Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makalah Tentang Tata Cara Pembuatan Akad Bank Syariah

 Makalah Tentang Tata Cara Pembuatan Akad Bank Syariah

Makalah tugas mata kuliah Produk dan Layanan Bank Syariah

Tata Cara Pembuatan Akad Bank Syariah


UNIVERSITAS  ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

JURUSAN EKONOMI SYARI’AH 

2020 


KATA PENGANTAR 

Alhamdulilah, segala Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-NYA sehingga Makalah Tentang Tata Cara Pembuatan Akad Bank Syariah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari semua pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga Makalah tugas mata kuliah Produk dan Layanan Bank Syariah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca untuk ke depannya dan dapat memperbaiki maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

 

                                                                                                                            Penyusun


BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang 

Akhir akhir ini kata Bank Syariah telah sering sekali kita dengar, bahkan di sebagian kota sudah ada Bank Syariah Indonesia atau BSI yang tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan bank syariah di Indonesia saat ini sangat pesat, seiring dengan tumbuhnya pemahaman masyarakat bahwa bunga dan modal yang hasilnya telah ditentukan dimuka adalah merupakan riba yang dilarang oleh syariah Islam. Atas dasar pemahaman seperti ini, maka sejak 1950, telah banyak para cendikiawan muslim dan teoritis ekonomi Islam yang menghendaki keberadaan bank yang terbebas dari bunga atau riba.

Artikel yang berkaitan dengan Bank Syariah lain nya :

Konsep dasar akad layanan bank syariah

Perbedaan bank konvensional dan bank syariah


Akad menjadi sesuatu yang penting dalam setiap transaksi, termasuk akad/transaksi dalam bisnis syariah. Agar suatu perjanjian mendapatkan kekuatan hukum, maka harus tercatat di hadapan Notaris. Karena itu, setiap bisnis termasuk di dalamnya adalah bisnis syariah selalu membutuhkan Notaris sebagai pejabat umum yang membuat akta otentik sesuai dengan tugasnya yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Notaris yang memformulasikan akad pembiayaan syariah, diharapkan memperhatikan rukun dan syarat sahnya akad sebagaimana ditentukan syariat Islam, klausula yang tercantum pada setiap pasal akad syariah dapat dilihat konstruksi hukumnya telah sesuai atau tidak sesuai dengan hukum kontrak syariah.


B. Rumusan Masalah

  1. Kenapa Notaris Diperlukan Dalam Perbankan Syariah?
  2. Jelaskan tentang Autentitas Akad?
  3. Jelaskan Pedoman Umum Penyusunan Akta Akad Pembiayaan Syariah?
  4. Jelaskan Contoh Bentuk Akad Pada Bank Syariah?


C. Tujuan

  1. Untuk Mengetahui Perlunya Notaris Dalam Perbankan Syariah.
  2. Untuk Mengetahui Autentitas Akad.
  3. Untuk Mengetahui Pedoman Umum Penyusunan Akta Akad Pembiayaan Syariah.
  4. Untuk Mengetahui Contoh Bentuk Akad Pada Bank Syarih.

 

BAB II

PEMBAHASAN

A. Notaris Dalam Perbankan Syariah

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai pernanan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Kedudukan seorang notaris sebagai suatu fungsionaris (jabatan) dalam masyarakat hingga sekarang masih disegani. Seorang notaris biasanya diangap sebagai seorang pejabat tempat seorang dapat memperoleh nasihat, segala sesuatu yang ditulis dan ditetapkannya (konstatir) adalah benar, hal ini dikarenakan notaris merupakan pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum, sehingga perlu kecerdasan, kecermatan dan kehati-hatian dalam proses pembuatan akta agar tidak terjadi kesalahan yang akan berpotensi menimbulkan sengketa di kemudian hari.

Seorang notaris mempunyai tanggung jawab terhadap akta akad pembiyaan perbankan syariah yang dibuat di hadapannya secara otentik. Terhadap akta tersebut, Notaris mempunyai tanggung jawab penuh tentang kebenaran dan ketepatan konstruksi akad agar terpenuhinya syarat subyektif maupun obyektif atas akad/perjanjian tersebut, sehingga akta akad yang dibuat di hadapan notaris tersebut benar dan secara otentik sangat mendasar menjadi akata akad yang mempunyai kekuatan nilai pembuktian yang sempurna. Notaris dalam memformulasikan akta akad atas permintaan para pihak berdasar pada tata cara atau mekanisme/prosedur pembuatan akta notaris.

