Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Analisa Spasial Algoritma, Klorofil-a, Biomassa dan Karbon Mangrove melalui Data Satelit Sentinel- 2A

Skripsi lengkap Analisa Spasial Algoritma, Klorofil-a, Biomassa dan Karbon Mangrove melalui Data Satelit Sentinel- 2A

 

judul skripsi tentang manggrove

Agar anda lebih memahami tentang contoh skripsi lengkap Analisa Spasial Algoritma, Klorofil-a, Biomassa dan Karbon Mangrove melalui Data Satelit Sentinel- 2A ini maka kami sarankan anda membaca 

  1. Skripsi lengkap BAB 1
  2. Skripsi lengkap BAB II
  3. Skripsi lengkap BAB III
  4. Skripsi lengkap BAB IV

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1    Latar Belakang

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem khas di wilayah tropis yang hidup pada daerah peralihan antara darat dan laut, serta hanya dapat berkembang pada rentang temperatur 19oC sampai 40oC (Murdiyanto, 2003). Ekosistem ini berperan sebagai pendukung berbagai jasa ekosistem yang ada di sepanjang garis pantai kawasan tropis (Pramudji, 2001). Adapun manfaat ekosistem mangrove yang berkaitan dengan fungsi fisik adalah sebagai pencegah abrasi pantai,peredam gelombang, pencegah intrusi air laut ke daratan, perangkap sedimen yang dibawa oleh aliran air permukaan dan penyerap serta penyimpan karbon yang bermanfaat sebagai upaya mitigasi pemanasan global (Lasibani dan Eni, 2009).

Salah satu faktor penyebab terjadinya pemanasan global adalah karena adanya peningkatan kandungan karbondioksida (CO2) di atmosfer. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar CO2 di atmosfer adalah semakin meningkatnya aktivitas manusia yang berkaitan dengan pembakaran bahan bakar minyak, batu bara dan bahan organik lainnya (Ramlan, 2002). Selain pembakaran bahan bakar fosil, 8-20% emisi CO2  di atmosfer  juga diakibatkan oleh aktivitas manusia berupa deforestasi dan perubahan tata guna lahan (Donato et al., 2012).

Menurut IPCC (2018) rata-rata pemanasan global sejak masa pra industri (1850-1900) hingga rentang tahun 1986-2005 adalah pada kisaran 0,55oC- 0,67oC, sedangkan pada rentang tahun 2006-2015 adalah berkisar pada 0,75oC-0,99OC lebih tinggi dari rata-rata  selama periode pra-industri. 

Menurut Donato et al.(2012) ekosistem mangrove memiliki potensi yang cukup besar dalam mengurangi emisi CO2, hal ini dicerminkan dari kemampuan mangrove yang dapat menyimpan 10% dari keselurahan emisi karbon dengan luasannya yang hanya sekitar 0,7% dari luas hutan dunia. Karbon yang diserap dari udara akan disimpan oleh tumbuhan mangrove pada bagian batang, daun, cabang, akar dan sebagian besar dialokasikan di bawah permukaan tanah (Alongi,2012). 

Ekosistem mangrove digolongkan sebagai ekosistem lahan basah yang dapat menyimpan karbon sebesar 800-1.200 ton  per hektar. Pelepasan emisi CO2 pada ekosistem mangrove memiliki nilai lebih kecildibandingkan dengan ekosistem hutan darat, karena proses pembusukan serasah tanaman aquatic tidak melepaskan karbon ke udara sedangkan pada tanaman hutan tropis yang mati akan melepaskan 50% karbonke udara (Purnobasuki, 2006). Oleh karena pentingnya estimasi  potensi penyimpanankarbon mangrove sebagai mitigasi pemanasan global, maka hal tersebut mengisyaratkan agar konservasi ekosistem mangrove dapat dilakukan dengan baik dan berkelanjutan (Senoaji dan Hidayat, 2016).

Salah satu wilayah Indonesia yang memiliki potensi cukup tinggi pada hutan mangrove dan lahan gambut adalah Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Kabupaten Indragiri Hilir menduduki urutan pertama sebagai wilayah yang memiliki  lahan gambut terluas di Provinsi Riau, yaitu  sebesar 983.000 ha, atau 24,3 % dari luas lahan gambut yang ada di Provinsi Riau (Wahyunto et al., 2005). Namun, laju kerusakan hutan mangrove pada daerah tersebut juga cukup tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari penurunan luasan hutan mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir yang pada tahun 2003 memiliki luas sebesar 117.717 ha ( BAPEDALDA dan PKSPL-IPB, 2002), kemudian pada tahun 2009 luasnya menjadi 63.534,01 ha (Dinas Lingkungan Hidup Indragiri Hilir, 2009) dan pada tahun 2013 menjadi 65.534 ha (Dinas Kehutanan Provinsi Riau, 2013). 

