Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makalah Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Saat ini telah banyak sekali penyuluhan pemberdayaan masyarakat pesisir di indonesia yang telah dilakukan, namun seringkali penyuluhan pemberdayaan masyarakat pesisir pantai tersebut tidak efektif untuk jangka panjang, jadi sifat nya hanya sebatas singkat waktu diadakan nya penyuluhan saja. 

Maka dari itu Makalah yang berjudul Hubungan  Pembinaan, Pengendalian Dan Pengawasan Terhadap Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas makalah mata kuliah penyuluhan pemberdayaan masyarakat pesisir dan juga dalam rangka mengevaluasi hasil dari Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat di Pesisir. Kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat dan ada dampak dari setiap penyuluhan yang dilakukan terutama untuk Masyarakat Pesisir.


Makalah Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

 

 

BAB I

PENDAHULUAN


1.1.    Latar Belakang

Saat ini negara Indonesia memiliki jumlah pulau kurang lebih 17.504 termasuk terdiri dari pulau kecil dan pulau besar. Tiga perempat wilayah dari Indonesia adalah laut atau sebesar 5,9juta km2. Negara Indonesia memiliki panjang garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Ridwan (2013) yang menyatakan bahwa posisi geografis kepulauan Indonesia sangat strategis karena merupakan pusat lalu lintas maritim antar benua. Pengertian Pesisir adalah merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan laut.

Pengertian Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tinggal dan melakukan segala aktivitasnya yang berkaitan dengan social ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya wilayah pesisir dan lautan. Hal ini diperkuat oleh lin danYeni (2017) yang menyatakan bahwa Masyarakat pesisir adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama- sama mendiami wilayah pesisir, membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungan pada pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan pesisir. 

Baca juga :

    Makalah sosiologi masyarakat perikanan

    Strategi teknologi pengembangan hasil pertanian

    Ekosistem padang lamun seagrass


Masyarakat pesisir umumnya memiliki penghasilan yang relative rendah. Penghasilan yang didapatkan oleh nelayan kecil masih sangat tergantung pada kondisi alam. Ketidak pastian pendapatan dan tekanan musim paceklik ikan yang panjang juga sangat mempengaruhi juga dengan persoalan manajemen keuangan dan pemasaran hasil produksinya. Sehingga dari permasalahan-permasalahan tersebut pemerintahan mengadakan penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat pesisir pantai.

1.2.    Rumusan Masalah

Masalah yang dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang di atas yaitu :

  1. Pengertian Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan ?
  2. Bagaimana Peran Pemerintah dalam Upaya Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan dengan penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat pesisir?
  3. Bagaimana dampak adanya penyuluhan dan pemberdayaan bagi masyarakat pesisir?



BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1.    Pengertian Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan

2.1.1.    Pembinaan

Pembinaan masyarakat nelayan merupakan suatu proses penyebar luasan informasi yang diperlukan untuk perkembangan dan pembangunan perikanan dan kelautan. Pembinaan artinya memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang segala sesuatu yang belum diketahui dengan jelas untuk dilaksanakan atau diterapkan untuk meningkatkan produksi. Pembinaan juga diharapkan agar dapat terjadi  masyarakat pesisir perubahan perilaku yaitu perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan untuk peningkatan produksi dan pendapatan nelayan. Hal ini diperkuat oleh indarti et al., (2013) yang menyatakan bahwa pembinaan dan pelatihan diharapkan menjadi tigger (pemicu) tumbuh kembangkan inovasi usaha perikanan yang tidak hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah semata. 

