Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengembangan e-LKPD Berbasis Problem Solving BAB 2

Pengembangan e-LKPD Berbasis Problem Solving BAB 2 ini merupakan contoh skripsi kimia lengkap dengan judul Pengembangan e-LKPD Berbasis Problem SolvingPengembangane-LKPD Berbasis Problem Solving Pada Materi Kesetimbangan Kimia di SMAN 2 Kota jambi. Jika anda baru berkunjung ke web pintudunia ini silahkan anda baca Pengembangan e-LKPD Berbasis Problem Solving BAB I

Skripsi kimia dengan judul Pengembangan e-LKPD Berbasis Problem Solving ini juga telah kami berikan artikel lengkap nya dengan judul artikel Artikel Pengembangan e-Lkpd Berbasis Problem Solving. Semoga contoh lengkap skripsi kimia ini bisa bermanfaat dan kontak admin pintu dunia jika ada yang ingin anda tanyakan.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Pengembangan 

Secara sederhana R&D bisa didefinisikan sebagai metode penelitian yang secara sengaja, sistematis, bertujuan/diarahkan untuk mencari temukan, merumuskan, memperbaiki, mengembangkan, menghasilkan, menguji keefektifan produk, model, metode/strategi/cara, jasa, prosedur tertentu yang lebih unggul, baru, efektif, efesien, produktif, dan bermakna.

Penelitian R&D juga disebut penelitian dan pengembangan eksperimental, terdiri dari pekerjaan kreatif “dilakukan secara sistematis untuk meningkatkan perbendaharaan pengetahuan termasuk pengetahuan manusia, budaya, dan masyarakat dan penggunaan pengetahuan ini merupakan jalan untuk merancang aplikasi baru” (OECD 2002: 30).

Menurut Goll, Gall & Borg dalam “Educational Research” (2003) menjelaskan: R&D dalam pendidikan adalah sebuah model pengembangan berbasis industry di mana temuan penelitian digunakan untuk merancang produk dan prosedur baru, yang kemudian secara sistematis diuji di lapangan, dievaluasi, dan disempurnakan sampai mereka memenuhi kriteria tertentu, yaitu efektivitas, dan berkualitas. 

Penelitian pengembangan merupakan penelitian yang dihubungkan pada kerja rancangan dan pengembangan. Penelitian pengembangan berorientasi pada produk. Penelitian pengembangan merupakan satu jenis penelitian yang memiliki tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, teori pendidikan yang sudah ada, atau menghasilkan suatu produk dibidang pendidikan (Sukardjo, 2009).

2.2 Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan

Tahapan R&D dimulai dengan mengembangkan ide. Mereka dapat bertemu untuk bertukar pikiran, berbicara tentang berbagai isu dalam bidang mereka dan produk yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bidang-bidang tertentu yang menjadi perhatian. Umumnya, setelah ide-ide besar dihasilkan, staf mulai menyaring melalui identifikasi ide-ide potensial yang harus dieksplorasi lebih lanjut. Ini mungkin termasuk penelitian produk dan teknologi yang sudah ada untuk menentukan seberapa layak suatu ide, apakah ide tersebut asli, dan seberapa baik kemungkinan ide tersebut dapat diterima. Penelitian dan pengembangan bersifat longitudinal (bertahap bias multy years). 

Secara ringkas penjelasan Sugiyono (2012) adalah sebagai berikut:

  1. Potensi dan masalah; R&D dapat berangkat dari adanya potensi dan masalah.
  2. Pengumpulan informasi; setelah potensi dan masalah dapat ditunjukkan
  3. Secara faktual, selanjutnya perlu dikumpulkan berbagai informasi yang dapat digunakan sebagai bahan untuk perencanaan.
  4.  Desain produk; adalah hasil kakhir dari serangkaian penelitian awal, dapat berupa rancangan kerja baru, atau produk baru.
  5. Validasi desain; proses untuk menilai apakah rancangan kerja baru atau produk baru secara rasional lebih baik dan efektif dibandingkan yang lama, dengan cara meminta penilaian ahli yang berpengalaman.
  6. Perbaikan desain; diperbaiki atau direvisi setelah diketahui kelemahannya.
  7. Uji coba produk; melakukan uji lapangan terbatas dengan eksperimen.
  8. Revisi produk; direvisi berdasarkan uji lapangan/empiris.
  9. Uji coba pemakaian; dilakukan uji coba dalam kondisi yang sesungguhnya.
  10. Revisi produk; apabila ada kekurangan dalam penggunaan dalam kondisi sesungguhnya, maka produk diperbaiki.
  11. Pembuatan produk massal; setelah diperbaiki, hasil akhirnya siap diproduksi secara massal.

