Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengaruh Model Quantum Learning Dengan Teknik Peta Pikiran

Contoh skripsi model pembelajaran Quantum Learning Dengan Teknik Peta Pikiran (Mind Mapping) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran Biologi Di Kelas X SMAN 1 Muaro Jambi


 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam hidup ini kita pasti tidak pernah lepas dengan yang nama nya masalah, begitu pula di bidang pendidikan. Dalam setiap pendidikan yang pernah ada di Indonesia selalu ada berbagai masalah yang timbul. Masalah itu Selalu berubah sesuai dengan perubahan zaman. Belajar adalah suatu kegiatan yang harus dilakukan secara terus menerus baik formal maupun non formal karena pendidikan merupakan kebutuhan pokok.

Sesuai dengan undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional pasal 4, tertera pengertian pendidikan nasional yang mana pendidikan nasional bertujuan mengembangkan kecerdasan bangsa dan mengembangkan bangsa indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat rohani dan jasmani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Pendidikan mendapat sorotan yang utama dari segi manapun, termasuk dari segi Agama. Allah berfirman dalam Al Qur’an surat Az Zumar ayat 9 yang artinya :’…..Apakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu? Sesungguhnya orang-orang ber akalah yang dapat menerima pelajaran” (Anonim, 2004:459)

Menurut Shertian (2000) Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan salah satu usahanya adalah melalui suatu proses pembelajaran di sekolah.

Dalam usaha tersebut, guru merupakan sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan secara terus menerus. Dalam menghadapi segala problem pendidikan ada banyak sekali kendala yang dihadapi pendidik.

Meninjau dari prosesnya, menurut Nasution (2003: 59) mengemukakan, Bila kita terima belajar sebagai perubahan tingkah laju, maka pendidik menghadapi tiga soal:

  1. Ia harus mengetahui kelakuan apa yang diharapkan dari anak. Hal ini berkenaan dengan tujuan yang akhirnya ditentukan oleh falsafah pendidikan
  2. Ia mengetahui hingga manakah taraf perkembangan anak agar bahan pelajaran dapat dikuasai anak.
  3. Ia harus tahu bagaimana anak belajar, bagaimana guru mengajarkannya, kondisi apa yang harus dipenuhi agar terjadi proses belajar yang berhasil

Akhirnya kita menyadari bahwa agar guru berhasil dalam mengajar, yang dalam kalimat operasionalnya :”Membuat siswa menjadi berminat belajar”, maka perlu mengenal siswa lebih dalam dari siswa tersebut mengenal dirinya sendiri.

Seorang guru harus mampu membawa dunia guru ke dalam dunia siswa sekaligus membawa dunia siswa kedalam dunia guru sehingga keduanya bertemu pada suatu titik temu yang pada akhirnya membuat suasana belajar lebih fun dan happy. 

Mengajar yang baik bukan berarti memaksakan materi pada otak siswa, tetapi merangsang ataupun mensugesti pada otak siswa untuk menjemput materi tersebut, sehingga belajar akan lebih menyenangkan. Belajar bukanlah suatu kegiatan yang hampa tanpa makna dan penghayatan. Belajar harus bahagia, ini adalah kunci nya.

Brownel, seorang tokoh psikologi kognitif dalam Suherman (1993:175) mengatakan “belajar pada hakikatnya merupakan suatu proses yang bermakna”.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis di SMA N 1 Muaro Jambi, penulis melakukan kegiatan praktek pengalaman lapangan (PPL) ternyata untuk bidang studi biologi di kelas X, tepatnya pada materi Sell, pembelajaran cenderung hanya sebatas kontekstual dan membosankan. Sehingga minat belajar siswa dan kreativitas siswa, termasuk di dalamnya pertanyaan ataupun gagasan cemerlang siswa tidak dapat tersalurkan dengan baik sehingga pada akhirnya nanti akan mempengaruhi hasil belajar siswa.

Ketidakberhasilan suatu pendidikan bukan hanya dari segi siswa, akan tetapi adakalanya dari sistem pengajaran dan gurunya yang tidak menguasai strategi pembalajaran yang pas untuk materi tersebut.

Maka dari itu penulis berkeinginan melakukan penelitian tentang “Pengaruh Model Quantum Learning Dengan Teknik Peta Pikiran (Mind Mapping) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran Biologi Di Kelas X SMAN 1 Muaro Jambi”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah pembelajaran dengan menggunakan Model Quantum Learning dengan Teknik Peta Pikiran (mind mapping) mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran biologi di kelas X SMA N 1 Muaro Jambi”

1.3 Keterbatasan Masalah

Agar penelitian terarah dan dapat mencapai sasaran maka perlu adanya batasan masalah dalam penelitian ini yaitu:

  1. Penelitian dilakukan pada kelas X semester Ganjil di SMA 1 Muaro Jambi Tahun Ajaran 2009/ 2010.
  2. Penelitin ini dilaksanakan pada pelajaran biologi
  3. Batasan materi adalah pokok bahasan sel
  4. Hasil belajar yang ingin dicapai mencakup hasil belajar kognitif, afektif dan psikomotor

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang diteliti maka tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah Model Quantum Learning dengan Teknik Peta Pikiran (mind mapping) mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran biologi di kelas X SMA 1 Muaro Jambi