2.1.2. Pengendalian

Pengertian Pengendalian adalah untuk meminimalisir kemungkinan permasalahan yang akan terjadi di wilayah pesisir, pantai dan laut seperti abrasi, sedimentasi/ akresi, kenaikan muka air  laut, pencemaran air laut, rusaknya terumbu karang, hilang/ punah nya biota  laut, hilangnya daerah penyangga air, serta potensi terjadinya bencana tsunami  dan tumpahan minyak maka pengembangan, pemanfaatan dan pengelolaan potensi pesisir, pantai dan laut, seperti kawasan wisata, harus diperhitungkan dengan matang dan cermat. Hal ini diperkuat oleh Suwedi (2006) yang menyatakan bahwa langkah-langkah yang bersifat alamiah harus didahulukan sebelum melakukan antisipasi dengan langkah-langkah buatan langkah alamiah di dalam penanggulangan permasalahan pesisir, pantai dan laut antara lain adalah perlindungan terhadap terumbu karang,  hutan bakau, keberadaan hamparan pasir dan gumuk pasir. 

Sedangkan langkah-langkah buatan yang dimaksud antara lain adalah pembangunan bangunan pelindung seperti (revetment,  bulkhead, sea wall, jetty, groin, breakwater, submerged artificial ree) pemanfaatan oil boom oil skimmer dalam penanggulangan tumpahan minyak dan penerapan teknologi informasi di dalam pengambilan, inventarisasi, dan pengelolaan data sumber daya pesisir,  pantai dan laut.

2.1.3.    Pengawasan

Pengertian Pengawasan adalah proses untuk pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapakan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan .pengawasan juga dapat diartikan adalah upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan oprasional yang dilakukan di wilayah pesisir. Pengawasan dilakukan untuk memastikan bahwa segala aktifitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Pembangunan di wilayah pesisir untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat pesisir sangat diperlukan dilakukanya pengawasan agar dapat terkelola dengan baik potensi-potensi yang ada pada daerah pesisir namun tidak merusak wilayah pesisir. 

Hal ini diperkuat oleh Dewi (2016) yang  menyatakan bahwa Berkaitan dengan pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir dan untuk menuju pengelolaan yang optimal maka pengelolaan berbasis masyarakat perlu di bangun. Potensi-potensi wilayah pesisir secara detail perlu di identifikasi oleh masyarakatnya, sehingga dapat dikembangkan dan dikelola secara optimal. Di dalam membangun dan mengembangkan wilayah pesisir peran serta aktif masyarakat pesisir sangat dibutuhkan. Masyarakat pesisir diharapkan dapat berperan serta secra aktif dalam upaya yang dilakukan pemerintah untuk 

mengembangkan  dan mengelola wilayah pesisir  yang dimulai sejak tahap perencanaan , pelaksanaan, pengawasan secara langsung dari masyarakat. Di dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 40/PermenKP/2014  khususnya dalam Pasal 4 diatur mengenai Peran serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir yaitu mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.

2.2. Peran Pemerintah dalam upaya Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan dengan penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat pesisir

Sutrisno dalam Modim (2012) menyatakan bahwa kemandirian masyarakat adalah wujud dari pengembangan kemampuan ekonomi daerah untuk menciptakan kesejahteraan dan memperbaiki material secara adil dan merata yang ujungnya berpangkal pada pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat sendiri berdiri pada satu pemikiran bahwa pembangunan akan berjalan dengan sendirinya apabila masyarakat diberi hak mengelola sumber daya alam yang mereka miliki dan menggunakannya untuk pembangunan masyarakatnya. Menurut Muflich dalam Modim (2012), fungsi pemerintah dalam kaitannya dengan pemberdayaan yakni mengarahkan masyarakatnya pada kemandirian dan pembangunan demi terciptanya kemakmuran didalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini pemberdayaan masyarakat berarti tidak bisa dilepaskan dan diserahkan begitu saja kepada masyarakat yang bersangkutan. 

Pemberdayaan masyarakat yang optimal agar mampu memberdayakan diri menjadi lebih baik harus dengan terlibatnya pemerintah secara optimal dan mendalam. Dengan berbagai interpretasi yang bervariasi, saat ini hampir semua departemen maupun Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) memiliki program pemberdayaan masyarakat sebagaimana terefleksi dalam renstranya masing-masing. 

Demikian juga di daerah, hampir semua dinas/instansi juga memiliki program yang serupa. Beberapa daerah bahkan membentuk unit kerja otonom untuk mengawal proses koordinasi yang lebih baik dan menjamin terlaksananya pemberdayaan masyarakat yang lebih efektif dibawah gubernur/bupati/walikota yakni Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM). 