2.3 Model Pengembangan yang Digunakan

Model pengembangan yang digunakan oleh peneliti pengembangan adalah Model ADDIE. Peneliti memilih model ini karena dalam model ini memberi peluang untuk melakukan untuk melakukan evaluasi terhadap aktivitas pengembangan pada setiap tahap.

Model ADDIE terdiri atas lima langkah, yaitu:

  1. analisis (analyze)
  2. perancangan (design)
  3. pengembangan (development)
  4. implementasi (implementation)
  5. evaluasi (evaluation)

1. Tahap I Analisis (Analyze)

Tahap analisis (analyze) meliputi kegiatan sebagai berikut: 

a) Melakukan analisis kompetensi yang dituntut kepada peserta didik

b) Melakukan analisis karakteristik peserta didik tentang kapasitas belajarnya, pengetahuan,  keterampilan, sikap yang telah dimiliki peserta didik serta aspek lain yang terkait

c) Melakukan analisis materi sesuai dengan tuntutan kompetensi.

2. Tahap II Perancangan (Design)

Tahap perancangan (design) dilakukan dengan kerangka acuan sebagai berikut.

a) Untuk siapa pembelajaran dirancang? (peserta didik)

b) Kemampuan apa yang Anda inginkan untuk dipelajari? (kompetensi)

c) Bagaimana materi pelajaran atau keterampilan dapat dipelajari dengan baik? (strategi pembelajaran)

d) Bagaimana Anda menentukan tingkat penguasaan pelajaran yang sudah dicapai? (asesmen dan evaluasi). 

Pertanyaan tersebut mengacu pada empat unsur penting dalam perancangan pembelajaran, yaitu peserta didik, tujuan, metode, dan evaluasi (Kemp, et al., 1994).

3. Tahap III Pengembangan (Development)

Tahap ketiga adalah kegiatan pengembangan (development) yang pada intinya adalah kegiatan menerjemahkan spesifikasi desain kedalam bentuk fisik, sehingga kegiatan ini menghasilkan prototype produk pengembangan. Segala hal yang telah dilakukan pada tahap perencanaan, yakni pemilihan materi sesuai dengan karakteristik peserta didik dan tuntutan kompetensi, strategi pembelajaran yang diterapkan dan bentuk serta metode asesmen dan evaluasi yang digunakan diwujudkan dalam bentuk prototype.

Langkah pengembangan meliputi kegiatan membuat, membeli, dan memodifikasi bahan ajar atau learning material untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

4. Tahap IV Implementasi (Implementation)

Hasil pengembangan diterapkan dalam pembelajaran untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kualitas pembelajaran yang meliputi keefektifan, kemenarikan dan efisiensi pembelajaran. Protorype produk pengembangan perlu diuji cobakan secara riil di lapangan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat keefektifan, kemenarikan dan efisiensi pembelajaran.

5. Tahap V Evaluasi (Evaluation)

Tahap terakhir adalah melakukan evaluasi (evaluation) yang meliputi evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk mengumpulkan data pada setiap tahapan yang digunakan untuk penyempurnaan dan evaluasi sumatif dilakukan pada akhir program untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil belajar peserta didik dan kualitas pembelajaran secara luas.

Evaluasi terhadap program pembelajaran bertujuan untuk mengetahui beberapa hal, yaitu:

  • Sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran secara keseluruhan.
  • Peningkatan kompetensi dalam diri siswa yang merupakan dampak dari keikutsertaan dalam program pembelajaran.
  • Keuntungan yang dirasakan oleh sekolah akibat adanya peningkatan kompetensi siswa setelah mengikuti program pembelajaran.

Ditinjau dari aspek komponen, evaluasi formatif diarahkan pada evaluasi terhadap bagian-bagian tertentu dari objek evaluasi, sedangkan evaluasi sumatif mencangkup keseluruhan objek evaluasi.

 


 2.1 Penelitian yang Relevan

Dalam dunia pendidikan telah banyak penelitian tentang pengembangan baik berupa bahan ajar maupun media pembelajaran yang telah mendukung dan meningkatkan proses hingga hasil belajar menjadi lebih baik. Beberapa contoh penelitian berikut yang akan dilakukan oleh penulis.

Menurut Fitriani dan Hasan (2016) yang mengembangkan LKPD berbasis masalah yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep dan aktivitas belajar peserta didik pada materi larutan penyangga, dapat disimpulkan bahwa LKPD kimia berbasis masalah pada larutan penyangga telah dikembangkan melalui model ADDIE serta memiliki kualitas yang baik berdasarkan penilaian para ahli serta mendapat respon positif dari guru dan peserta didik.

Kemudian, menurut Febriyanti, R. (2017) yang mengembangkan LKPD digital berbasis 3D Page Flip Professional untuk pembelajaran IPA materi Hujan Asam kelas VII di SMPN 5 Kota Jambi yang bertujuan untuk mengembangkan LKPD digital berbasis 3D PageFlip Professional sebagai media berbasis multimedia untuk program non korikuler di SMPN 5 Kota Jambi.