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dapat menambah khasanah kajian pustaka tentang Model Quantum Learning dengan Teknik Peta Pikiran (mind mapping) dalam meningkatkan hasil belajar

2. Memberikan sumbangan pikiran kepada guru, khususnya guru biologi di SMA Negeri 2 Jambi untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang lebih efesien 

1.6 Asumsi Penelitian

Asumsi penelitian ini adalah Model Quantum Learning dengan Teknik Peta Pikiran (mind mapping) mampu meningkatkan hasil belajar siswa

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian maka, ruang lingkup penelitian ini hanya pada SMA N 1 Muaro Jambi

1.8 Definisi Operasional

Agar pembaca mudah memahami hasil penelitian ini maka peneliti mencantumkan definisi operasional sebagai berikut:

  1. Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru
  2. Mind Mapping atau pemetaan pikiran adalah salah satu teknik mencatat tinggi. Informasi berupa materi pelajaran yang diterima siswa dapat diingat dengan bantuan catatan.
  3. Hasil belajar hasil belajar dalam penelitian ini adalah sesuatu yang diperoleh siswa dari tes yang diberikan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Belajar dan Prestasi belajar

Sepanjang perjalanan kehidupan manusia, maka ia akan selalu berusaha melakukan pembelajaran. Belajar sudah menjalar dalam relung jiwa setiap manusia, baik belajar secara formal maupun non formal.

Menurut Aristotle dalam Solso (2000: 14) : ”All men by nature desire knowledge”. Lebih lanjut lagi dalam buku dan halaman yang sama, plato mengatakan :
In the world knowledge, the esensial From of Good is the limit of our inquires, and can barely be preceived but when preceived, we cannot help concluding that it is in every case the suorce of all that is brigh and beautifull in visible world giving birth to light and its master, and in the intellectual world dispensing, immediately and with full autory, truth and reason and that whosoever would act wiModely, either in private and public, must set this form of Good before this eyes

Dalam pengertian secara naluriah atau alami, belajar merupakan kebutuhan manusia. Belajar merupakan suatu upaya untuk menjawab keingin tahuan. Namun setelah apa yang dipelajari diketahui, keingin tahuan itu masih ada dan terus berkembang. Sehingga belajar menjadi suatu kebutuhan psikologis, seperti halnya kebutuhan akan kasih sayang dan hiburan.

Dalam proses yang panjang dan unik pada akhirnya nanti proses belajar akan mendapatkan suatu hasil. Hasil belajar adakalanya akan mencapai puncak keberhasilan yang disebut prestasi belajar. Prestasi belajar adalah puncak hasil belajar yang dapat mencerminkan hasil keberhasilan belajar siswa terhadap tujuan belajar yang telah ditetapkan. Hasil belajar siswa dapat meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (tingkah laku). Salah satu tes yang dapat melihat pencapaian hasil belajar sisiwa adalah dengan melakukan tes prestasi belajar.

Tes prestasi belajar yang dilaksanakan oleh siswa memiliki peranan penting, baik bagi guru ataupun bagi siswa yang bersangkutan. Bagi guru, tes prestasi belajar dapat mencerminkan sejauh mana materi pelajaran dalam proses belajar dapat diikuti dan diserap oleh siswa sebagai tujuan instruksional. Bagi siswa tes prestasi belajar bermanfaat untuk mengetahui sebagai mana kelemahan-kelemahannya dalam mengikuti pelajaran.

Dalam proses belajar siswa mendapatkan pertambahan materi berupa informasi mengenai teori, gejala, fakta ataupun kejadian-kejadian. Informasi yang diperoleh akan diolah oleh siswa. Proses pengolahan informasi melibatkan kerja sistem otak, sehingga informasi yang diperoleh dan telah diolah akan menjadi suatu ingatan.

Ahmadi (24:128) mengemukakan :”Menurut pengertian secara psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan didalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya”

Lebih lanjut diceritakan Suryabrata (1989) cirri-ciri kegiatan yang disebut belajar adalah :

  • Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar, baik actual maupun potensial
  • Perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu relative lama
  • Perubahan itu terjadi karena usaha

Menurut Arikuntoro (1998: 102): “Hasil belajar merupakan suatu hasil yang diperlukan siswa dalam mengikuti pelajaran yang dilakukan oleh guru. Hasil belajar ini dikemukakan dalam bentuk angka, huruf, atau kata-kata “baik, sedang, kurang, dan sebagainya”. Untuk mencapai hasil belajar yang baik, siswa harus mengembangkan diri menjadi siswa yang baik”

Dengan melakukan suatu pembelaran maka akan mendapatkan hasil dari pembelajaran tersebut ataupun suatu efek berupa sikap, wawasan, ataupun keterampilan.

2.2 Quantum Learning

Ada jutaan siswa yang mempunyai jutaan gagasan dan ide cemerlang akan tetapi mereka tidak mampu mengutarakannya. Mode lama ini mereka lebih senang mengutarakan gagasan itu lewat secarik kertas atau leawt secuil proposal yang Mode lama ini telah lazim digunakan oleh mayoritas pendidik. Itulah yang senantiasa membuat mereka cenderung pendiam dan bermental kerupuk. Maka dari itu diperlukan sutu strategi pembelajaran yang mampu mengatasi segala permasalahan itu.

Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan Model pembelajaran serta proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum digunakan. Namun, Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik yang sasaran akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas (yang terkait dengan sifat jurnalisme).

Quantum learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology (suggestopedia). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif. Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para murid di dalam kelas dibuat menjadi nyaman. Partisipasi mereka didorong lebih jauh. Poster-poster besar, yang menonjolkan informasi, ditempel. Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugestif bermunculan.

Prinsip suggestology hampir mirip dengan proses accelerated learning yakni, proses belajar yang memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan. Suasana belajar yang efektif diciptakan melalui campuran antara lain unsur-unsur hiburan, permainan, cara berpikir positif, dan emosi yang sehat.

Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar, dan setiap detail apa pun memberikan sugesty positif atau negatif. Beberapa teknik yang digunakannya untuk memberikan sugesti positif adalah mendudukkan murid secara nyaman, memasang musik latar dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan poster-poster untuk memberikan kesan besar sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru yang terlatih baik dalam seni pengajaran sugesti.

Menurut DePorter (2002:54) dalam pembelajaran Quantum Learning ada 5 ciri spesifik yang berguna untuk meningkatkan otak untuk memahami suatu informasi yang diberikan. Ciri-ciri tersebut adalah:

* Learning To Know yang artinya belajar untuk mengetahui
* Learning To Do yang artinya belajar untuk melakukan
* Learning To Be yang artinya belajar untuk menjadi dirinya sendiri
* Learning To Live Together yang artinya belajar untuk kebersamaan

Adapun prinsip-prinsip dasar dari Quantum Learning adalah sebagai berikut:

(1) Belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh.. Belajar tidak hanya menggunakan “otak” (sadar, rasional, memakai “otak kiri”, dan verbal), tetapi juga melibatkan Modeluruh tubuh/pikiran dengan segala emosi, indra, dan sarafnya.

(2) Belajar adalah berkreasi bukan mengonsumsi. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang diserap oleh pembelajar, melainkan sesuatu yang diciptakan pebelajar. Pembelajaran terjadi ketika seorang pebelajar memadukan pengetahuan dan keterampilan baru ke dalam struktur dirinya sendiri yang telah ada. Belajar secara harfiah adalah menciptakan makna baru, jaringan saraf baru, dan pola interaksi elektrokimia baru di dalam system otak/tubuh secara menyeluruh.

(3) Kerja sama membantu proses belajar. Semua usaha belajar yang baik mempunyai landasan sosial. Kita biasanya belajar lebih banyak dengan berinteraksi dengan kawan-lawan daripada yang kita pelajari dengan cara lain mana pun. Persaingan di antara pebelajar memperlambat pembelajaran. Kerja sama di antara mereka mempercepatnya. Suatu komunitas belajar Selalu lebih baik hasilnya daripada beberapa indivisu yang belajar sendiri-sendiri.

(4) Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan. Belajar bukan hanya menyerap satu hal kecil pada satu waktu semata linear, melainkan menyerap banyak hal sekaligus. Pembelajaran yang baik melibatkan orang pada banyak tingkatan secara simultan (sadar dan bawah sadar, mental dan fisik) dan memanfaatkan Modeluruh saraf reseptor, indera, jalan dalam sistem total otak/tubuh seseorang. Bagaimanapun juga, otak bukanlah professor berurutan, melainkan prosesor paralel, dan otak akan berkembang pesat jika ia ditantang untuk melakukan banyak hal sekaligus.

(5) Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri (dengan umpan balik). Belajar paling baik adalah belajar dalam konteks. Hal-hal yang dipelajari secara terpisah akan sulit diingat dan mudah menguap. Kita belajar berenang dengan berenang, cara mengelola sesuatu dengan mengelolanya, cara bernyanyi, cara menjual dengan menjual, dan cara memperhatikan kebutuhan konsumen dengan memperhatikan kebutuhannya. Pengalaman yang nyata dan konkret dapat menjadi guru yang jauh lebih baik daripada sesuatu yang hipotetis dan abstrak-asalkan di dalamnya tersedia peluang untuk terjun langsung secara total, mendapatkan umpan balik, merenung dan menerjunkan diri kembali.

(6) Emosi positif sangat membantu pembelajaran. Perasaan menentukan kualitas dan juga kuantitas belajar seseorang. Perasaan negatif menghalangi belajar. Perasaan positif mempercepatnya. Belajar yang penuh tekanan, menyakitkan, dan bersuasana murah tidak dapat mengungguli hasil belajar yang menyenangkan, santai, dan menarik hati.

(7) Otak menyerap informasi secara langsung dan otomatis. Sistem saraf manusia lebih merupakan prosesor citra daripada prosesor kata. Gambar konkret jauh lebih mudah ditangkap dan disimpan daripada abstraksi verbal. Menerjemahkan abstraksi verbal menjadi berbagai jenis gambar konkret akan membuat abstraksi verbal itu bisa lebih cepat dipelajari dan lebih mudah diingat (Dave Meier, 2002).