Berbagai model pemberdayaan masyarakat dalam dinamika pengembangannya, tidak luput dari peran pemerintah dalam memberdayakan masyarakat. Banyak program pemberdayaan masyarakat yang digulirkan pemerintah melalui Departemen maupun Lembaga Pemerintah Non Departemen seperti PNPM Mandiri (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat), PENP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir), PDM-DKE (Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi), KUBE (Kelompok Usaha Bersama), dan lain sebagainya. Program-program tersebut diyakini sebagai salah satu peran pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan menuju kemandirian masyarakat. Dari sekian banyak program yang digulirkan, sebagian besar mengarah pada aspek kemandirian ekonomi. Hal ini sejalan dengan arah pemberdayaan masyarakat guna melepaskan masyarakat dari belenggu kemiskinan dan keterbelakangan.

Pemberdayaan dalam dimensi ekonomi seperti ini dimaknai sebagai akses masyarakat atas sumber pendapatan untuk hidup layak. Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah dalam mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berdaya guna yakni melalui Pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM). Pemerintah tentunya memiliki peranan penting sebagai pemegang kebijakan (regulator), penggerak (dinamisator) dan fasilitator dalam upaya pemberdayaan masyarakat melalui UKM. Puspito dalam Modim (2012) mengungkapkan pengertian peranan merupakan suatu konsep fungsional yang menjelaskan fungsi (tujuan) seseorang dan dibuat atas dasar tugas-tugas yang nyata dilakukan oleh seseorang. Jadi, peranan merupakan suatu konsep yang berisikan arah yang akan ditinjau seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dikerjakan. 

Arah pemberdayaan masyarakat secara umum berpangkal pada dua sasaran utama yaitu, melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan, serta mempererat posisi masyarakat dalam struktur kekuasaan. 

Untuk sampai kepada sasaran tersebut, maka proses pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu inisial, partisipatoris, dan emansipatori. 

Inisial diartikan sebagai dari pemerintah, oleh pemerintah, dan untuk rakyat. 

Partisipatori diartikan dari pemerintah bersama masyarakat, oleh pemerintah bersama masyarakat, untuk rakyat. 

Sedangkan emansipatori diartikan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, dan didukung oleh pemerintah bersama rakyat. Dengan demikian peran serta dan fungsi pemerintah dalam mensejahterakan dan memandirikan masyarakat sangat diperlukan. 

Rasyid dalam Lambolo (2010) mengatakan bahwa pemberdayaan masyarakat sebenarnya merupakan bagian dari empat fungsi pemerintahan yaitu pelayanan (public service), pembangunan (development), pemberdayaan (empowering), dan pengaturan (regulation). Lambolo (2010) mengatakan bahwa fungsi-fungsi pemerintahan yang dijalankan pada saat tertentu akan menggambarkan kualitas pemerintahan itu sendiri. Jika pemerintah selanjutnya menjalankan fungsinya dengan baik, maka tugas-tugas pokok dapat terlaksana dengan baik seperti pelayanan dapat membuahkan keadilan, pemberdayaan membuahkan kemandirian, serta pembangunan yang meciptakan kemakmuran. 

Proses pemberdayaan masyarakat pada umumnya membentuk dan membangun kesejahteraan dan kemandirian masyarakat untuk melawan arus-arus globalisasi yang cepat. Peningkatan kreatifitas masyarakat miskin dalam melihat prospek ekonomi didasari atas bagaimana pemerintah secara serius ingin membangun sumber daya manusia yang kuat. Maka, peningkatan kualitas masyarakat melalui program-program pemberdayaan sangat dibutuhkan.

