Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Contoh Paper Nutrisi Ikan

 TUGAS PAPER NUTRISI IKAN

(IKAN BELIDA (Chitala lopis)


 

BAB l

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Ikan belida (Chitala lopis) mempunyai posisi strategis sebagai lambang budaya dan bahan makanan di beberapa daerah di Sumatera Selatan (Ondara dan Dharyati 1993) dan Kalimantan. Populasinya di alam, khususnya Sumatera Selatan sudah terancam kelestariannya (Pollnac dan Malvestuto 1991).

Penyebabnya adalah penangkapan lebih dan atau perubahan kondisi lingkungan perairan (FAO/UNEP 1991). Domestikasi ikan belida telah dirintis sejak awal tahun 1980, namun baru mencapai tingkat pemijahan ikan secara alami pada musimnya di kolam (Wahyutomo et al. 2005).

Salah satu faktor penyebab ikan belida tidak dapat memijah adalah ketersediaan pakan di kolam tidak mencukupi kebutuhan perkembangan gonad ikan. Di alam, ikan cenderung memilih jenis pakan yang disukai sesuai dengan kebutuhannya. Jenis pakan yang dimakan lebih dari satu, dari yang terbesar hingga terkecil. 

Fungsi pakan tersebut adalah untuk menyediakan protein dan asam amino penting, lemak dan asam lemak penting, serta berbagai vitamin dan mineral. Kecukupan dan kesimbangan gizi sesuai dengan kebutuhan ikan tersebut menjamin pertumbuhan ikan secara normal. Aktivitas mencari makan pada ikan karnivora seperti ikan belida meningkat pada malam hari. Selama malam hari yang mana tidak ada proses fotosintesis, hanya ikan karnivora yang mempunyai peluang mendapatkan makanannya. Biasanya, ikan pada kondisi tidak aktif atau lemah mudah dimangsa oleh ikan karnivora.

Salah satu cara yang sangat tepat dilakukan agar kelestarian ikan belida dari alam dapat terjaga dan kebutuhan masyarakat terhadap ikan tersebut juga dapat terpenuhi adalah dengan menemukan teknologi pembenihan yang tepat melalui pemijahan semi buatan untuk menghasilkan benih yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya, yang selanjutnya melakukan teknologi budidaya yang tepat untuk memproduksi ikan belida ukuran besar siap dikonsumsi sehingga tidak lagi tergantung dari hasil tangkapan di alam. Oleh sebab itu, buku dengan judul “Teknologi Pembenihan dan Budidaya Ikan Belida (Notopteru notopterus, Pallas 1769)” ini perlu disusun

2. Tujuan

  1. Mengetahui cara pembenihan ikan Belida
  2. menambah informasi tentang sifat pertumbuhan dan kebiasaan makannya
  3. sebagai acuan atau referensi berbisnis
  4. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik genetik ikan Belida (Chitala lopis)
  5. Untuk Mengetahui nutrisi apa saja yang diberikan pada larva, benih dan induk ikan belida
  6. Mengetahui kelestarian ikan belida didaerah masyarakat sekitar
  7. untuk mengkaji beberapa aspek biologi reproduksi ikan Belida
  8. untuk mengetahui teknik pemijahan ikan belida (Chitala lopis) dari proses prapemijahan hingga pasca pemijahan di hatchery

3. Manfaat

  1. diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai karakteristik genetik ikan Belida
  2. dapat mengetahui nutrient yang diberikan kepada larva ikan belida
  3. dapat mengetahui nutrient yang diberikan kepada benih ikan belida
  4. dapat mengetahui nutrient yang diberikan kepada induk ikan belida
  5. mengetahui karakteristik jenis pakan apa yang dipilih ikan belida
  6. mengetahui pemijahan ikan belida

 

BAB ll

PEMBAHASAN 

A. Kebutuhan nutrient pada larva, benih, dan induk ikan belida

1. Nutrient induk ikan belida

Pematangan Induk Ikan belida yang telah berhasil didomestikasi selanjutnya dilakukan proses pematangan gonad. Proses pematangan gonad ikan dilakukan dengan memelihara ikan belida dalam keramba ukuran 1x1x1 m yang dipasangan dalam kolam ukuran 3x2x1,5 m Selama proses pematangan, ikan diberi pakan berupa ikan rucah atau benih ikan lele dan pellet+vit. E. Proses pematangan gonad dievaluasi setiap dua minggu sekali. Evaluasi proses pematangan gonad dilakukan dengan melihat kondisi ikan yang dipelihara dan menentukan tingkat kematangan gonadnya.