Pengertian Model Quantum Learning, Porter dkk mendefinisikan quantum learning sebagai “interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya.” Mereka mengasumsikan kekuatan energi sebagai bagian penting dari tiap interaksi manusia. Dengan mengutip rumus klasik E = mc2, mereka alihkan ihwal energi itu ke dalam analogi tubuh manusia yang “secara fisik adalah materi”. “Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih sebanyak mungkin cahaya: interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi cahaya”. 

Pada kaitan inilah, quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan Model tertentu. Termasuk konsep-konsep kunci dari teori dan strategi belajar, seperti: teori otak kanan/kiri, teori otak triune (3 in 1), pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestik), teori kecerdasan ganda, pendidikan holistik, belajar berdasarkan pengalaman, belajar dengan simbol (metaphoric learning), simulasi/permainan.

“Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih sebanyak mungkin cahaya: interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi cahaya”. Pada kaitan inilah, quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan Model tertentu. Termasuk konsep-konsep kunci dari teori dan strategi belajar, seperti: teori otak kanan/kiri, teori otak triune (3 in 1), pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestik), teori kecerdasan ganda, pendidikan holistik, belajar berdasarkan pengalaman, belajar dengan simbol (metaphoric learning), simulasi/permainan.

Beberapa hal yang penting dicatat dalam quantum learning adalah sebagai berikut. Para siswa dikenali tentang “kekuatan pikiran” yang tak terbatas. Ditegaskan bahwa otak manusia mempunyai potensi yang sama dengan yang dimilliki oleh Albert Einstein. Mode lain itu, dipaparkan tentang bukti fisik dan ilmiah yang memerikan bagaimana proses otak itu bekerja. Melalui hasil penelitian Global Learning, dikenalkan bahwa proses belajar itu mirip bekerjanya otak seorang anak 6-7 tahun yang seperti spons menyerap berbagai fakta, sifat-sifat fisik, dan kerumitan bahasa yang kacau dengan “cara yang menyenangkan dan bebas stres”. 

Bagaimana faktor-faktor umpan balik dan rangsangan dari lingkungan telah menciptakan kondisi yang sempurna untuk belajar apa saja. Hal ini menegaskan bahwa kegagalan, dalam belajar, bukan merupakan rintangan. Keyakinan untuk terus berusaha merupakan alat pendamping dan pendorong bagi keberhasilan dalam proses belajar. Setiap keberhasilan perlu diakhiri dengan “kegembiraan dan tepukan.”

Semua itu, pada akhirnya, tertuju pada proses belajar yang menargetkan tumbuhnya “emosi positif, kekuatan otak, keberhasilan, dan kehormatan diri.” Keempat unsur ini bila digambarkan saling terkait. Dari kehormatan diri, misalnya, terdorong emosi positif yang mengembangkan kekuatan otak, dan menghasilkan keberhasilan, lalu (balik lagi) kepada penciptaan kehormatan diri.

Dari proses inilah, quantum learning menciptakan konsep motivasi, langkah-langkah menumbuhkan minat, dan belajar aktif. Membuat simulasi konsep belajar aktif dengan gambaran kegiatan seperti: “belajar apa saja dari setiap situasi, menggunakan apa yang Anda pelajari untuk keuntungan Anda, mengupayakan agar segalanya terlaksana, bersandar pada kehidupan.” Gambaran ini disandingkan dengan konsep belajar pasif yang terdiri dari: “tidak dapat melihat adanya potensi belajar, mengabaikan kesempatan untuk berkembang dari suatu pengalaman belajar, membiarkan segalanya terjadi, menarik diri dari kehidupan.”

Quantum learning mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan posistif – faktor penting untuk merangsang fungsi otak yang paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang (Bobby De Porter dan Hernacki, 1992).

Berdasarkan penjelasan mengenai apa dan bagaimana unsur-unsur dan struktur otak manusia bekerja, dibuat Model pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan kecerdasan linguistik, matematika, visual/spasial, kinestetik/perasa, musikal, interpersonal, intarpersonal, dan intuisi. Bagaimana mengembangkan fungsi motor sensorik (melalui kontak langsung dengan lingkungan), sistem emosional-kognitif (melalui bermain, meniru, dan pembacaan cerita), dan kecerdasan yang lebih tinggi (melalui perawatan yang benar dan pengondisian emosional yang sehat)? Bagaimana memanfaatkan cara berpikir dua belahan otak “kiri dan kanan”?.

Proses berpikir otak kiri (yang bersifat logis, sekuensial, linear dan rasional), misalnya, dikenakan dengan proses pembelajaran melalui tugas-tugas teratur yang bersifat ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detil dan fakta, fonetik, serta simbolisme.
Proses berpikir otak kanan (yang bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik), dikenakan dengan proses pembelajaran yang terkait dengan pengetahuan nonverbal (seperti perasaan dan emosi), kesadaran akan perasaan tertentu (merasakan kehadiran orang atau suatu benda), kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreatifitas dan visualisasi.

Semua itu, pada akhirnya, tertuju pada proses belajar yang menargetkan tumbuhnya “Emosi positif, kekuatan otak, keberhasilan, dan kehormatan diri.” Keempat unsur ini bila digambarkan saling terkait. Dari kehormatan diri, misalnya, terdorong emosi positif yang mengembangkan kekuatan otak, dan menghasilkan keberhasilan, lalu (balik lagi) kepada penciptaan kehormatan diri.