Notaris, selain berwenang membuat akta otentik baik oleh maupun dihadapannya, yang memang merupakan tugas pokoknya sehari-hari notaris juga dapat melakukan tindakan sebagai berikut

  1. Bertindak sebagai penasehat hukum, terutama yang menyangkut masalah hukum perdata dalam arti luas (privat);
  2. Melakukan pendaftaran (waarmerking) salinan akta atau surat-surat di bawah tangan dan dokumen (stukken).
  3. Melegalisasi tanda tangan;
  4. Membuat dan mensahkan (waarmerking) salinan atas turunan berbagai dokumen (copy collationee)
  5. Mengusahakan disahkannya badan-badan seperti Perseroan Terbatas/Yayasan agar memperoleh persetujuan/pengesahan sebagai badan hukum dan Menteri Kehakiman dan HAM.

Kerja sama antara Notaris dengan bank syariah dalam pemuatan akta akad pembiyaan yang berprinsip syariah, maka pembiayaan-pembiayaan yang biasa ditangani oleh notaris secara prinsip akad terdiri dari

  1. Pembiyaan musyarakah 
  2. Pembiayaan Mudharabah
  3. Pembiayaan dengan prinsip ijarah atau sewa menyewa
  4. Pembiayaan Murabahah

Dalam pemberian tugas kepada notaris inilah, terletak pemberian tanda kepercayaan kepada para pejabat itu dan pemberian kekuatan pembuktian kepada akta-akta yang mereka buat yang secara hukum memiliki tiga kekuatan pembuktian, yakni:

  1. Kekuatan Pembuktian Lahiriah atau Luar
  2. Kekuatan Pembuktian Formal
  3. Kekuatan Pembuktian Material.

Dalam menjalankan kewajiban nya Notaris harus bertanggung jawab apabila akta-akta yang dibuatnya terdapat kesalahan atau pelanggaran yang sengaja dilakukan oleh Notaris, disinilah pentingnya Notaris harus menjalankan fungsi dan jabatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, semangat iniliah yang termasuk pada sifat Rasulullah SAW, yaitu Sidiq (jujur), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (selalu memberikan pemahaman) dan Fathonah (cerdas/pintar). 

Sebaliknya apabila kesalahan itu dilakukan oleh para  pihak lain, sepanjang Notaris itu melaksanakan kewenangannya sesuai peraturan perundang-undangan, Notaris juga bersangkutan tidak dapat diminta pertanggungjawaban, karena Notaris hanya mencatat apa yang disampaikan oleh para pihak untuk dituangkan kedalam akta. Keterangan dan bukti palsu adalah merupakan tanggung jawab para pihak.

Maka yang dapat dipertanggung jawabankan kepada Notaris adalah penipuan yang bersumber pada Notaris itu sendiri. Sehingga dapat kita ambil kesimpulan selama Notaris tidak berpihak dan hati-hati dalam menjalankan jabatannya, maka Motaris akan lebih terlindungi dalam menjalankan kewajibannya. Begitu pula sepanjang Notaris dalam menjalankan kewenangannya membuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka Notaris sebagai pejabat umum tidak dapat diminta pertanggung jawabannya dari segi hukum atas akta yang dibuatnya tersebut karena notaris hanya menjalankan apa yang telah di sepakai bersama.


B. Autensitas Akad

Pengertian akad itu sendiri berasal dari kata al’aqd yang berarti mengikat, menyambungkan, menghubungkan. 

Beberapa definisi dan pengertian akad

1. Akad merupakan keterkaitan atas pertemuan ijab dan kabul yang berakibat hukum. sedangkan pengertian Ijab adalah penawaran yang diajukan oleh salah satu pihak, dan kabul adalah jawaban persetujuan yang diberikan mitra akad sebagai tanggapan atas penawaran pihak pertama. 

2. Akad merupakan tindakan hukum dua pihak karena akad adalah pertemuan ijab yang mempersentasikan kehendak dari satu pihak dan kabul yang menyatakan kehendak pihak lain.