Menurut Prianto et al.(2006) penurunan luasan ekosistem mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau umumnya disebabkan karena aktivitas pembangunan di wilayah pesisir yang cukup pesat serta maraknya alih fungsi lahan ekosistem mangrove menjadi perkebunan.

Keberadaan ekosistem mangrove yang semakin terancam karena pemanfaatan berlebihan telah menjadi masalah serius. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai fungsi ekosistem mangrove sebagai penyerap dan penyimpan karbon yang dapat mengurangi laju pemanasan global, seperti yang terjadi di Pulau Cawan, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, dimana masyarakat cenderung sering memanfaatkan mangrove jenis Rhizopora apiculata sebagai bahan bangunan dan kebutuhan bahan bakar, padahal  mangrove jenis R.apiculata merupakan jenis yang paling banyak dijumpai pada daerah tersebut dan memiliki kerapatan 311,11- 600 ind/ha (Lubis et al.,2018).

Kondisi tersebut menandakan bahwa R. apiculata memiliki peranan cukup besar pada ekosistem mangrove Pulau Cawan. Adapun salah satu fungsinya adalah sebagai penyerap dan penyimpan karbon organik pada lingkungan tersebut, sehingga pemanfaatan berlebihan terhadap R.apiculata dapat menimbulkan dampak negatif pada ekosistem mangrove Pulau Cawan. Oleh karena itu, maka diperlukan suatu upaya monitoring untuk mengetahui serta memantau kondisi ekosistem mangrove pada daerah tersebut.

Menurut Cahyaningrumet al. (2014) salah satu cara untuk mengurangi dampak pemanasan global adalah dengan melakukan penelitian mengenai estimasi biomassa dan karbon tersimpan dalam vegetasi mangrove. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui kemampuan suatu kawasan hutan mangrove dalam menyerap karbon dari udara sehingga dapat dijadikan sebagai bahan acuan yang menunjang kegiatan pengelolaan kawasan mangrove secara berkelanjutan dan lestari. Berkaitan dengan hal tersebut, teknik penginderaan jauh dapat digunakan sebagai salah satu sarana untuk mengetahui dan mengamati kondisi ekosistem mangrove. 

Penginderaan jauh untuk vegetasi mangrove didasarkan atas dua sifat penting yaitu bahwa mangrove mempunyai zat hijau daun (klorofil) dan mangrove tumbuh di pesisir. Dua hal tersebut akan menjadi pertimbangan penting dalam  mendeteksi mangrove melalui satelit (Yuliato, 2015).

Penelitian sebelumnya oleh Cahyaningrum et al.(2014) mengenai biomassa karbon mangrove pada Kawasan Mangrove Pulau Kemujan Taman Nasional Karimun jawa yang dilakukan dengan cara mengekstrapolasi hasil pengukuran berbasis plot dengan alometrik ke tingkat bentang alam menggunakan teknologi penginderaan jauh, telah memberikan informasi mengenai estimasi potensi vegetasi mangrove sebagai penyerap gas CO2 yang dapat dipantau secara efektif dan efisien. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa metode algoritma melalui pengolahan citra satelit Quick bird dapat digunakan untuk memperkirakan sebaran biomassa karbon dari persamaan alometrik kandungan karbon yang ada di lapangan. 

Menurut Hartoko et al.(2015) penggunaan dan pengembangan algoritma spasial untuk mengukur karbon mangrove memiliki beberapa keunggulan seperti cakupan area yang luas, resolusi spasial yang tinggi serta kemampuan deret waktu untuk pemantauan dalam sistem basis data spasial digital, hingga saat ini masih jarang ditemukan algoritma karbon mangrove yang menggunakan data satelit resolusi tinggi dengan akurasi tinggi yang telah dikembangkan untuk wilayah tropis seperti Indonesia. Penelitian mengenai estimasi klorofil-a, biomassa dan karbon mangrove dengan metode teknik penginderaan jauh dan algoritma spasial  menggunakan data citra satelit hinggasaatinimasih sedikit dilakukan, maka penelitian ini dilakukan atas dasar untuk mengetahui sebaran klorofil-a, biomassa dan karbon mangrove di Pulau Cawan, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau berdasarkan pengukuran lapangan dan permodelan algoritma spasial berdasarkan datasatelit Sentinel-2A.

1.2   Pendekatan dan Perumusan Masalah

Pulau Cawan merupakan kawasan pesisir yang terletak pada posisi 1030 33’18’’ BT dan 0005’59’’LU dan berada pada wilayah administratif desa Pulau Cawan, Kecamatan Mandah, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau( Lubis et al., 2018). Menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi Riau (2013) Pulau Cawan memiliki luas wilayah sekitar 36,30 Km2 yang dua pertiga dari luasan pulaunya merupakan kawasan yang di tumbuhi oleh mangrove. Potensi luasan mangrove pada Pulau Cawan adalah seluas 1.000 ha dan 60 % dari luas tersebut masih menyimpan pohon bakau yang berukuran besar dengan rata-rata hingga diameter 40 cm(Fadlian et al., 2018).