Hasil pematangan induk ikan belida yang diperoleh berkisar antara 3-10 ekor. Hasil tingkat pematangan gonad ikan belida tertinggi diperoleh pada padat tebar 15 ekor dengan pakan ikan rucah dengan jumlah 10 ekor (6 ekor betina dan 4 ekor jantan). Untuk lebih jelasnya pencapaian tingkat kematangan (TKG IV) induk ikan belida Tingginya pencapaian kematangan gonad (TKG IV) yang diperoleh pada perlakuan padat tebar 15 ekor yang diberi pakan ikan rucah ini disebabkan karena ikan belida lebih menyukai ikan rucah dibandingkan pakan buatan (pellet). Hal ini didasari oleh pengamatan respon ikan terhadap pakan yang diberikan. 

Ikan belida lebih kuat respon nya terhadap pakan yang diberikan berupa ikan rucah dibandingkan pakan pellet + vitamin E. Hal ini diduga karena ikan yang digunakan merupakan ikan yang diperoleh dari alam dan masih memiliki sifat alami untuk memakan pakan alami.

Ikan belida di alam merupakan ikan yang karnivora dan aktif mencari makan pada malam hari (Norhidayah, et. al., 2016). Selanjutnya Sunarno (2015) menyatakan bahwa perkembangan telur ikan belida bergantung kepada kecukupan dan keseimbangan nutrien pakan yang diterima serta kondisi klimatologis. Hasil pengamatan kematangan gonad ikan (TKG IV) yang dilakukan setiap dua minggu sekali selalu diperoleh ikan belida yang matang gonad dimulai pada minggu ke empat pemeliharaan. Perbedaan jumlah ikan belida matang gonad pada tiap minggu pengamatan tidak tinggi. 

Hal ini mengindikasikan bahwa ikan belida melakukan pemijahan tidak pada waktu tertentu. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Gustomi et. al., (2016) bahwa berdasarkan pengamatan terhadap kematangan gonad ikan belida di kolam bendungan simpur diperoleh hasil bahwa ditemukannya ikan belida matang gonad pada setiap bulan pengamatan.

Di alam, ikan cenderung memilih jenis pakan yang disukai sesuai dengan kebutuhannya. Jenis pakan yang dimakan lebih dari satu, dari yang terbesar hingga terkecil. Fungsi pakan tersebut adalah untuk menyediakan protein dan asam amino penting, lemak dan asam lemak penting, serta berbagai vitamin dan mineral. Kecukupan dan kesimbangan gizi sesuai dengan kebutuhan ikan tersebut menjamin pertumbuhan ikan secara normal (Sunarnp dan Syamsunarno, 2015). 

Kebutuhan ikan usia muda terhadap makanan cukup tinggi yang berguna untuk bertahan hidup dan melangsungkan pertumbuhannya sehingga faktor kondisi ikan yang berukuran kecil relatif tinggi dan akan menurun ketika ikan bertambah besar (Patulu dalam Effendie 1997).

Ikan belida merupakan ikan karnovora atau pemakan daging. Di perairan umum ikan belida memakan serangga, ikan-ikan kecil, udang, cacing dan organisme hewani lainnya. Ikan dari kelompok ikan kecil merupakan makanan utama ikan belida (Wibowo et. al.)

Ikan belida merupakan ikan yang aktif mencari makan pada malan hari (nocturnal). Hasil pematangan induk ikan belida yang diperoleh berkisar antara 3-10 ekor. Hasil tingkat pematangan gonad ikan belida tertinggi diperoleh pada padat tebar 15 ekor dengan pakan ikan rucah dengan jumlah 10 ekor (6 ekor betina dan 4 ekor jantan). 

Tingginya pencapaian kematangan gonad (TKG IV) yang diperoleh pada perlakuan padat tebar 15 ekor yang diberi pakan ikan rucah ini disebabkan karena ikan belida lebih menyukai ikan rucah dibandingkan pakan buatan (pellet). 