2.2 Teori Belajar yang Melandasi Pembelajaran dengan Multimedia

Munculnya pengembangan suatu bahan ajar tidak bisa lepas dari teori belajar yang melandasinya. Ada tiga kategori utama filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar konstruktivisme.

2.2.1 Teori belajar Kognitif

Teori belajar kognitif yang sering  menjadi landasan penggunaan media adalah teori perkembangan Piaget. Pada teori ini akan ada keseimbangan antara apa yang peserta didik rasakan dengan apa yang dilihat atau pengalaman baru. Model tutorial dianggap sesuai dengan perkembangan teori kognitif Piaget.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya.

2.2.2 Teori belajar Konstruktivisme

Konstruktivisme  merupakan  salah  satu  pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses memperoleh pengetahuan diawali dengan terjadinya  konflik  kognitif, yang hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri. Pada akhir proses belajar, pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak didik melalui pengalamannya dari hasil interaktif dengan lingkungannya (Sagala, 2013 ).

Alasan menggunakan kedua teori ini  karena teori ini mempunyai karakter yang sejalan dengan pengembangan multimedia dengan asumsi:

  1. Melalui multimedia, materi pembelajaran disajikan  dengan berbagai komponen  (dengan  menggunakan  video siswa dapat belajar secara  kontekstual).
  2. Melalui multimedia, pembelajaran dapat dilakukan secara individual.
  3. Multimedia memiliki sifat interaktif.
  4. Dengan multimedia, siswa menjadi mampu untuk mengkonstruk ilmunya sendiri melalui proses pembelajaran.

Dengan demikian, diharapkan setelah menggunakan multimedia teori belajar dan pembelajaran ini siswa akan semakin aktif dan paham dengan materi pelajaran sehingga proses pembentukan pengetahuan akan lebih meningkat dan lebih rinci.

2.2.3 Teori belajar Behaviorisme

Menurut teori behavioristik, belajar adalah suatu perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Artinya seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah lakunya (Budiningsih, 2012). 

Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami seseorang dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.

Oleh karena itu, teori behavioristik menurut Sanjaya (2006) juga dikenal dengan teori Stimulus - Respon (S-R). Faktor lain yang dipandang penting oleh aliran behaviorisme ialah faktor penguatan (reinforcement), yaitu apa saja yang dapat memperkuat respons. 

Selanjutnya Budiningsih (2012) menyebutkan ada dua bentuk penguatan, yaitu penguatan positif (positive reinforcement) dan penguatan negative (negative reinforcement). Dalam hal ini diperlukan kreativitas guru dalam menjaga agar respon siswa tetap terjaga, baik dengan cara memberi atau mengurangi stimulus.

Teori behavioristik menjadi salah satu dasar yang digunakan dalam pengembangan produk LKPD digital ini. Sebagai stimulus, produk LKPD digital perlu dirancang sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan mampu respons yang kuat berupa peningkatan minat, motivasi dan keaktifan belajar peserta didik.

Teori belajar behaviorisme memandang bahwa belajar sebagai perubahan yang terjadi pada tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respon (Budiningsih, 2005). Senada dengan itu, Baharudin dan Wahyuni (2010) menyatakan bahwa teori belajar behaviorisme memandang belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respons.

Thorndike dalam (Budiningsih, 2005) mengartikan stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui indra. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atau tindakan.Sebagai contoh adalah program pembelajaran teaching machine dan pembelajaran berprogram dan program-program lain yang menggunakan konsep Stimulus-Respon serta faktor-faktor penguat. (Budiningsih, 2005).

Beberapa implikasi yang dapat diberikan oleh teori behaviorisme dalam pengembangan sumber belajar yang bersifat interaktif yaitu :

  1. Mampu mengaplikasikan konsep stimulus-respon serta faktor-faktor penguat.
  2. Mampu mengembangkan stimulus yang mungkin diberikan berupa contoh soal, latihan, kuis dan lain-lain.
  3. Mampu menganalisis respon belajar melalui jawaban siswa secara interaktif.
  4. Memberikan penguatan dengan memberikan skor atau nilai pada jawaban peserta didik yang dapat dilihat langsung dengan cara interaktif.

Teori belajar behaviorisme menjelaskan tentang peranan faktor eksternal dan dampaknya terhadap perubahan perilaku seseorang, tetapi tidak menjelaskan perubahan secara internal yang terjadi di dalam diri siswa yang berarti teori ini hanya membahas perubahan perilaku yang dapat diamati sehingga banyak digunakan untuk memprediksi dan mengontrol perubahan perilaku siswa.