3. Tujuan akad adalah untuk melahirkan suatu akibat hukum. Lebih tegas lagi tujuan akad adalah adanya maksud bersama yang dituju dan yang hendak diwujudkan oleh para pihak melalui pembuatan akad. 

Menurut pendapat Al-Hasan apabila seseorang mendapatkan hartanya maka ia terlebih dahulu dilakukan dengan transaksi dalam bentuk akad. Menurut Afzalur Rahman, dalam prinsip ekonomi syariah akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam.

Syarat syarat akad

 Adapun syarat-syarat akad adalah :

  1. Barang dan Jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah.
  2. Harga barang dan jasa harus jelas
  3. Tempat penyerahan barang dan jasa harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi
  4. Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam pemilikan.


Pengertian akad menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 1 ayat (13)  yang menyebutkan “Akad adalah kesepakatan tertulis antara bank syariah adan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah”.

Maka dalam pembuatan akad di lembaga keuangan syariah juga Notaris harus mengacu pada Undang-Undang jabatan Notaris, khususnya pada Pasal 15 ayat 10 Undang-Undang Jabatan Notaris, yang menyebutkan “Notaris berwenang membuat akta otentik, mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang” Dan kode etik Notaris. 

Kode etik adalah suatu tuntunan, bimbingan atau pedoman moral atas kesusilaan untuk suatu profesi tertentu. Dengan kata lain kode etik Notaris adalah tuntunan, bimbingan atau pedoman moral/kesusilaan Notaris baik secara ppribadi maupun sebagai pejabat umum yang diangkat pemerintah dalam rangka pemberian pelayanan umum, khususnya dalam bidang pembuatan akta. Kode etik ini umumnya memberikan petunjuk kepada anggotanya untuk berpraktek dalam menjalankan profesinya yang meliputi :

  1. Standar-standar untuk penelitian. 
  2. Hubungan antara klien dengan tenaga ahli dalam profesi
  3. Tingkat kemampuan/kompetensi secara umum
  4. Pengukuran standar evaluasi yang dipakai dalam menjalankan profesinya
  5. Administrasi personalia
  6. Penelitian dan publikasi/penertiban profesi

 

C. Pedoman Umum Penyusunan Akta Akad Pembiayaan Syariah

Akta pembiyaan di bank syariah yang dibuat harus mengikuti bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. 

Pasal yang mengatur bentuk akta dijelaskan dalam Pasal 38 yang berbunyi :

1. Setiap Akta terdiri atas 

  • Awal akta atau kepala akta;
  • Badan akta; dan
  • Akhir atau penutup akta.

2. Awal Akta atau kepala Akta memuat:

  • Judul akta;
  • Nomor akta;
  • Jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun
  • Nama lengkap dan kedudukan Notaris 

3. Badan Akta memuat:

  • Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili
  • Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap
  • Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan
  • Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

4. Akhir atau penutup Akta memuat:

  • Uarian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) hurum m atau pasal 16 ayat (7)
  • Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta jika ada
  • Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi Akta
  • Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan Akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah perubahannya.

5. Akta Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan, pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya

Undang-Undang Jabatan Notaris bersifat umum, tidak hanya menjadi pedoman bagi akta secara umum, tetapi juga menjadi pedoman bagi akta di bidang Perbankan Syariah, mengingat peraturan mengenai akta di bidang perbankan syariah belum diatur secara khusus.

Dalam tataran praktek, ada notaris yang mencantumkan kalimat “Bismillahirrahmanirrahim” di awal akta dan “Alhamdulillahirabbilalamin” di akhor atau penutup akta pada akad pembiayaan syariah. Dalam melakukan hal tersebut bukan tanpa alasan, salah satu alasannya adalah membedakan bahwa akta yang dibuatnya adalah akta pembiayaan syariah, serta sejatinya bagi seorang muslim, penggunaan kalimat seperti tersebut di atas dalam setiap memulai kegiatan adalah lumrah atau wajar, karena muslim terbiasa dalam mengamalkan kalimat Bismillah sebagai niat yang murni, yang menunjukkan niat melakukan karena Allah SWT. Sama halnya dengan menambah kalimat “Alhamdulillahirabbilalamin” pada akhir atau penutup akta

Namun hal pembuka dan penutup ini telah di tetapkan dalam Pasal 38 secara jelas mengatur mengenai awal akta atau kepala akta, isi akta serta akhir atau penutup akta, sehingga apabila ada akta yang tidak sesuai dengan pasal tersebut dapat dianggap melanggar UUJN dan kehilangan keotentikan sebuah akta. Akta notaris tersebut menjadi tidak otentik karena tidak dibuat dalam bentuk yang sesuai dengan undang-undang. Hal ini sesuai dengan Pasal 41 UUJN yang muatannya berbunyi: “Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40 mengakibatkan akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan”.

