Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Contoh Skripsi Pertanian Tentang Pasar Lelang Karet

Contoh Skripsi Pertanian Tentang Pasar Lelang Karet yang kami beri judul Beberapa Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Petani Menjual Bokar Melalui Pasar Lelang dan Non Pasar Lelang ini kami posting dengan harapan dapat membantu teman teman dari jurusan pertanian yang sedang mencari judul skripsi. Semoga bermanfaat.


 

BAB I  

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian dan pembangunan nasional. Pembangunan ekonomi mensyaratkan bahwa kesejahteraan penduduk harus meningkat. Kesejahteraan meningkat, bila setidaknya ada satu individu yang mengalami penurunan kesejahteraan dan tidak ada individu yang mengalami penurunan kesejahteraan (Pearce, 2000 dalam Suparman, 2011). Dalam kegiatan perekonomian banyak sektor yang saling mendukung dan saling melengkapi satu sama lain.

Sektor pertanian memegang peranan penting bagi perekonomian Indonesia, yaitu sebagai sumber pendapatan dan lapangan kerja penduduk, sumber devisa negara, dan mendorong tumbuhnya agroindustri di bidang perkebunan (PSE, 1998). Sektor yang mendominasi perekonomian Provinsi Jambi hingga saat ini adalah sektor pertanian. Hal ini ditunjukkan oleh kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDRB Provinsi Jambi lebih besar dibandingkan sektor-sektor ekonomi lainnya. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Provinsi Jambi pada tahun 2010 yaitu sebesar 29,56 persen

Pembangunan pertanian mencakup lima sektor. Sektor penyumbang terbesar di Provinsi Jambi adalah sektor perkebunan. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi PDRB Provinsi Jambi pada tahun 2010 (Lampiran 1) yaitu sebesar 16,00 persen. Kontribusi PDRB ini merupakan persentase tertinggi bila dibandingkan dengan sektor tanaman bahan makanan, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan, serta perikanan. Karet merupakan komoditi unggulan pada subsektor perkebunan yang terus menjadi perhatian pemerintah untuk dikembangkan dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Tanaman karet mempengaruhi perekonomian Provinsi Jambi karena sebagian besar penduduk di daerah Jambi berkaitan mata pencahariannya dengan karet, baik sebagai petani, buruh tani, pedagang jasa penunjang dan pengolahan di pabrik serta proses ekspor karet (BPS, 2009). Hal ini dapat dilihat dari perkembangan perkebunan karet yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan produksi lebih tinggi jika dibandingkan dengan peningkatan luas lahan dan jumlah tenaga kerja. Peningkatan produksi perkebunan karet dari tujuh tahun terakhir yaitu 12,42 persen, sementara itu peningkatan luas lahan dan jumlah tenaga kerja masing-masing sebesar 3,84 persen dan 5,97 persen

Kabupaten Batanghari merupakan kabupaten yang jumlah produksi karet terbesar bila dibandingkan dengan kabupaten lainnya, yakni sebesar 62.728.000. Karet merupakan sumber penghasilan utama bagi kelangsungan hidup petani di Kecamatan Bajubang yakni di Desa Penerokan dan Desa Ladang Peris.

Sebagian petani menjual karet berdasarkan berat karet dan kurang mementingkan mutu karet. Hal ini dapat mempengaruhi harga karet bila dijual. Harga karet memiliki ketetapan harga dasar oleh pemerintah berupa harga indikasi. Harga indikasi ini berdasarkan tinggi rendahnya permintaan pasar internasional yang selalu di monitoring setiap harinya, sehingga harga komoditas karet sangat bergantung pada fluktuasi harga karet dunia yang akan memberi peluang bagi pedagang dalam mempermainkan harga. Kondisi ini pada akhirnya akan mengakibatkan harga yang diterima petani menjadi kecil. Petani mulai membuat getah bersih dan kering (tanpa perendaman dalam air) dan menjualnya ke pasar lelang karet sejak bergulirnya peraturan dari Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) Provinsi Jambi untuk membuat getah bersih yang tidak tercampur oleh tatal (bekas kulit sayatan batang karet), berwarna putih, berbau segar dan kadar kering paling kurang 50 persen (Akiefnawati dkk, 2007).