Hal ini didasari oleh pengamatan respon ikan terhadap pakan yang diberikan. Ikan belida lebih kuat responnya terhadap pakan yang diberikan berupa ikan rucah dibandingkan pakan pellet + vitamin E. Hal ini diduga karena ikan yang digunakan merupakan ikan yang diperoleh dari alam dan masih memiliki sifat alami untuk memakan pakan alami. Ikan belida di alam merupakan ikan yang karnivora dan aktif mencari makan pada malam hari (Norhidayah, et. al., 2016). 

Selanjutnya Sunarno (2015) menyatakan bahwa perkembangan telur ikan belida bergantung kepada kecukupan dan keseimbangan nutrien pakan yang diterima serta kondisi klimatologis.

Nilai fekunditas ikan belida yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan tidak jauh berbeda dengan fekunditas ikan belida yang terdapat di kolam bendungan simpur yaitu berkisar antara 1.052 sampai 6057 butir (Gustomi et. al., 2016), namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan ikan belida (Notopterus notopterus) di Bung Lahan Provinsi Chaiyapum, Thailand yang diperoleh fekunditasnya 246-989 butir pada ikan belida matang gonad (Jantrachit dan Nuangsit, 2008). 

Adjie et. al., (1999) menyatakan bahwa Fekunditas ikan belida rendah jika dibandingkan dengan ikan lainnya. Ikan belida jenis Notopterus notopterus memiliki nilai fekunditas yang lebih rendah jika dibandingkan ikan belida jenis Chitala chitala yang telurnya mencapai 11.972 butir (Wibowo et. al., 2010).

2. Nutrient larva ikan belida

Larva adalah fase yang dimulai sejak larva menetas sampai terbentuknya organ-organ dengan sempurna yang sama dengan ikan dewasa (induknya). Larva dibagi menjadi dua bagian yang disebut dengan prelarva dan post larva. 

Pemeliharaan larva ikan belida yang diperoleh dari hasil pemijahan alami atau pemijahan semi buatan dapat dilakukan dalam wadah penetasan. Larva yang telah menetas tidak akan menempel lagi terhadap substrat penempelan telur. Telur yang tidak menetas akan membusuk dan merusak kualitas air yang ada di dalam wadah. Oleh karenanya, telur yang tidak menetas dikeluarkan dengan hati-hati bersamaan dengan mengeluarkan substrat penempelan telur. Kordi (2012), karena ikan belida merupakan ikan yang kanibal, maka di wadah pemeiharaan dimasukkan shelter sebagai wadah sembunyi ikan.

Pada masa awal setelah penetasan ikan belida tidak akan memakan pakan dari luar karena belum memiliki bukaan mulut dan alat pencernaan yang sempurna. Masa awal setelah penetasan larva akan memanfaatkan kuning telur yang ada pada dirinya sebagai sumber energi untuk tumbuh dan berkembang. Larva ikan belida mulai memakan pakan dari luar setelah umur 3-5 hari. Pemberian pakan awal pada larva harus tepat jenis dan waktu. Sebab bukaan mulut larva yang masih kecil menyebabkan larva tidak bisa mengkonsumsi semua jenis pakan. Ketika kuning telur pada larva sudah habis, larva tidak akan memiliki nutrisi untuk diserap untuk dijadikan energi dan tumbuh kembang.

Apabila pada masa ini larva tidak diberikan pakan, maka larva akan mulai lemah dan menyebabkan kematian pada larva. Kordi (2012) menyebutkan pemberian pakan sudah harus dimulai sebelum umur ikan 3 hari. Pakan yang diberikan kepada larva ikan belida dapat berupa artemia atau kutu air (Dahpnia).

Pakan yang diberikan haruslah mencukupi kebutuhan semua larva dan tidak boleh berlebihan. Selain mencukupi, pakan yang diberikan hendaknya steril dari bibit penyakit. Hal ini dapat dilakukan dengan mencuci artemia dengan air bersih sebelum diberikan kepada larva. 

Setelah berumur 12 hari pakan larva dapat diganti dengan menggunakan cacing sutera (Tubifex sp). Pemeliharaan larva dapat dilakukan selama 30 hari untuk mencapai ukuran 3-5 cm.