Agar tidak melanggar ketentuan Pasal 38 UUJN dengan menambahi kalimat Bismillah di awal akta dan memiliki resiko akta akan menjadi terdegradasi menjadi akta tidak otentik dan memiliki kekuatan pembuktiaan seperti akta di bawah tangan, kalimat Bismillahirrahmanirrahim dapat di letakkan pada bagian isi akta. Isi akta memuat kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan, terlebih lagi pihak dalam posisi lingkup perbankan syariah.

Dalam membuat kontrak pembiayaan bank syariah masih banyak mengacu pada format perjanjian kredit di bank konvensional, namun demikian dilakukan juga penyelesaian dalam pasal-pasalnya agar tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Penyesuaian yang dilakukan berpedoman pada hukum Islam yang berlaku, dan juga mengacu juga pada ketentuan hukum positif Indonesia.

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya mengikuti ketentuan hukum yang berlaku, di dalam orakjtek bisnis perbankan syariah belum ada peraturan khusus mengenai akad pembiayaan syariah termasuk ketentuan yang membatasi mengenai klausul-klausul pembiayaan, maka dari itu notaris tidak dituntut untuk menambahi atau merubah sendiri ketentuan dan kebiasaan yang selama ini dipraktekkan. Sampai saat ini Notaris mematuhi ketentuan-ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris dan ketentuan umum mengenai perbankan syariah.

Klausula yang ada di dalam akad meskipun masih mengacu pada hukum positif, selama tidak bertentangan dengan syar’i dan juga ada nilai maslahatnya dapat diterima oleh hukum Islam. Bentuk akad/kontrak seperti apapun jika belum ada ketentuan yang melarangnya maka itu sah, karena hakikat dari perjanjian itu sendiri adalah menurut maksud/tujuan dan maknanya, bukan menurut lafadz, bentuk serta susunan katanya atau redaksinya.

 

D. Contoh Bentuk Akad Pada Bank Syariah

Akad murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Barang yang diperjualbelikan harus ada pada saat akad, sedangkan pembayarannya dapat dilakukan secara tunai atau secara tangguh atau cicilan. Akad berakhir ketika pembayaran angsuran telah lunas atau karena sebab tertentu terjadi pembatalan akad oleh penjual maupun pembeli.

 

BAB III

PENUTUP

 

A. Kesimpulan 

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai pernanan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Kedudukan seorang notaris sebagai suatu fungsionaris (jabatan) dalam masyarakat hingga sekarang masih disegani.

Di dalam pembuatan akad di lembaga keuangan syariah juga Notaris harus mengacu pada Undang-Undang jabatan Notaris, khususnya pada Pasal 15 ayat 10 Undang-Undang Jabatan Notaris.

Undang-Undang Jabatan Notaris bersifat umum, tidak hanya menjadi pedoman bagi akta secara umum, tetapi juga menjadi pedoman bagi akta di bidang Perbankan Syariah, mengingat peraturan mengenai akta di bidang perbankan syariah belum diatur secara khusus.


DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman Hakim, Format Akad Kontraktual Lembaga Keuangan Syariah, Jurnal Misykat Vol. 3 No. 1 Juni 2018.

Drs. Abdul Muin, SH.MKn, Tanggungjawab Notaris Terhadap Kebenaran Data Dalam Pembuatan Akad di Perbankan Syariah di Indonesia, Jurnal Al Amwal Universitas Wiralodra Indramayu No. 2 Vol. 1 Februari 2019.

 

Terimakasih telah membaca Makalah Tentang Tata Cara Pembuatan Akad Bank Syariah, semoga ini bermanfaat dan minta share nya supaya kemanfaatan ini bisa menyebar ke yang lain nya.