2.3 Mind mapping

Ingatan merupakan suatu proses biologi, yaitu pemberian kode-kode terhadap informasi dan pemanggilan informasi kembali ketika informasi tersebut dibutuhkan. Pada dasarnya ingatan adalah sesuatu yang membentuk jati diri manusia dan membedakan manusia dari mahluk hidup lainnya. Ingatan memberikan titik-titik rujukan pada masa lalu dan perkiraan pada masa depan. Ingatan merupakan reaksi kimia elektrokimia yang rumit yang diaktifkan melalui beragam saluran inderawi dan disimpan dalam jaringan saraf yang sangat rumit dan unik di Modeluruh bagian otak. Ingatan dibentuk melalui berfikir, bergerak dan mengalami hidup (rangsangan inderawi). Semua pengalaman yang dirasakan akan disimpan dalam otak, kemudian akan diolah dan diurutkan oleh struktur dan proses otak mengenai nilai dan kegunaannya ( Eric Jensen. 2002:21 )

Berdasarkan tahapan evolusi, otak pada mahluk hidup terbagi menjadi tiga bagian yaitu, batang atau otak reptilia (Primitif). Sistem limbic atau otak mamalia, dan neokorteks. Masing-masing berkembang dalam waktu yang berbeda dalam sejarah evolusi mahluk hidup. Perkembangan evolusi pertama adalah otak reptile memiliki peranan yang berkaitan dengan insting pertahanan hidup, bernafas, mencari makan, dan dorongan untuk mengembangkan spesies.Manusia memiliki unsur-unsur yang sama dengan reptilia dan otak reptil merupakan komponen kecerdasan terendah dari manusia ( Bobbi de Poter dan Hernacki, 1999:26-28 ).

Lebih lanjut Taufik Bahaudin ( 1999: 42 ) menjelaskan, disekeliling otak reptil terdapat sistem limbik yang disebut sebagai otak mamalia atau paleo mamalian, otak ini berkaitan dengan perasaan atau emosi, memori, bioritmik dan sistem kekebalan. Sistem limbik memungkinkan untuk merekam suatu kejadian yang menyenangkan. Bagian ketiga, neokorteks atau otak neomamalian, otak ini terbungkus dibagian atas dan sisi-sisi sistem limbik. Otak neomamalian memiliki kemampuan belajar, berbicara, mengembangkan kreativitas, memehami angka-angka, memecahkan masalah dan dapat menentukan perilaku dalam berhubungan dengan orang atau mahluk lain ataupun dengan lingkungan.

Otak merupakan organ tubuh yang kompleks. Otak manusia merupakan otak yang paling sempurna dibandingkan dengan otak binatang lainnya termasuk otak binatang mamalia, otak manusia memiliki kemampuan untuk belajar oleh karena itu otak manusia dapat dikatakan sebagai otak belajar. Hal ini yang dapat membedakan otak manusia dengan otak binatang mamalia terletak pada fungsi sistem limbik.

Sistem limbik pada otak binatang mamalia hanya digunakan hanya untuk hal-hal yang sederhana seperti kemampuan binatang merekam sesuatu yang meyenagkan dan tidak meyenangkan. Sedangkan sistem limbik pada manusia memiliki fungsi yang sangat kompleks. Otak manusia terbagi atas cereblal cortex disebut neo cortex, basal ganglia, sistem limbik, otak tengah, batang otak, dan otak kecil. Neocortex disebut juga “the thinking cap” atau otak berfikir atau otak rasional yang sekaligus menjadi bagian otak luar yang menutupi bagian otak yang ada di dalam yaitu sistem limbik. Neocortex meliputi 80 persen dari Modeluruh volume otak manusia. Neocortex pada otak manusia memberikan kemampuan untuk berfikir, berpersepsi, berbicara berprilaku dan sebagainya ( Taufik Bahaudin, 1999:57-60 ).

Sistem limbic atau disebut juga sebagai otak emosional yang merupakan pusat otak yang berperan dalam mengendalikan emosi. Sistem limbic berasal dari bahasa latin Limbus yang artinya kerah atau cincin yang membungkus batang otak seperti kerah ( Gordon Dryden dan Jeannette Vos. 2003:117 ).Lebih lanjut Taufik Bahaudin (1999:60 ) menjelaskan bahwa sistem limbic memberikan konstribusi yang mendasar terhadap proses belaja, yaitu melakukan peran vital dalam meneruskan informasi yang diterima kedalalm memori. Sistem limbic juga terkait dengan peran thalamus dan hypothalamus yang berperan dalam mengatur suhu tubuh, keseimbangan kimia tubuh, detak jantung, tekanan darah dan seks. Sistem limbic merupakan pusat pengaturan emosi seperti marah, senang, rasa lapar, haus, kenyang dan lainnya. Sistem limbic juga terlibat dalam bekerjanya sistem ingatan,l yaitu pengiriman informasi dari ingatan berjangka pendek ke ingatan jangka panjang.