Ekosistem  mangrove mempunyai kemampuan sebagai penyerap CO2 dari udara yang sebagian besarnya disebabkan oleh pembakaran bahan bakar minyak dan batubara, alih fungsi hutan dan pembakaran hutan. Karbon yang diserap dari udara akan disimpan oleh tumbuhan mangrove pada bagian batang, daun, cabang, akar dan dibawah permukaan tanah (Alongi, 2012). Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya peranan ekosistem mangrove terhadap penyerapan CO2 dari udara menyebabkan terjadinya perusakan serta pemanfaatan berlebih terhadap ekosistem mangrove yang ada. Apabila kerusakan pada ekosistem mangrove tersebut tidak dikendalikan maka akan menyebabkan pemanasan global yang akan memicu terjadinya perubahan iklim dunia.

Teknik Penginderaan jauh merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan  untuk mengetahui dan mengamati kondisi ekosistem mangrove. Letak geografis ekosistem mangrove yang berada pada daerah peralihan darat dan laut memberikan efek perekaman khas jika dibandingkan obyek vegetasi darat lainnya. Efek perekaman tersebut sangat erat kaitannya dengan karakteristik spektral ekosistem mangrove, sehingga dalam identifikasi memerlukan suatu transformasi tersendiri. Dalam hal ini, daun memiliki karakteristik warna hijau, dimana klorofil mengabsorbsi spektrum radiasi merah dan biru serta memantulkan spektrum radiasi hijau. 

Menurut Rumada et al. (2015)citra satelit mendeteksi hutan mangrove berdasarkan pada dua sifat penting, yaitu bahwa mangrove mempunyai zat hijau daun (klorofil) dan mangrove tumbuh di pesisir. Dalam hal ini, klorofil fitoplankton yang berada di air laut dapat dibedakan dari klorofil mangrove karena sifat air yang sangat menyerap spektrum infra merah.

Pengaplikasian teknik penginderaan jauh juga dapat digunakan sebagai salah satu cara yang efektif untuk menduga estimasi biomassa dan karbon mangrove, karena dapat manjangkau area penelitian yang cukup luas, sehingga dapat diterapkan untuk area hutan yang luas dan memiliki banyak variasi bentukan fisik. Hingga saat ini, stok karbon diestimasi dari biomassanya dengan mengikuti aturan 45% biomassa adalah karbon. Metode ini menjadi tidak praktis jika diterapkan untuk wilayah yang luas karena memerlukan waktu lama dan biaya mahal (Pambhudi et al., 2012). Berkaitan dengan hal tersebut, maka diperlukan adanya permodelan algoritma spasial berdasarkan plot alometrik dari pengukuran lapangan. Penggunaan dan pengembangan algoritma spasial untuk mengukur karbon mangrove akan memberikan beberapa keunggulan seperti cakupan area yang luas, dan resolusi spasial  yang tinggi (Hartoko et al., 2015).

Pengaplikasian teknologi penginderaan jauh untuk mengetahui estimasi klorofil-a, biomassa dan karbon mangrove menggunakan masukan data mentah dari hasil sampling lapangan (ground check) dan interpretasi data satelit, kemudian dianalisis menggunakan Softwere ER MAPPER 7.0.
Tujuan dan Manfaat

1. 3 Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

  1. Mengetahui komposisi dan struktur vegetasi mangrove di Pulau Cawan Kabupaten Indragiri Hilir, Riau
  2. Menghitung estimasi klorofil-a, biomassa, karbon, dan karbon organik substrat mangrove sebagai data lapangan di Pulau Cawan, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau
  3. Membuat permodelan algoritma sebaran klorofil-a, biomassa dan karbon mangrove pada kawasan mangrove di Pulau Cawan, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau berdasarkan data lapangan dan data satelit Sentinel-2A.

1.4    Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk mengetahui komposisi dan struktur vegetasi, estimasi kandungan klorofil-a, biomassa dan simpanan karbon, serta karbon organik substrat di kawasan mangrove Pulau Cawan, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Selain itu, hasil dari penelitian ini juga dapat  memberikan informasi bagi pemerintah daerah, masyarakat dan para stake holder lainnya dalam pengelolaan mangrove di Pulau Cawan, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.

1.5  Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2019 di kawasan mangrove Pulau Cawan, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Aspek yang diamati terdiri, diameter batang (DBH), serta pengambilan daun mangrove dan substrat untuk analisis klorofil-a dan karbon organik substrat. 

Untuk BAB II nya silahkan anda kunjungi Analisa Spasial Algoritma, Klorofil-a, Biomassa dan Karbon Mangrove

 

Demikian Skripsi BAB I Analisa Spasial Algoritma, Klorofil-a, Biomassa dan Karbon Mangrove, dan untuk BAB yang lain nya silahkan cari di kolom pencarian web pintu dunia ini. Terimakasih atas kunjungan anda.