2.3 Pembelajaran Kimia 

Kimia Merupakan ilmu pengetahuan yang termasuk kedalam rumpun Sains. Kimia bukan hanya kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, atau prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Ilmu kimia adalah ilmu yang berlandaskan eksperimen, oleh karena itu pembelajaran kimia di sekolah harus disertai dengan kegiatan di dalam laboratorium. Salah satu sasaran pratikum sains adalah menuntun dan melatih peserta didik untuk berpikir dari konkrit ke abstrak.

Dalam pembelajaran kimia di mana hakikat dari ilmu kimia mencakup dua hal, yaitu, Kimia sebagai Produk dan Kimia sebagai Proses. Kimia sebagai proses meliputi sekumpulan pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep dan prinsip-prinsip kimia. Kimia sebagai proses meliputi keterampilan dan sikap-sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan kimia. 

Pembelajaran kimia tidak boleh mengesampingkan keterampilan proses ditemukannya konsep-konsep kimia. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk menjelaskan konsep-konsep kimia ditempuh dengan “pendekatan proses” pendekatan ini lebih dikenal dengan pendekatan keterampilan proses. 

Media dan sumber belajar digunakan guru untuk memberi bantuan peserta didik melakukan eksplorasi dalam bentuk mengamati (observing), menghubung-hubungkan fenomena (associating), menanya atau merumuskan masalah (questioning) dan melakukan percobaan (experimenting) atau pengamatan lanjutan.

Guru Kimia seharusnya mampu membantu peserta didik untuk menyiapkan penyajian pengetahuan dengan bantuan TIK. Pembelajaran kimia untuk tiap materi pokok tertentu seharusnya diakhiri dengan tugas proyek.

Guru Kimia seharusnya mendorong, membesarkan hati, memberi bantuan secukupnya dan memfasilitasi peserta didik untuk mampu melakukan tugas proyeknya, serta membuat laporan secara tertulis. Selanjutnya, guru memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok dalam bentuk presentasi lisan atau tertulis, pameran, turnamen, festival atau ragam penyajian lainnya yang dapat menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

2.4 Media/Sumber Belajar dan Bahan Ajar

Adapun pengertian media/sumber belajar dan bahan ajar dijelaskan sebagai berikut:

2.4.1  Sumber belajar

Dalam suatu proses pembelajaran, diperlukan media sebagai alat bantu dalam penyampaian pesan dan informasi. Menurut Asyhar (2013), secara umum media pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu: (a) By design dan (b) By utilization. 

Media pembelajaran oleh design ialah media yang sejak awal sudah dirancang untuk kegiatan pembelajaran, seperti peralatan laboratorium kimia, alat peraga dan lain-lain. Di samping itu, ada banyak media yang tidak dirancang khusus untuk pembelajaran, akan tetapi dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran. Misalkan alat-alat komunikasi, objek sebenarnya (real object), multimedia sekolah dan lain-lain.

Pembelajaran di kelas tidak dapat melepaskan diri dari kehidupan di multimedia.Agar pendidikan itu lebih relevan dengan kebutuhan atau permasalahan di dalam masyarakat perlu mengakrabkan peserta didik dengan multimedia sehingga interaksi keduanya dapat berjalan dengan baik. Lebih spesifik lagi pembelajaran hendaknya membekali subjek belajar untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya di luar kelas. Untuk itu kerja lapangan dalam pembelajaran sangat membantu subjek belajar.

Sumber belajar memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan media pembelajaran. Apabila media pembelajaran kita pahami dalam arti penyalur pesan, maka tidak semua sumber belajar menjadi media belajar. Namun, sejauh media itu dapat dijadikan sumber pesan dan informasi, maka ia juga bisa dijadikan sebagai sumber belajar. Dengan kata lain setiap sumber belajar merupakan media pembelajaran, akan tetapi semua media pembelajaran dapat berfungsi sebagai sumber belajar. Karena perbedaan yang sangat tipis ini, maka dalam pemakaian kedua istilah ini seringkali dipertukarkan atau digunakan secara bersama-sama.

Dalam pembelajaran berbasis multimedia, peserta didik dapat mempelajari materi ajar yang ada dalam CD/VCD interaktif dilengkapi dengan kuis untuk latihan. Di sini, pendidikan menyusun bahan ajar dalam bentuk modul atau buku, kemudian dikonversi ke dalam bentuk atau format digital. Peserta didik juga dapat melakukan evaluasi terhadap pencapaian belajar melalui kuis yang disediakan secara interaktif.

Sebagaimana jenis bahan ajar lainnya, prinsip utama dalam pembuatan bahan ajar berbasis multimedia harus sesuai dengan sasaran dan tujuan pembelajaran serta materi ajar. Bahan ajar tersebut juga dapat berinteraksi dengan peserta didik dengan maupun tanpa bantuan guru. Artinya, bahan ajar tersebut dapat digunakan secara mandiri oleh peserta didik.