B. Pemijahan

Usaha pengembangan perikanan budidaya tidak terlepas dari tahap pembenihan atau penge mbangbiakan jenis- jenis komoditas unggulan tertentu yang merupakan titik awal dalam usaha budidaya yang menyangkut ketersediaan benih yang berkualitas dan berkuantitas (Firmansyah, 2013). Selama ini ikan belida diperoleh dengan cara menangkapnya di alam, sehingga dikwatirkan suatu saat produktivitasnya akan menurun. Mengantisipasi hal tersebut, maka sudah saatnya dilakukan usaha pembenihan dan budidaya.

ikan belida agar mampu diandalkan untuk meningkatkan produksi. Keberhasilan suatu usaha pemijahan ikan dipengaruhi oleh faktor –faktor seperti kematangan ikan yang akan dipijahkan, makanan yang diberikan selama pemeliharaan dan kondisi lingkungan. Pemijahan adalah proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan sperma oleh induk jantan yang kemudian diikuti dengan perkawinan. Pemijahan sebagai salah satu proses dari reproduksi merupakan mata rantai siklus hidup yang menentukan kelangsungan hidup spesies (Sinjal, 2014)

Menurut Cholik et al.,(2005) ikan belida memijah pada musim penghujan, Indeks kematangan gonad dipengaruhi oleh perkembangan gonad, karena bertambahnya berat gonad akan dibarengi dengan bertambahnya diameter telur, sehingga menyebabkan bertambahnya nilai IKG. Untuk mengatasi masalah yang timbul dan untuk meningkatkan produksi khususnya pembudidaya ikan belida maka perlu ditingkatkan usaha budidaya yang lebih intensif.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan proses pemijahan sehingga dapat dihasilkan benih ikan belida yang baik dimana jumlah, mutu dan waktu penyediaannya dapat diatur sesuai yang diinginkan (Sinjal, 2014).

Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui teknik pemijahan ikan belida (Chitala lopis) dari proses prapemijahan hingga pasca pemijahan di hatchery Dinas Perikanan Kabupaten Seruyan.

a. Teknik pemijahan ikan belida

1. Persiapan Media

Persiapan media untuk pemijahan dimulai dengan membersihkan kolam bak fiber berbentuk bundar dengan berukuran diameter 200 cm dan tinggi 80 cm dilengkapi dengan saluran pembuangan air. Bak fiber dipasang waring atau hapa diatas bak fiber guna mencegah ikan belida keluar pada saat pemijahan. Bak fiber diberikan label dan mengisi air dengan ketinggian 50 cm yang berasal dari sungai seruyan.

Didalam kolam pemijahan dimasukkan substrat pemijahan sebagai tempat penempelan telur berupa papan ulin ukuran lebar 50 cm dan tinggi 40 cm. Wadah untuk pemeliharaan larva menggunakan media aquarium berukuran 65x40x45 cm.

2. Persiapan Induk

Induk ikan belida yang digunakan berasal dari hasil pemeliharaan Dinas Perikanan Kabupaten Seruyan yang sudah melalui proses penjinakan dengan pemberian pakan kaya protein dengan takaran pemberian pakan yang memadai. Dalam proses pematangan gonad induk ikan belida diberi pakan udang segar dengan dosis 5-7% per hari, pakan tersebut diberikan dua kali dalam 1 hari yaitu pagi dan sore.

3. Seleksi Induk Ikan Belida

Menurut Wahyutomo dkk., (2004),berdasarkan pengamatan yang dilakukan dalam kegiatan rekayasa pematangan gonad dan pemijahan ikan belida,karakteristik atau ciri-ciri induk belida betina adalahalat kelamin berbentuk bulat, Sirip perut relatif pendek dan tidak menutupi urogenital, ukuran badan relative lebih besar, pada saat matang gonad, bagian perut membesar dan kelamin memerah, sangat baik untuk dijadikan induk berukuran 2 –7 kg. Sedangkan induk jantan alat kelamin tipis dan berbentuk tabung, sirip perut relatif lebih panjang dan menutupi urogenital, ukuran badan relatif lebih kecil, pada saat siap pijah alat kelamin memerah dan bila diurut keluar cairah putih keruh, sangat baik untuk dijadikan induk berukuran 1,5 –5 kg.

