola non bagi hasil. Dalam produk pendanaan, bank  syariah dapat juga menggunakan prinsip  wadi’ah, qardh, maupun ijarah. Dalam produk  pembiayaan, bank syariah dapat juga menggunakan pola jual beli (dengan prinsip  murabahah, salam, dan istishna) dan pola sewa (dengan prinsip ijarah dan ijarah wa  iqtina).

 

B. Saran

 Mari sama sama memperjuangkan bank syariah ini agar tumbuh dan berkembang di bumi indonesia dan mari kita mulai dari diri sendiri dengan cara membuka tabungan di bank syariah.

DAFTAR PUSTAKA

Jaka Susila .2016 .Fiduciary Dalam Produk Produk Perbankan Syariah. Jurnal Ilmu 

Syarian Dan Hukum. 1(2) : 134-144

Al Mas'udah. 2017. Akad Mudharabah Dan Murabahah Dalam Perbankan Syariah; 

Tinjauan Filsafat Hukum. Jurnal Studi Keislaman. 7(2) : 1-13

 

Terimakasih telah berkunjung ke web pintu dunia dan telah membaca Makalah Profit and Loss Sharing dalam Ekonomi Islam, anda bisa WA kami jika menginginkan makalan atau artikel tertentu yang tidak ada di web ini. Salam suskes