2.4.2 Bahan ajar

Pandangan dari beberapa ahli tentang istilah dari bahan ajar. Menurut National National Center for Competency Based Training (2007), bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran dikelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun tak tertulis. Pandangan dari beberapa ahli lainnya mengatakan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematik, baik tertulis maupun tidak tertulis, sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan peserta didik untuk belajar.

Kemudian, ada pula yang berpendapat bahwa bahan ajar adalah informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru atau instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. 

Pandangan-pandangan tersebut juga dilengkapi Panne (2001) yang mengungkapkan bahwa bahan ajar adalah bahan-nahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. 

Pengertian bahan ajar adalah seperangkat materi atau substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.

Dari beberapa pandangan mengenai pengertian bahan ajar tersebut, dapat kita pahami bahwa bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses pembelajaran.

1. Fungsi Pembuatan Bahan Ajar

Fungsi bahan ajar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi bagi pendidik dan fungsi bagi peserta didik.

a.  Fungsi bahan ajar bagi pendidik, antara lain :

  • Menghemat waktu pendidik dalam mengajar
  • Mengubah peran pendidik dari seorang pengajar menjadi seorang fasilitator.
  • Meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif.
  • Sebagai pedoman bagi pendidik yang akan mengarahkan semua aktivitas proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang semestinya diajarkan kepada peserta didik.
  • Sebagai alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil pemeblajaran.

b.  Fungsi bahan bagi peserta didik, antara lain:

  • Peserta didik dapat belajar tanpa harus ada pendidik.
  • Peserta didik dapat belajar kapan saja dan dimana saja ia kehendaki.
  • Peserta didik dapat belajar sesuai kecepatannya masing-masing.
  • Peserta didik dapat belajar menurut urutan yang dipilihnya sendiri.
  • Membantu potensi peserta didik untuk menjadi pelajar/mahasiswa yang mandiri.
  • Sebagai pedoman bagi peserta didik yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari atau dikuasai.

2. Fungsi Bahan Ajar Menurut Strategi Pembelajaran yang Digunakan

Berdasarkan strategi pembelajaran yang digunakan, bahan ajar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu fungsi dalam pemebelajaran klasikal, fungsi dalam pembelajaran individual, dan fungsi dalam pembelajaran kelompok.

a. Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran kalsikal

  • Sebagai satu-satunya sumber informasi serta pengawas dan pengendali proses pembelajaran (dalam hal ini, peserta didik bersifat pasif dan belajar sesuai kecepatan pendidikan dalam mengajar).
  • Sebagai bahan pendukung proses pembelajaran yang diselenggarakan.

b. Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran individual, antara lain:

  • Sebagai media utama dalam proses pembelajaran.
  • Sebagai alat yang digunakan untuk menyusun dan mengawasi proses peserta didik dalam memperoleh informasi.
  • Sebagai penunjang media pembelajaran individual lainnya.

c. Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran kelompok.

  • Sebagai bahan ajar yang terintegrasi dalam proses belajar kelompok, dengan cara memberikan informasi tentang latar belakang materi, informasi tentang peran orang-orang ynag terlibat dalam belajar kelompoknya sendiri.
  • Sebagai bahan pendukung bahan belajar utama, dan apabila dirancang sedemikian rupa, maka dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

3. Tujuan Pembuatan Bahan Ajar

Untuk tujuan pembuatan bahan ajar, setidaknya ada empat hal pokok yang melingkupinya, yaitu :

  • Membantu peserta didik dalam mempelajari sesuatu.
  • Menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar, sehingga mencegah timbulnya rasa bosan pada peserta didik.
  • Memudahkan peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran.
  • Agar kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.

4. Manfaat Pembuatan Bahan Ajar

Adapun manfaat atau kegunaan pembuatan bahan ajar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kegunaan bagi pendidik dan kegunaan bagi peserta didik.

a. Kegunaan Bagi Pendidik

Setidaknya, ada tiga kegunaan pembuatan bahan ajar bagi pendidik, diantaranya, sebagai berikut :

  • Pendidik akan memiliki bahan ajar yang dapat membantu dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
  • Bahan ajar dapat diajukan sebagai karya yang dinilai untuk menambah angka kredit pendidik guna keperluan kenaikan pangkat.
  • Menambah penghasilan bagi pendidik jika hasil karyanya diterbitkan.

b. Kegunaan Bagi Peserta Didik

Apabila bahan ajar tersedia secara bervariasi, inovatif, dan menarik, maka paling tidak ada tiga kegunaan bahan ajar bagi peserta didik, diantaranya sebagai berikut :

  • Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.
  • Peserta didik lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara mandiri dengan bimbingan pendidik.
  • Peserta didik mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasai.

c. Unsur-unsur Bahan Ajar yang Perlu Dipahami

Bahan ajar merupakan sebuah susunan atas bahan-bahan yang berhasil dikumpulkan dan berasal dari berbagai sumber belajar yang dibuat secara sistematis. Oleh karena itu, bahan ajar mengandung unsur-unsur tertentu. Dan untuk mampu membuat bahan ajar yang baik, kita tentu harus memahami unsur-unsur tersebut.