Neocortex atau cerebral cortex terbagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan kiri. Masing-masing kedua belahan ini bertanggung jawab terhadap cara berpikir dan masing-masing memiliki spesialisasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu (Bobbi de Porter dan Hernacki,1999:28). Lebih lanjut Taufik Bahaudin (1999:45) menjelaskan bahwa, belahan otak kanan terkait mengenai gambar, imajinasi, warna, ritme dan ruang. Otak kiri berkenaan dengan angka-angka, kata-kata, logika, urutan atau daftar dan rincian–rincian.

Secara umum otak kiri memainkan peranan penting dalam pemrosesan logika.kata-kata, matematika dan urutan atau yang disebut sebagai otak yang berkaitan dengan pembelajaran akademis. Otak kanan berkaitan dengan irama, rima, musik. Gambar dan imajinasi atau yang disebut sebagai otak berkaitan dengan aktivitas kreatif. Kedua belahan otak ini dihubungkan oleh corpus collosum yang secara konstan manyeimbangkan pesan-pesan yang datang dan menggabungkan gambar yang abstrak dan holistik dengan pesan kongkret dan logis ( Gordon Dryden Jeannette Vos. 2003:125).

Sebagian besar orang hanya menggunakan otak kirinya sebagai berkomunikasi dan perolehan informasi dalam bentuk verbal ataupun tertulis. Bidang pendidikan, bisnis, dan sains cenderung yang digunakan adalah otak belahan kiri. Dalam proses belajar siswa Selalu dituntut untuk mempergunakan belahan otak kiri ketika menerima materi pelajaran. Materi pelajaran akan diubah dan diolah dalam bentuk ingatan. Terkadang siswa tidak dapat mempertahankaan ingatan tersebut dalan jangka waktu yang lama. Hal itu disebabkan karena tidak adanya keseimbangan antara kedua belahan otak yang akhirnya dapat menimbulkan terganggunya kesehatan fisik dan mental seseorang.

Informasi yang diperloleh siswa dalam bentuk materi pelajaran akan diolah dan disimpan menjadi sebuah ingata. Ingatan jangka pendek yang diubah menjadi sebuah ingatan jangka panjang memerlukan keterlibaan kerja sistim limbic. Siswa menginginkan matri pelajaran yang diterima dalam proses belajar menjadi sebuah ingatan jangka panjang. Siswa melakukan berbagai hal untuk menyimpan ingatan tersebut menjadi ingatan jangka panjang, salah satunya dengan mencatat materi pelajaran yang telah dipelajari,

Mencatat merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan daya ingat. Otak manusia dapat menyimpan segala sesuatu yang dilihat, didengar dan dirasakan. Tujuan pencatatan adalah membantu mengingat informasi yang tersimpan dalam memori tanpa mencatat dan mengulangi informasi, siswa hanya mampu mengingat sebagian kecil materi yang diajarkan.

Umumnya siswa membuat catatan tradisional dalam bentuk tulisan linier panjang yang mencakup Modeluruh isi materi pelajaran, sehingga catatan terlihat sangat monoton dan membosankan. Umumnya catatan monoton akan menghilangkan topik-topik utama yang penting dari materi pelajaran.
Otak tidak dapat langsung mengolah nformasi menjadi bentuk rapi dan teratur melainkan harus mencari, memilih, merumuskan dan merangkainya dalam gambar-gambar, simbol-simbol, suara, citra, bunyi dan perasaan sehingga informasi yang keluar satu persatu dihubungkan oleh logika, diatur oleh bahasa dan menghasilkan arti yang dipahami.

Teknik mencatat dapat terbagi menjadi dua bagian. Pertama catat, tulis, susun (CTS), yaitu teknik mencatat yang mampu mensinergiskan kerja otak kiri dengan otak kanan, sehingga konsentrasi belajar dapat meningkat sepuluh kali lipat. Catat , tulis , susun , menghubungkan apa yang didengarnya menjadi poin-poin utama dan menuliskan pemkiran dan kesan dari materi pelajaran yang telah dipelajari (Bobbi de Portyer dan Hernacki, 1999: 152).

Teknik mencatat kedua, pemetaan pikiran (Mind Mapping), yaitu cara yang paling mudah untuk memasuk informasi kedalam otak dan untuk kembali mengambil informasi dari dalam otak. Peta pemikiran merupakan teknik yang paling baik dalam membantu proses berfiki otak secara teratur karena menggunakan teknik grafis yang berasal dari pemikiran manusia yang bermanfaat untuk menyediakan kunci-kunci universal sehingga membuka potensi otak (Tonny dan Bary Buzan, 2004: 68).

Mind merupakan gagasan berbagai imajinasi. Mind merupakan suatu keadaan yang timbul bila otak (brain) hidup dan sedang bekerja (Taufik Bahaudin, 1999: 53).

Lebih lanjut Bobbi de Porter dan Hernacki (199: 152) menjelaskan, peta pikiran merupakan teknik pemanfaatan keseluruhan otak dengan menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk suatu kesan yang lebih dalam.

Peta pikiran adalah teknik meringkas bahan yang akan dipelajari dan memproyeksikan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk peta atau teknik grafik sehingga lebih mudah memahaminya Iwan Sugiarto, 2004:75).

Pemetaan pikiran merupakan teknik visualisasi verbal ke dalam gambar. Peta pikiran sangat bermanfaat untuk memahami materi, terutama materi yang diberikan secara verbal. Peta pikiran bertujuan membuat materi pelajaran terpola secara visual dan grafis yang akhirnya dapat membantu merekam, memnperkuat, dan mengingat kemabli informasi yang telah dipelajari (Eric Jensen, 2002: 95).