Ndraha dalam Lambolo (2010) menyebutkan bahwa pemerintah memiliki dua fungsi dasar, yaitu fungsi primer atau pelayanan, dan fungsi sekunder atau pemberdayaan. Fungsi primer secara terus menerus berjalan dan berhubungan positif dengan keberdayaan yang diperintah. Artinya semakin berdaya  masyarakat, maka semakin meningkat pula fungsi primer pemerintah. Sebaliknya fungsi sekunder berhubungan negatif dengan tingkat keberdayaan yang diperintah. Artinya semakin berdaya masyarakat, maka semakin berkurang fungsi sekunder pemerintah dari rowing (pengaturan) ke steering (pengendalian). 

Fungsi sekunder atau pemberdayaan secara perlahan dapat diserahkan kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Pemerintah berkewajiban untuk secara terus-menerus berupaya memberdayakan masyarakat agar meningkatkan keberdayaannya sehingga pada gilirannya mereka memiliki kemampuan untuk hidup secara mandiri dan terlepas dari campur tangan pemerintah. 

Oleh sebab itu, pemberdayaan mampu mendorong kemandirian masyarakat dan pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat. Seiring dengan itu, hasil pembangunan dan pemberdayaan yang dilaksanakan pemerintah, serta dengan keterbatasan yang dimilikinya, maka secara perlahan masyarakat mampu untuk hidup mandiri mencukupi kebutuhannya. 

Fungsi pemerintah dalam kaitannya dengan pemberdayaan yaitu mengarahkan masyarakat kemandirian dan pembangunan demi terciptanya kemakmuran, tidak serta merta dibebankan oleh masyarakat. Perlu adanya peran pemerintah yang secara optimal dan mendalam untuk membangun masyarakat, maka peran pemerintah yang dimaksud antara lain:

1. Pemerintah sebagai regulator, Peran pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturan-peraturan. Sebagai regulator, pemerintah memberikan acuan dasar 38 kepada masyarakat sebagai instrumen untuk mengatur segala kegiatan pelaksanaan pemberdayaan.

2. Pemerintah sebagai dinamisator, Peran pemerintah sebagai dinamisator adalah menggerakkan partisipasi masyarakat jika terjadi kendala-kendala dalam proses pembangunan untuk mendorong dan memelihara dinamika pembangunan daerah. Pemerintah berperan melalui pemberian bimbingan dan pengarahan secara intensif dan efektif kepada masyarakat. Biasanya pemberian bimbingan diwujudkan melalui tim penyuluh maupun badan tertentu untuk memberikan pelatihan. 

3. Pemerintah sebagai fasilitator, Peran pemerintah sebagai fasilitator adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan untuk menjembatani berbagai kepentingan masyarakat dalam mengoptimalkan pembangunan daerah. Sebagai fasiitator, pemerintah bergerak di bidang pendampingan melalui pelatihan, pendidikan, dan peningkatan keterampilan, serta di bidang pendanaan atau permodalan melalui pemberian bantuan modal kepada masyarakat yang diberdayakan.

 

2.3.    Dampak adanya penyuluhan dan pemberdayaan bagi masyarakat pesisir

Penyuluhan merupakan suatu proses aktif yang memerlukan interaksi antara penyuluh dan yang disuluh agar terbangun proses perubahan perilaku. Dengan kata lain kegiatan penyuluhan tidak terhenti pada penyebarluasan informasi, dan memberikan penerangan. Akan tetapi, merupakan proses yang dilakukan secara terus menerus, sekuat tenaga dan pikiran, memakan waktu dan melelahkan, sampai terjadinya perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh penerima manfaat penyuluhan yang menjadi client penyuluhan (Rohman, 2008). 

Tujuan penyuluhan adalah berubahnya perilaku masyarakat yang mencakup perubahan dalam hal pengetahuan atau hal yang diketahui, perubahan dalam keterampilan atau kebiasaan dalam melakukan sesuatu dan perubahan dalam sikap dan mental kearah yang lebih baik dengan tujuan akhir penyuluhan adalah kesejahteraan hidup yang lebih baik (Walhidayah, 2014).

Upaya pembangunan perikanan yang dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan ditujukan untuk tercapainya perubahan-perubahan pada perilaku pelaku utama dan pelaku usaha yang mencakup baik aspek ekonomi, sosial budaya, ideologi, politik maupun keamanan. Komunikasi pembangunan yang diberikan harus dapat mendorong terjadinya perubahan sikap, keterampilan dan perilaku yang memiliki sifat pembaharuan. 