Setidaknya, ada enam komponen yang perlu kita ketahui berkaitan dengan unsur-unsur tersebut, sebagaimana diuraikan dalam penjelasan berikut.

•  Petunjuk Belajar

Komponen pertama ini meliputi petunjuk belajar bagi pendidik maupun peserta didik. Di dalamnya dijelaskan tentang bagaimana pendidik sebaiknya mengerjakan materi kepada peserta didik dan bagaimana pula peserta didik sebaiknya mempelajari materi yang ada dalam bahan ajar tersebut.

•  Kompetensi yang Akan Dicapai

Maksud komponen kedua ini adalah kompetensi yang akan dicapai siswa. Sebagai pendidik, kita harus menjelaskan dan mencantumkan dalam bahan ajar yang akan kita susun tersebut dengan kompetensi inti, kompentensi dasar, maupun indikator pencapaian hasil belajar yang harus dikuasai peserta didik. Dengan demikian, jelaslah tujuan yang harus dicapai oleh peserta didik.

• Informasi Pendukung

Informasi pendukung merupakan berbagai informasi tambahan yang dapat melengkapi bahan ajar, sehingga peserta didik akan semakin mudah untuk menguasai pengetahuan yang akan mereka peroleh. Selain itu, pengetahuan yang diperoleh peserta didik pun akan semakin komperhensif.

• Latihan-latihan

Komponen keempat ini merupakan suatu bentuk tugas yang diberikan kepada peserta didik untuk melatih kemampuan mereka setelah mempelajari bahan ajar. Dengan demikian, kemampuan yang mereka pelajari akan semakin terasah dan terkuasai secara matang.

• Petunjuk Kerja dan Lembar Kerja

Petunjuk kerja atau lembar kerja adalah suatu lembar atau beberapa lembar kertas yang berisi sejumlah langkah procedural cara pelaksanaan aktivitas atau

kegiatan tertentu yang harus dilakukan oleh peserta didik berkaitan dengan praktik dan lain sebagainya. Misalnya, petunjuk praktik dalam mata pelajaran kimia di SMA untuk observasi di laboratorium.

•  Evaluasi 

Komponen terakhir ini merupakan salah satu bagian dari proses penilaian. Sebab, dalam komponen evaluasi terdapat sejumlah pertanyaan yang ditunjuk kepada peserta didik untuk mengukur seberapa jauh penguasaan kompetensi yang berhasil mereka kuasai setelah mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian, kita dapat mengetahui efektivitas bahan ajar yang akan kita buat atau pun proses pembelajaran yang kita selenggarakan pada umumnya. Jika kemudian dipandang masih banyak peserta didik yang belum menguasai, maka diperlukan perbaikan atau penyempurnaan kegiatan pembelajaran.

2.5 LKPD dalam Pembelajaran

LKPD adalah singkatan dari Lembar Kegiatan Peserta Didik dalam istilah Inggris dikenal dengan student worksheet. LKPD merupakan petunjuk yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan ilmiah (science activity).

Sebagaimana diungkap dalam Pedoman Umum Pengembangan LKPD. Trianto (2010), lembar kegiatan peserta didik  (student worksheet) adalah  lembaran-lembaran  berisi tugas yang harus  dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas, dan tugas  tersebut haruslah jelas kompetensi dasar yang akan dicapai.

Dasar sedangkan menurut Prastowo (2011), “LKPD merupakan suatu bahan ajar cetak yang berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai”.

Sehingga dapat dikatakan LKPD merupakan salah satu sumber belajar berbentuk lembaran yang berisi materi singkat, tujuan pembelajaran, petunjuk kerja, petunjuk mengerjakan tugas dan sejumlah pertanyaan atau tugas yang harus dikerjakan oleh siswa secara mandiri yang mengacu pada pencapaian kompetensi dasar. Tugas-tugas yang diberikan pada siswa dapat berupa tugas-tugas teoritis atau tugas-tugas praktis.Tugas teoritis misalnya berupa membaca sebuah artikel tertentu, membuat resume untuk dipresentasikan, dan yang lain sebagainya.