4. Prosedur Pemijahan Alami

Belida dapat memijah secara alami dikolam pemijahan. Induk yang matang gonad yang ditandai pada gambar dimasukkan kedalam kolam pemijahan secara berpasangan dengan kepadatan 2 m2/ pasang. 

Didalam kolam pemijahan dimasukkan substrat pemijahan sebagai tempat penempelan telur. Substrat pemijahan berupa papan ulin ukuran lebar 50 cm dan tinggi 40 cm yang dipasang vertikal. Papan substrat diberi tali sehingga mudah diangkat untuk pengontrolan dan pemindahan telur. Kedalaman air bak fiber sekitar 50 cm dalam kondisi mengalir perlahan untuk menjaga kualitas air tetap optimal dengan pemberian pakan tepat mutu dan tepat jumlah untuk mempercepat pemijahan. Papan substrat harus dikontrol tiap 2-3 hari sekali. Bila papan telah ditempeli telur, segera diangkat dan dibersihkan, selanjutnya dimasukan kedalam bak/ akuarium penetasan telur.Gambar 1. Telur Ikan Belida Hasil Pemijahan Alami

5. Prosedur Pemijahan Secara Semi Buatan

Begitu ikan yang terbaik diseleksi, diisolasi dan induk ikan lainnya dilepaskan kembali tempat pemeliharaannya, proses kawin suntik bisa dimulai. Istilah ikan betina yang “matang” berarti bahwa pertumbuhan oosit telah tercapai dan pematangan akhir oosit serta ovulasi bisa dilakukan melalui stimulasi hormon yang memadai. Jika rekomendasi sudah diterapkan ikan sudah harus ditimbang dan diisolasi dalam tempat yang aman. Ini akan memberikan waktu untuk menghitung kuantitas hormon yang tepat sesuai dengan dosis yang disarankan, kemudian baru melakukan penyuntikan hormon dilakukan.

Penanganan injeksi tanpa pembiusan bisa dibenarkan sejauh ikan tetap aman dalam tempat penyimpanannya. Kemudian bungkus secara perlahan dengan handuk dan usahakan tetap di dalam air. Hanya pada bagian punggung ikan yang dapat terlihat dari permukaan air untuk memudahkan pemberian injeksi hormon Injeksi harus dilakukan secara bertahap. Untuk lebih memudahkan agar cairan bisa masuk ke dalam jaringan otot, tunggu beberapa saat dan kemudian tarik jarum injeksi secara perlahan.

Setelah memastikan tidak ada cairan hormon yang keluar dari lubang injeksi, ikan bisa dilepas kembali ke dalam tempat pemeliharaannya, lalu kemudian diamati selama beberapa saat untuk memastikan bahwa tingkah laku ikan terlihat normal.Setelah dilakukan penyuntikan, jumlah induk dimasukkan ke dalam media pemijahan secara bersamaan, yaitu dengan perbandingan 1 jantan : 1 betina didalam satu wadah. 

Setelah induk dimasukan tutup bak dengan waring agar ikan tidak melompat keluar selama proses pemijahan.Gambar 2. Telur Ikan Hasil Pemijahan Semi buatanPapan substrat juga harus dikontrol tiap1-2 hari sekali. Bila papan telah ditempeli telur, segera diangkat dan dibersihkan, selanjutnya dimasukan kedalam bak/ akuarium penetasan telur. 

6. Waktu Laten Pemijahan Ikan Belida

Waktu Laten atau waktu ovulasi yaitu selisih waktu dari saat penyuntikan akhir sampai proses keluarnya telur. Waktu laten pada pemijahan ikan belida berkisar antara 1500-1620 menit. Dari hasil kajian ini menunjukkan bahwa induk ikan belidayang disuntik dengan dosis ovaprim 0,5 ml/kg berat badan ikan dapat menyebabkanpeningkatan konsentrasi hormon gonadotropin didalam darah sehingga dapat merangsang perkembangan telur dan mempercepat proses pemijahan ikan.