Berikut ini disajikan perbedaan antara catatan tradisioanl (catatan biasa) dengan catatan pemetaan pikiran (mind mapping).

Perbedaan Catatan Biasa dan Mind Mapping

Catatan Biasa

  1. Hanya berupa tulisan-tulisan saja
  2. Hanya dalam satu warna
  3. Untuk mereview ulang memerlukan waktu yang lama
  4. Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih lama
  5. Statis

Peta Pikiran

  1. Berupa tulisan, symbol dan gambar
  2. Berwarna-warni
  3. Untuk mereview ulang diperlukan waktu yang pendek
  4. Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih cepat dan efektif
  5. Membuat individu menjadi lebih kreatif.

Sumber Iwan Sugiarto, 2004 : 76.

Dari uraian tersebut, peta pikiran (mind mapping) adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka kan memudahkan seserorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima.

Peta pikiran yang dibuat oleh siswa dapat bervariasi setiap hari. Hal ini disebabkan karena berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap harinya. Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada saat proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Tugas guru dalam proses belajar adalah menciptakan suasana yang dapat mendukung kondisi belajar siswa terutama dalam proses pembuatan mind mapping.

2.4 Hasil belajar

Belajar dipandang sebagai upaya sadar seorang individu untuk memperoleh perubahan perilaku secara keModeluruhan, baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Namun hingga saat ini dalam praktiknya, proses pembelajaran di sekolah tampaknya lebih cenderung menekankan pada pencapaian perubahan aspek kognitif (intelektual), yang dilaksanakan melalui berbagai bentuk pendekatan, strategi dan Model pembelajaran tertentu. Sementara, pembelajaran yang secara khusus mengembangkan kemampuan afektif tampaknya masih kurang mendapat perhatian. Kalaupun dilakukan mungkin hanya dijadikan sebagai efek pengiring (nurturant effect) atau menjadi hidden curriculum, yang disisipkan dalam kegiatan pembelajaran yang utama yaitu pembelajaran kognitif atau pembelajaran psikomotor.

Menurut Nana Sudjana hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Sedangkan S. Nasution berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar.

Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif.

Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Cullen, 2003 dalam Noor Latifah 2008).

BAB III

MODEL PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas X SMA N Muaro Jambi pada semester ganjil tahun ajaran 2009/2010 pada tanggal 02 Agusstus 2010.

3.2 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Randomized Control Group Only Design (Nazir, 1983).

Seperti yang telah penulis gambarkan dalam tabel di bawah ini :

Kelompok Perlakuan Tes Akhir
K – T
E X T

Keterangan :

  • K : Kelas Kontrol
  • E : Kelas Eksperomen
  • X : Diberi Perlakuan Dengan Mind Mapping Setiap Kali Pertemuan
  • T : Tes Akhir

3.3 Populasi dan sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keModeluruhan objek yang secara teoritis dikenai penelitian. Sebagaimana dijelaskan oleh sudjana (1992: 6) bahwa ” populasi adalah totalitas semua hasil perhitungan ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif mengenai karekteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sefat-sifatnya, namun sehubungan dengan keterbatasan peneliti, maka tidak semua elemen yang terdapat di dalam populasi dapat diteliti. 

Populasi dalam penelitian ini adalah Modeluruh siswa kelas X SMAN 1 Muaro Jambi, dimana sumlah setiap siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

  • X1 Jumlah siswa 42
  • X2 Jumlah siswa 41
  • X3 Jumlah siswa 42
  • X4 Jumlah siswa 42
  • X5 Jumlah siswa 41
  • X6 Jumlah siswa 42
Jumlah 250

3.3.2 Sampel

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan sebanyak dua kelas, dua kelas tersebut merupakan kelas kontrol dan kelas eksperimen. Tehnik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah tehnik sampel random. Menurut Arikuntoro (1993:103) : ”Tehnik sampling ini diberi nama demikian karena di dalam pengambilan sampelnya, peneliti mencampur subyek-subyek dianggap sama”

3.4 Jenis dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini merupakan data primer yaitu data hasil belajar siswa setelah diberikan perlakuan dengan Model Quantum Learning dengan Teknik Peta Pikiran (mind mapping). Yang menjadi sumber data adalah siswa kelas X yang menjadi anggota sampel.

3.5 Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini maka diberikan tes pada anggota sampel. Tes yang diberikan pada penelitian ini merupakan tes akhir setelah malakukan pembelajaran tentang Model. Tes hasil belajar yang digunakan di sini adalah tes obyektif. Menurut Arikunto (2007:164) tes obyektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakaukan secara obyektif. Tes obyektif yang digunakan berbentuk pilihan ganda (multiple choice test), karena menurut Arikunto (1993) tes obyektif memiliki beberapa kelebihan yaitu mengandung lebih banyak segi-segi yang positif dan dapat dihindari campur tangannya unsur-unsur subyektif baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksa. Modelain itu lebih mudah dan cepar cara memeriksanya karaena dapat menggunakan kunci tes.