Pasar lelang ini dihadirkan atas prakarsa Kanwil Departemen Perdagangan (ketika itu), bekerjasama dengan pemerintah Provinsi Jambi, pihak perbankan, serta Koperasi Unit Desa (KUD) yang ada di Provinsi Jambi. Pasar lelang tersebut merupakan suatu bentuk pasar yang teratur (organized market), yang ditujukan untuk memperoleh manfaat berupa:

  1. Terciptanya transparansi harga dalam perdagangan karet hingga ke tingkat produsen,
  2. Meningkatkan efisiensi tataniaga,
  3. Meningkatkan posisi tawar (bargaining position) petani dalam perdagangan karet, sehingga dapat mendorong perolehan harga yang lebih tinggi yang kemudian diharapkan dapat meningkatkan pendapatannya,
  4. Dapat menjadi pendorong peningkatan mutu dan produksi karet petani. Jika tujuan tersebut dapat dicapai, diharapkan tingkat pendapatan petani akan meningkat (Krisnamurthi, 1992).

Dalam pasar lelang akan dipertemukan secara langsung penjual (petani produsen) dengan pembeli. Hal ini akan menyebabkan terciptanya harga yang transparan, memperpendek jalur pemasaran, mendorong peningkatan mutu dan produksi yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan petani sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Program pengembangan pasar lelang bertujuan untuk menciptakan sistem perdagangan yang baik melalui mekanisme penentuan harga yang transparan, meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem perdagangan, mencukupi kebutuhan antar daerah dan menciptakan insensif bagi peningkatan produksi dan mutu. (Mardjoko, 2004)

Di Provinsi Jambi terdapat delapan belas pasar lelang lokal karet (PLL) (Lampiran 4). Pasar lelang lokal karet yang berada di Kabupaten Batanghari yaitu pasar lelang yang berada di Desa Penerokan dan Desa Ladang Peris. PLL karet tersebut dihadirkan atas prakarsa Kanwil Departemen Perdagangan (ketika itu), bekerja sama dengan pemerintah Provinsi Jambi, Pemerintah Kabupaten Batanghari (Kab Muarojambi adalah kabupaten pemekaran Kab Batanghari), Kanwil Koperasi, Dinas Perkebunan, Gapkindo Cabang Jambi, BRI Cabang Jambi, dan KUD Berdikari (Desa Panerokan) (Info Karet Alam Indonesia, 2009).

Harga jual karet melalui pasar lelang lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual karet melalui non pasar lelang. Pada bulan April 2012, harga karet di pasar lelang karet Desa Penerokan Kacamatan Bajubang berkisar antara Rp.12.000/kg sampai Rp. 17.500/kg disesuaikan dengan kualitas karet. Semakin tinggi kadar karet kering, maka semakin tinggi pula harga yang diterima petani. Jumlah petani yang menjual melalui pasar lelang sebanyak 141 orang, dengan volume penjualan sebesar 23.502 kg.

Berdasarkan gambaran di atas diketahui bahwa sebagian besar petani karet menjual bahan olahan karet di luar pasar lelang meskipun harga jual karet di luar pasar lelang (pedagang pengumpul atau tauke) hanya Rp. 10.000/kg, bahkan kurang. Hal ini dikarenakan berbagai macam alasan. Pertama, jarak antara rumah petani dengan pasar lelang tersebut jauh. Petani yang menjual bokar melalui tengkulak dijemput langsung ke lokasi dekat perkebunan petani, petani merasa diuntungkan karena tidak direpotkan lagi membawa karet ke pasar lelang sehingga petani tidak menghabiskan waktu, tenaga dan biaya lagi. Selain itu tauke karet kurang mempertimbangkan kualitas karet pada saat menentukan harga karet, sehingga karet dengan kualitas bagus sering dibeli dengan harga yang murah. Tingginya harga ditingkat pasaran dan rendahnya harga ditingkat petani dapat terjadi apabila dalam pemasaran banyak terdapat lembaga didalamnya.

Kedua, pengetahuan berusahatani memberikan pengaruh pada pemilihan petani memilih tempat menjual bahan olah karet. Pengetahuan ini menyangkut umur petani dan pendidikan petani. Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang (Kurniadi, 2012).

Petani yang berusia lanjut biasanya sulit untuk merubah tradisi tersebut. Selain itu, pendidikan juga berperan penting terhadap pengetahuan petani. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi. Oleh sebab itu makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah memperoleh dan menangkap informasi yang diberikan. Sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, maka kemungkinan sulit bagi mereka untuk menangkap informasi maupun ide-ide baru. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh melalui pendidikan formal, akan tetapi juga dapat melalui pendidikan non formal berupa pelatihan dan diskusi pada kelompok tani.

Ketiga, informasi terhadap perubahan harga juga menjadikan alasan petani menjual bahan olah karet melalui pasar lelang ataupun melalui tengkulak. Petani yang memiliki pengetahuan mengenai perubahan harga cenderung menjual bahan olah karet ke pasar lelang dan sebaliknya petani yang tidak memiliki pengetahuan mengenai perubahan harga akan menjual bahan olah karet ke pedagang pengumpul, ini berarti pengetahuan mengenai perubahan harga bahan olah karet berpengaruh terhadap keputusan petani dalam memsarkan bahan olah karet (Arfandi, 2007).