7. Fekunditas

Menurut Fujaya (1999),induk ikan yang disuntik dengan hormon hipofisa, penyuntikkan hormon LH-RH,dan lain-lain dapat menambah atau meningkatkan konsentrasi hormon gonadotropin dalam darah sehingga mampu menginduksi perkembangan telur dan pemijahan. Sedangkan induk ikan yang tidak diberikan dosis ovaprim akan terjadi kelambatan dalam proses pemijahan, hal ini dikarenakan kandungan gonadotropin dalam tubuh belum cukup untuk terjadinya ovulasi, dan tidak adanya rangsangan hormonal dari luar yang dapat meningkatkan kandungan gonadotropin dalam tubuh ikan (Fujaya (1999).

Nandeesha et al.,(1990) menyimpulkan bahwa kelebihan ovaprim bila dibandingkan dengan ekstrak hipofisa adalah : memberikan daya ransang pemijahan lebih tinggi, nilai fertilitas lebih tinggi, diameter telur lebih besar, waktu latensi lebih singkat dan angka mortalitas lebih rendah. Sedangkan prostaglandin merupakan bagian dari aksi gonadotropin pada saat ovulasi atau pecahnya folikel dan selanjutnya merangsang tingkah laku memijah pada ikan betina (Lam 1985).

Peteret al.,(1988)menyatakan bahwa beberapa kriteria untuk menilai efektifitas ovaprim ialah dengan melihat tinggi rendahnya tingkat keberhasilan pemijahan dan lama tidaknya interval waktu antara pemijahan dan penyuntikkan terakhir. Dalam proses pemijahan tersebut telur-telur menempel pada subtrat berupa akar kayu atau batu yang terendam di dalam air. Pengeluaran telur oleh betina bersamaan dengan pengeluaran sperma oleh ikan jantan, dengan demikian pembuahan terjadi di dalam airatau di luar tubuh. Daya rekat telur pada substrat akan bertahan kuat sampai larva menetas

Perhitungan fekunditas secara tidak langsung dapat menaksir jumlah anakan ikan yang dihasilkan dan akan menentukan jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan. Dalam hal ini ada hubungan yang sangat erat dengan strategi reproduksi dalam rangka mempertahankan kehadiran spesies itu di alam (Effendi, 1997).

Berdasarkan hasil dari kegiatan dari pemijahan alami didapatkan fekunditas 18 butir dan pemijahan semi buatan didapatkan fekunditas sebanyak 190 butir telur. Jumlah ini relatif kecil dikarenakan ukuran induk yang memijah berukuran 3 kg dan induk ini merupakan induk yang pertama kali memijah. Hasil kegiatan ini masih dibawah penelitian yang dilakukan oleh BBAT Mandiangin tahun 2015 dengan fekunditas rerata sebesar 228 butir/ induk dan penelitian Setijaningsih et al., (2018)sebanyak 225-932 butir.

Menurut Nurman (1998),bahwa fekunditas dipengaruhi oleh ukuran ikan (panjang dan berat) dan umur. Ikan yang memiliki ukuran besar cenderung memiliki fekunditas lebih besar daripada ikan yang berukuran kecil.

8. Diameter Telur

Diameter telur yang merupakan salah satu ukuran telur adalah akumulasi dari proses vitelogenesis, yaitu : penyerapan vitelogenin yang merupakan bakal kuning telur. Bertambahnya granula kuning telur dalam jumlah dan ukuran sehingga menyebabkan volume oosit akan semakin besar sampai pada ukuran maksimum maka telur berada pada fase “dorman”.Kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor internal dan faktoreksternal. Faktor internal meliputi umur induk, ukuran induk dan genetika. Faktor eksternal meliputi pakan, suhu, cahaya, kepadatan, dan populasi. Genetika induk ikan mempengaruhi telur yang dihasilkan. Dua faktor internal genetikyang mempengaruhi mutu telur adalah umur induk dan ukuran.

Beberapa penelitian menunjuk kan bahwa ikan betina memijah pertama kali menghasilkan telur berdiameter kecil. Diameter telur meningkat dengan jelas ketika pemijahan kedua dan laju peningkatan ini lebih lambat pada pemijahan-pemijahan selanjutnya (Basri, 2002).