Meskipun demikian tes bentuk obyektif juga memiliki banyak kelemahan, yaitu persiapan untuk menyusunnya jauh lebih sulit dari pada tes essay karena soalnya banyak dan harus teliti, serta harus menciptakan faktor pengecoh yang baik.

Setiap butir soal yang digunakan dalam penelitian harus memenuhi kriteria soal yang baik. Untuk itu sebelum digunakan, terlebih dahulu dilakaukan uci coba soal. Setelah uji coba soal dilakukan, Modelanjutnya dilakukan analisa item untuk melihat baik tidaknya butir soal yang akan digunakan dalam tes akhir. Adapun hal-hal yang dianalisa adalah:

A. Validitas Soal

Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa yang akan di ukur dan apabila dalam penyusunan instrumen mengikuti langkah-langkah penyusunan instrumen yakni, menelaah variabel menjadi sub variabel dan indikator, kemudian dirumuskan lagi menjadi butir pernyataan maka peneliti sudah boleh berhatrap instrumen memiliki validitas logis (Arikunto, 1993)

Suatu alat pengukur dapat dikatakan alat pengukur yang valid apabila alat pengukur tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur secara tepat (Nurkancana dan Sunartana, 1996). Artinya walaupun alat pengukur yang digunakan bagus akan tetapi bila tidak tepat kesasaran maka alat pengukur tersebut tidak valid.

Menurut Arikunto (1993) sebuah tes dikatakan memiliki validitas yang baik apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Kesesuaian isi mencakup bahan tes yang harus mencerminkan cakupan bahan dan kemampuan yang dijadikan sasaran pokok tes.

B. Reliabilitas Soal

Reliabilitas adalah ukuran yang menunjukkan konsistensi dari alat ukur dalam mengukur gejala yang sama dilain kesempatan (Santosa, 2005)

Suatu tes yang mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi adalah tes yang dapat memberikan hasil yang tetap (reliabel). Atau dengan kata lain reliabilitas adalah ketetapan suatu tes atau ketetapan hasil suatu tes apabila diteskan pada subjek yang sama.

C. Tingkat kesukaran

Tingkat kesukaran item tes menunjukkan mutu tes tersebut. Butir-butir item tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir-butir item yang baik, apabila butir-butir item tersebut tidal terlalu sukar dan tidak terlalu mudah.

Tingkat kesukaran suatu soal dapat dihitung dengan mengguankan rumus seperti yang dikemukakan oleh Arikunto (1993) yaitu :

P = B / JS

Dimana :

  • P : Daya pembeda
  • B : Banyaknya peserta kelompok atas
  • JS : Banyaknya peserta kelompok bawah

Dengan Nilai Indeks Kesukaran sebagai berikut :

P (Tingkat Kesukaran)

 Keterangan

  • 0,00- 0,29 Soal sukar
  • 0,30-0,69 Soal sedang
  • 0,70-1.00 Soal mudah

D. Daya pembeda

Soal yang baik asalah soal yang mempnya daya pembeda,maksudnya adalah soal yang dapat membedakan antara siawa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Sehingga menurut Arikunto (1993) untuk menentukan daya beda suatu soal digunakan rumus berikut :

D= BA/JA – BB / JB

Dimana:

  • D ;Daya Pembeda
  • JA ; Banyaknya peserta kelompok bawah
  • JB : Banyaknya peserta kelompok atas
  • BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar
  • BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar

Lebih lanjut menurut Arikunto (1993) berdsarkan daya pembeda suatu soal, maka setiap soal dapat dikategorikan sebagai berikut:

Nilai Daya Beda

D (Daya Pembeda) Keterangan
0,00 ≤ D < 0,19 Jelek
0,20 ≤ D < 0,39 Cukup
0,40 ≤ D < 0,69 Baik
0,70 ≤ D < 1,00 Baik sekali

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis perbedaan rata-rata dengan menggunakan rumus t tes. Dalam hal ini yang akan di uji adalah perbedaan dua rata-rata, yaitu rata-rata hasil belajar siswa yang diberi Model quantum learning dengan teknik mind mapping dan rata-rata hasil belajar siswa yang tidak diberi Model quantum learning dengan tehnik mind mapping.

DAFTAR PUSTAKA

DePorter, Hernacki. 2002, Quantum Learning. Jakarta: Kaifa.Echols,

Meier. 2002, The Accelerated Learning. Jakarta.: Kaifa.

DePorter, B., Readon, M., and Nourie, S.S. 2001. Quantum Teaching. (Alihbahasa: Ary Nilandari). Bandung: Mizan.

Septiawan Santana Kurnia. 2008. Editorial Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, www.depdiknas.go.id

Shertian, 2000, Konsep Dasar dan Teknik Supervise Pendidikan Dalan Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta

Ari Kuntoro S, 1993, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta

Sudjana N, 2006, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, PT Rosdakarya, Bandung

Sudjana N, 1996, Model Statistic, Tarsito, Bandung

Sudijono A 2006, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, PT Raja Grafido Persada

Ahmad dan joko, 1997, Model Belajar Mengajar, Pustaka Setia, Bandung

Slameto, 2003, Belajar Dan Daktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta

Arikunto, S. 1985. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Porter. De Bobbi dan Hernacki. 1999. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Kaifa : Bandung