Berdasarkan proporsi peranan atau keterlibatan guru dan siswa, lembar kegiatan siswa dibagi menjadi LKPD terbimbing (guided), LKPD semi terbimbing (modifiedfree) dan LKPD terbuka (freeoropen). Pada LKPD terbimbing, semua jawaban persoalan dan konsep yang dikembangkan bersifat baku. Peserta didik melakukan serangkaian proses kimia sesuai petunjuk yang disusun guru. Pada LKPD semi terbuka, beberapa bagian diserahkan pada peserta didik untuk dikembangkan sendiri oleh peserta didik. Sebagian yang lain telah disiapkan guru. Pada LKPD terbuka, guru memberikan kesempatan yang lebih bebas kepada siswa untuk mengembangkan daya nalar dan kreativitasnya.

2.5.1 Kriteria penyusunan dan langkah-langkah pengembangan  LKPD

Bahan ajar yang digunakan untuk membantu guru dalam mempermudah proses pembelajaran harus sesuai dengan kriteria sebagai berikut:

  1. Tersusun logis dan sistematis. Penyusunan bahan perlu menyeleksi konsep yang akan dibelajarkan dan urutan rantai kognitifnya harus diperhatikan.
  2. Sesuai dengan kemampuan dan tahap perkembangan peserta didik. Dalam hal ini peserta didik SMA berada dalam tahap perkembangan kognitif peralihan antara operasional konkrit ke operasional formal, sehingga mereka masih mudah untuk berfikir konkrit dan sudah mulai dapat diajak berfikir abstrak.
  3. Bahan ajar dapat  merangsang dan memotivasi keingin tahuan peserta didik.

Metode dalam menyusun LKPD adalah sebagai berikut:    

  1. Memperkaya kegiatan di dalam kelas, contohnya dapat berupa kegiatan diluar kelas atau kegiatan laboratorium.
  2. Memotivasi peserta didik.
  3. Mengembangkan keterampilan proses peserta didik.
  4. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memecahkan masalah.
  5. Menanamkan sikap ilmiah melalui proses pembelajaran 

Adapun langkah dalam menyusun dan mengembangkan LKPD (Devi, dkk: 2009) adalah sebagai berikut:

  1. Mengkaji materi yang akan dipelajari siswa yaitu dari kompetensi dasar, indicator hasil belajarnya dan sistematika keilmuannya.
  2. Mengidentifikasi jenis keterampilan proses yang akan dikembangkan pada saat mempelajari materi tersebut.
  3. Menentukan bentuk LKPD yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan.
  4. Merancang kegiatan yang akan ditampilkan pada LKPD sesuai dengan keterampilan proses yang akan dikembangkan.
  5. Mengubah rancangan menjadi LKPD dengan tata letak yang menarik, mudah dibaca dan digunakan.
  6. Menguji coba LKPD apakah sudah dapat digunakan siswa untuk melihat kekurangan-kekurangannya.
  7. Merevisi kembali LKPD.

Selain itu Devi, dkk(2009) juga mengungkapkan hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyajian materi yaitu:

a. Dari segi penyajian materi yaitu:

  • Judul LKPD harus sesuai dengan materinya
  • Materi sesuai dengan perkembangan anak
  • Materi disajikan secara sistematis dan logis
  • Materi disajikan secara sederhana dan jelas
  • Menunjang keterlibatan dan kemauan siswa untuk ikut aktif

b.  Dari segi tampilan yaitu:

  • Penyajian sederhana, jelas dan mudah dipahami
  • Gambar dan grafik sesuai dengan konsepnya
  • Tata letak gambar, tabel, pertanyaan harus tepat
  • Judul, keterangan, instruksi, pertanyaan harus jelas
  • Mengembangkan minat dan mengajak siswa untuk berfikir

LKPD harus mencakup faktor yang diperlukan sebagi sebuah LKPD. Dengan demikian pengembangan LKPD harus memasukkan faktor-faktor seperti berikut (Bellawati, 2003):

1) Kecermatan isi

Faktor ini mangacu pada validitas isi atau kebenaran isi secara keilmuan dan keselarasan isi dengan nilai yang dianut oleh susatu masyarakat/bangsa.Isi LKPD sesuai dengan konsep dan teori yang berlaku dalam bidang ilmu dan muthakhir.

2) Ketepatan cakupan isi

Faktor ini mangacu pada sisi keluasan dan kedalaman isi atau materi serta keutuhan konsep berdasarkan bidang ilmu sesuai dengan tujuan pembelajaran.

3)  Keterencanaan dan pemaparan yang logis

Faktor ini mencakup penyajian materi yang runtun, contoh dan ilustrasi ang memudahkan pemahaman, alat bantu yang memudahkan, format yang tertib dan konsisten, penjelasan tentang relevansi dan manfaat LKPD bagi siswa.

4) Penggunaan bahasa

Faktor ini mencakup pemilihan ragam bahasa (nonformal atau komunikatif), pemilihan kata (singkat), penggunaan kalimat efektif, penyusunan paragraph bermakna (ada gagasan utama, keterpaduan, keruntuttan, dan koherensi antara kalimat dalam sebuah paragraf).