Berdasarkan hasil dari kegiatan ini, diameter telur ikan belida berukuran 2,4- 2,7 mm lebih kecil dibandingkan dengan hasil pemijahan yang dilakukan oleh Setijaningsih et al., (2018)yaitu 3,2-3,8 mm. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa telur yang berukuran besar menghasilkan kelangsungan hidup yang lebih tinggi. Unus (2009) mengemukakan bahwa semakin besar ukuran diameter telur akan semakin baik, karena dalam teler tersebut tersedia makanan cadangan sehingga larva ikan akan bertahan
lama.larva yang berasal dari telur yang besar memiliki keuntungan karena memiliki cadangan kuning telur yang lebih banyak sebagai sumber energy sebelum memperoleh makanan dari luar. Ukuran diameter telur dapat menentukan kualitas yang berhubungan dengan kandungan kuning telur dimana telur yang berukuran besar juga dapat menghasilkan larva yang berukuran besar.

9. Derajat Pembuahan

Menurut Nurman (1998),bahwa pembuahan adalah proses terjadinya pertemuan antara spermatozoa dengan sel telur. Proses pembuahan pada seltelur sangat dipengaruhi oleh kualitas telur, kualitas sperma dan kecepatan sperma untuk bergerak spontan sehingga mampu masuk ke dalam lubang mikrofil pada sel telur.

Selanjutnya Masrizal dan Efrizal (1997)menambahkan tingginya tingkat pembuahan dikarenakan pergerakan spermatozoa yang semakin aktif.Hasil kegiatan yang dilakukan menunjukan hasil derajat pembuahan dengan pemijahan alami 83% dan hasil pemijahan secara semi buatan sebesar 74,73%. 

Hasil ini lebih besar dari penelitian Setijaningsih et al., (2018)sebesar 40 % dan hasil penelitian dari BBAT Mandiangin sebesar 65%. Selama fertilisasi dan aktivasi, pada telur-telur ikan teleosteiterjadi reaksi kortikal. Alveoli kortikal melebur dan melepaskan kandungannya (koloids) dari lapisan kortikal, dan selanjutnya memulai pembentukan ruang perivitelin (Ye et al.,2009).

Kortikal alveoli muncul setelah terjadinya fertilisasi dan reaksi kortikal yang tidak lengkap menunjukkan kualitas telur yang jelek. Tidak lengkapnya proses aktivasi ini menyebabkan ruang perivitelin sempit sehingga diameter telur tidak berkembang. 

Derajat pembuahan juga dipengaruhi oleh kualitas air, terutama suhu pada media pemijahan artinya suhu relatif stabil dan sesuai dengan kebutuhan sehingga pembuahan dapat berlangsung dengan optimal. Telur yang dikeluarkan oleh ikan bentuknya tidak teratur, setelah masuk ke dalam air akan menjadi bulat dan menggelembung dalam waktu yang cepat. Air masuk ke dalamnya diantara chorin(kulit telur) dan isi telur membentuk ruang yang disebut ruang perivitella. Sperma akan masuk ke dalam untuk membuahi inti telur dan selanjutnya inti telur akan tertutup dalam waktu singkat. Lamanya penutupan tergantung dari jenis ikan (Satyarani, 2008).

10. Derajat Penetasan

Penetasan adalah perubahan intracapsular (tempat yang terbatas) ke fase kehidupan, hal ini penting dalam perubahan-perubahan morfologi hewan. Penetasan merupakan saat terakhir masa pengeraman sebagai hasil beberapa proses sehingga embrio keluar dari cangkangnya.

Hasil dari kegiatan menunjukan nilai derajat penetasan dengan pemijahan alami sebesar 60% dan pemijahan secara semi buatan sebesar 56,33% lebih kecil dari penelitian Setijaningsih et al., (2018)sebesar 75% dan hasil dari BBAT Mandiangin sebesar 72,2%. Semakin aktif embrio bergerak maka akan semakin cepat terjadinya penetasan. Aktifitas embrio dan pembentukan chorionase oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam antara lain hormon dan volume kuning telur. Pengaruh hormon misalnya adalah hormone yang dihasilkan oleh kalenjer hipofisa dan tyroid yang berperan dalam proses metamorfosa, sedangkan volume kuning telur berhubungan dengan perkembangan embrio (Kamler, 1992).