Keempat, keterikatan antara petani dengan pedagang pengumpul selalu melatarbelakangi petani menjual bahan olah karet kepada pedagang pengumpul tersebut. Pedagang pengumpul sudah dianggap penolong walaupun mereka yang menentukan harga. Petani biasanya membutuhkan uang terlebih dahulu maka petani meminjam kepada tengkulak atau tauke. Mereka meminjam kepada tengkulak dikarenakan proses peminjaman relatif mudah tanpa melalui prosedur yang berbelit-belit. Selain itu, petani yang rumahnya jauh dari lokasi pasar lelang dan tidak memiliki modal transportasi terkadang memilih untuk menjualnya kepada tauke yang datang ke rumah walaupun harga yang diberikan tauke tidak sebesar harga di pasar lelang, mereka terikat dengan tauke karena tauke sanggup memberikan uang sebelum barang ada, artinya tauke bersedia memberikan uang dalam bentuk pinjaman kepada petani dengan catatan setelah petani memproduksi bahan olah karet maka petani menjualnya ke tauke tersebut. Di sisi lain, mereka juga memiliki usaha lain untuk menyediakan kebutuhan buruh dan petani lain.

Tinggi rendahnya volume produksi juga dapat mempengaruhi petani dalam memilih tempat menjual bahan olah karetnya. Volume produksi yang dihasilkan petani ini dapat dihasilkan perminggu maupun perbulan. Volume produksi ini seluruhnya akan menjadi volume penjualan. Hasil produksi bahan olah karet tidak ada yang disimpan oleh petani, jumlah keseluruhannya akan dijual petani. Apabila volume produksi karet yang dihasilkan petani lebih tinggi, biasanya petani akan menjual ke pasar lelang.

Pemilihan saluran penjualan dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi. Faktor sosial ekonomi petani diantaranya umur petani, tingkat pendidikan petani, keanggotaan dalam KUD dan keterikatan petani dengan pedagang. Sedangkan faktor ekonomi diantaranya fasilitas harga, kemudahan dalam memperoleh pinjaman (kredit), volume produksi, dan jarak tempat tinggal petani (Sartono, 2005). Keberadaan penjual untuk para petani sangat membantu karena mereka bisa mendapatkan dukungan keuangan atau kebutuhan keluarga dalam jangka waktu singkat. Petani cenderung terikat secara moral sehingga dalam transaksi karet petani tidak memiliki posisi tawar-menawar dan selalu menjadi pengambil harga (price taker). Disisi lain, petani menjual bokar ke tengkulak juga disebabkan adanya hubungan keluarga. Hal ini menjadi alasan petani untuk tidak menjual melalui pasar lelang. Pedagang perantara atau tengkulak selalu berusaha memperoleh keuntungan dari margin antara harga ditingkat konsumen akhir (eksportir) dengan harga ditingkat produsen, mendorong terjadinya harga beli ditingkat petani yang cenderung rendah. Tingginya tingkat harga dipasaran dan rendahnya harga ditingkat petani dapat terjadi apabila dalam pemasaran banyak terdapat lembaga di dalamnya.

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Beberapa Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Petani Menjual Bokar Melalui Pasar Lelang dan Non Pasar Lelang di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari”.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

  1. Apakah faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi petani dalam menjual bahan olah karet melalui pasar lelang dan non pasar lelang di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari?
  2. Seberapa besar derajat hubungan faktor sosial ekonomi petani dengan penjualan bahan olah karet melalui pasar lelang dan non pasar lelang di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

  1. Untuk mengetahui pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap pilihan petani dalam menjual bahan olah karet melalui pasar lelang dan non pasar lelang di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari.
  2. Untuk mengetahui derajat hubungan faktor sosial ekonomi petani dengan penjualan bahan olah karet melalui pasar lelang dan non pasar lelang di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari.

1.3.2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

  1. Sebagai bahan studi bagi peneliti dan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan.
  2. Sebagai bahan masukan dan sumber informasi serta bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang membutuhkan serta sebagai bahan acuan serta rujukan bagi peneliti berikutnya yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang hal ini.

Terimakasih telah membaca contoh judul skripsi pertanian ini, semoga bermanfaat bagi anda. Silahkan cari contoh contoh judul skripsi pertanian lain nya pada kolom pencarian web pintu dunia ini.