5) Perwajahan 

Narasi/text tidak terlalu padat, tersedia bagian kosong untuk mendorong siswa membuat catatan, kalimat pendek, menggunakan grafik dan gambar hanya jika bermakna, sistem penomoran benar dan konsisten, variasi jenis huruf dan ukuran menarik perhatian tetapi tidak terlalu banyak supaya tidak membingungkan.

6) Ilustrasi 

Ilustrasi dimanfaatkan untuk membuat LKPD menarik dan memotivasi, komunikatif, membantu pemahaman siswa terhadap isi pesan, dilakukan dengan memanfaatkan tabel, diagram, grafik, kartun, foto, gambar, sketsa, symbol dan skema.

7) Kelengkapan komponen

Pastikan semua komponen yang diperlukan ada dalam LKPD (uraian materi, latihan, umpan balik, penguatan).

Ketuju faktor dalam pengembangan LKPD tersebut harus diperhatikan agar menghasilkan sebuah LKPD yang baik dan dapat dimengerti serta digunakan oleh siswa ketika belajar.

2.5.2 Prinsip dan fungsi penggunaan LKPD

Adapun prinsip penggunaan LKPD adalah sebagai berikut:

  1. Penggunaan LKPD bukan untuk menggantikan tanggung jawab guru dalam pembelajaran, melainkan sebagai sarana untuk mempercepat pencapaian tujuan pembelajaran.
  2. Penggunaan LKPD sebaiknya dapat menumbuhkan minat peserta didik terhadap pembelajaran IPA melalui diskusi dan pelaksanaan langkah kerja.
  3. Guru sebaiknya memiliki kesiapan dalam pengelolaan kelas. 

Fungsi dari LKPD (Prastowo, 2011) adalah sebagai berikut:

  • Sebagai bahan ajar yang bias meminimalkan peran guru, namun lebih mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar.
  • Sebagai bahan ajar yang mempermudah siswa untuk memahami materi yang diberikan.
  • Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya akan tugas untuk berlatih.
  • Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada siswa.

2.5.3 Sistematika LKPD secara umum

Berikut ini merupakan struktur LKPD secara umum yaitu:

  • Judul kegiatan, Tema, Sub Tema, Kelas dan Semester, berisi topik kegiatan sesuai dengan KD dan identitas kelas. Untuk LKPD dengan pendekatan inkuiri maka judul dapat berupa rumusan masalah.
  • Tujuan, tujuan belajar sesuai dengan KD.
  • Alat dan bahan, jika belajar memerlukan alat dan bahan.
  • Prosedur Kerja, berisi petunjuk kerja untuk peserta didik yang berfungsi mempermudah peserta didik melakukan kegiatan belajar.
  • Tabel Data, berisi tabel dimana peserta didik dapat mencatat hasil pengamatan atau pengukuran. Untuk kegiatan yang tidak memerlukan data bias diganti dengan tabel/kotak kosong yang dapat digunakan peserta didik untuk menulis, menggambar atau berhitung.
  • Bahan diskusi, berisi pertanyaan-pertanyaan yang menuntun peserta didik melakukan analisis data dan melakukan konseptualisasi.

2.6 Metode Problem Solving

Problem Solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekadar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir karena dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai pada menarik kesimpulan.

Pembelajaran ini merupakan pembelajaran berbasis masalah, yakni pembelajaran yang berorientasi “learner centered” dan berpusat pada pemecahan suatu masalah oleh siswa melalui kerja kelompok. 

Metode problem solving sering disebut “metode ilmiah” (scientific method) karena langkah-langkah yang digunakan adalah langkah ilmiah yang dimulai dari: merumuskan masalah, merumuskan jawaban sementara (hipotesis), mengumpulkan dan mencari data/fakta, menarik kesimpulan atau melakukan generalisasi, dan mengaplikasikan temuan ke dalam situasi baru.

2.6.1 Langkah-langkah metode Problem Solving

Adapun Langkah-langkah metode problem solving adalah sebagai berikut:

  1. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya juga sesuai materi yang disampaikan dan kehidupan riil siswa/keseharian.
  2. Menuliskan tujuan/kompetensi yang hendak dicapai.
  3. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, dan lain-lain.
  4. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas.
  5. Menguji kebenaran jawaban sementara (hipotesis) tersebut. Dalam langkah ini, siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban tersebut, tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi.
  6. Tugas, diskusi, dan lain-lain.
  7. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai pada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

Terimakasih telah membaca Pengembangan e-LKPD Berbasis Problem Solving BAB 2, untuk bab yang lain nya silahkan cari di web pintu dunia ini. Semoga bermanfaat.