Pada hari pertama menetas, larva ikan belida masih memiliki kuning telur yang besar sehingga tidak perlu diberikan makan. Pada hari pertama bintik mata belum kelihatan, peredaran darah cepat, dan pergerakannya masih lambat. Pada hari kedua, kuning telur masih besar, bintik mata sudah kelihatan tetapi masih titik kecil, dan pergerakannya masih lambat. Pada hari ketiga kuning telur sudahmengempis, bintik mata sudah kelihatan jelas, bentuk badan dan kepala semakin jelas, sirip sudah kelihatan jelas, peredaran darah semakin cepat, dan juga pergerakan semakin cepat. Setelah 72 jam dari menetasatau memasuki hari keempat, larva sudah tidak memiliki cadangan makanan lagi artinya perut mereka sudah kosong.

 

BAB lll

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ikan belida merupakan ikan karnovora atau pemakan daging. Di perairan umum ikan belida memakan serangga, ikan-ikan kecil, udang, cacing dan organisme hewani lainnya. Ikan dari kelompok ikan kecil merupakan makanan utama ikan belida, Ikan belida merupakan ikan yang aktif mencari makan pada malan hari (nocturnal).

Ikan belida (Chitala lopis) mempunyai posisi strategis sebagai lambang budaya dan bahan makanan di beberapa daerah, Salah satu cara yang sangat tepat dilakukan agar kelestarian ikan belida dari alam dapat terjaga dan kebutuhan masyarakat terhadap ikan tersebut juga dapat terpenuhi adalah dengan menemukan teknologi pembenihan yang tepat melalui pemijahan semi buatan untuk menghasilkan benih yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya, yang selanjutnya melakukan teknologi budidaya yang tepat untuk memproduksi ikan belida ukuran besar siap dikonsumsi sehingga tidak lagi tergantung dari hasil tangkapan di alam.

B. Saran

Agar Dapat memberikan hal yang baik kepada pembaca, Dapat memberikan informasi- informasi terbaru melalui media,majalah maupun buku , Penyusunan suatu proposal yang digunakan sebagai rancangan atau sebagai prasyaratan pengajuan kegiatan hendaknya dapat mewakili terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan sehingga ketika ada orang lain yang membaca akan segera memahami bentuk kegiatan yang akan Dilaksanakan. Seperti yang diketahui pada bab ini bahwa nutrisi pakan ikan masih kurang lengkap dan masih perlu banyak referensi lain. 

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, S. & A. D. Utomo. 1994. Aspek biologi ikan belida (Notopterus chitala) di Sungai Lempuing, Sumatera Selatan. Prosiding Seminar PPEHP Perikanan Perairan Umum. Palembang. Hal: 174-177.

Adjie, S., Husnah, & Gaffar, A.K. (1999). Studi biologi ikan belida Notopterus chitala di daerah aliran Sungai Batanghari Provinsi Jambi. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 5(1), 38-43.

Balai Benih Ikan Air Tawar (BBAT) Mandiangin. 2009. Budidaya Ikan Belida (Chitala lopis) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan.

Bappeda Kabupaten Seruyan, 2018. Kajian Teknik Pemijahan dan Pemeliharaan Benih Ikan Belida (Chitala lopis). Kuala Pembuang.

Effendie, M. I. 1992. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Agromedia., Bogor. 

Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka. Nusatama. Bogor.

Gustomi A, Sulistiono, dan Yonvitner. 2016. Biologi Reproduksi Ikan Belida (Notopterus Notopterus Pallas, 1769) di Kolong-Bendungan Simpur, Pulau Bangka. Jurnal Penelitian Pertanian Indonesia. Vol. 21 (1): 56-62

Kristanto, A.H., Nuryadi, Yosmaniar, & Sutrisno. (2008). Perkembangan telur dan sperma induk ikan belida Notopterus chitala yang dipelihara di kolam. Jurnal Riset Akuakultur, 3(1), 73-82.

Lestari, M. (2010). Biologi reproduksi ikan belida (Chitala lopis) di daerah aliran Sungai Kampar, Riau. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor, 60 hlm.

Madang, K. (1999). Morfologi habitat dan keragaman genetik kerabat ikan belida di perairan Sumatera Selatan. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.