Penyuluhan sendiri pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dalam mengakses informasi-informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta meningkatnya kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Berikut adalah contoh dari dampak positif penyuluhan terhadap masyarakat pesisir pada salah satu wilayah pesisir di Indonesia;

1. Dampak Kegiatan Penyuluhan Dan Pemberdayaan Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Nelayan Kabupaten Bekasi.

Kegiatan penyuluhan yang di lakukan kepada masyarakat pesisir Kabupaten Bekasi dirasa memiliki efect atau dampak yang sangat besar terdapat perubahan perilaku nelayan. Pembinaan Sumberdaya Alam adalah strategi pemberdayaan dan pembinaan masyarakat pesisir melalui pelibatan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan Sumberdaya Alam pesisir. Kegiatan ini meliputi pemberian penyuluhan tentang penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan dan sosialisasi Peraturan Menteri tentang Ukuran Kepiting dan Rajungan yang boleh ditangkap dan larangan menangkap Rajungan dan Kepiting bertelur. Sedangkan untuk pembinaan usaha meliputi peningkatan akses masyarakat terhadap permodalan yang dapat ditempuh melalui hubungan langsung antara masyarakat dengan sumber modal, dan sebagainya.

Dampak kegiatan ini dapat terlihat dari sudah tidak adanya nelayan Kabupaten Bekasi yang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan sehingga hasil produksi nelayan mengalami peningkatan yang signifikan dan sudah tidak adanya nelayan yang menangkap kepiting/rajungan yang bertelur atau yang masih kecil. Peningkatan produksi ini berdampak kepada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan Kabupaten Bekasi, hal ini dapat terlihat dari bangunan rumah di daerah perkampungan nelayan di Kabupaten Bekasi sudah jauh lebih baik, aliran listrik yang awalnya hanya menyambung dari rumah lain, sekarang mereka sudah mampu untuk membuat aliran sendiri di rumah sendiri dan tingkat pendidikan anak-anak nelayan Kabupaten Bekasi sudah semakin tinggi bahkan sudah banyak yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. 

Pembinaan SDM adalah strategi pemberdayaan dan pembinaan masyarakat pesisir dalam hal meningkatkan perubahan perilaku SDM dalam upaya perubahan kearah yang lebih baik, nelayan diberikan pemahaman tentang pentingnya berkelompok, tentang manajemen usaha dan administrasi kelompok, diharapkan nelayan dapat merubah pola manajemen usaha, yang awalnya nelayan mempunyai kebiasaan hidup boros dan tidak bisa menabung maka perubahan yang terjadi adalah nelayan memiliki tabungan dan pencatatan secara rutin hasil tangkapan.

Nelayan di Kabupaten Bekasi juga di berikan penyuluhan tentang diversifikasi usaha yaitu dengan melibatkan wanita nelayan yang awalnya peran wanita nelayan hanya sebagai beban keluarga, wanita nelayan diberikan penyuluhan dan pelatihan agar lebih berdaya dan dapat menciptakan mata pencaharian alternatif. Secara rutin wanita nelayan di Kabupaten Bekasi diberikan penyuluhan tentang pengolahan abon ikan, pengolahan kerupuk ikan dan pengolahan nugget ikan dengan menggunakan ikan sisa hasil tanggakapan nelayan atau ikan yang nilai jualnya rendah agar memiliki nilai ekonomi.

Masyarakat nelayan Kabupaten Bekasi pada dasarnya sangat kooperatif pada semua informasi yang diberikan dan keinginan mereka untuk berubah kearah yang lebih baik sangatlah besar. Tetapi karena pada awalnyatidak ada penyuluh perikanan yang secara rutin melakukan kegiatan penyuluhan dan pembinaan, sehingga kehidupan sosial ekonomi mereka awalnya bisa dibilang sangat rendah. Dengan dilakukan pembinaan dan penyuluhan terlihat perubahan yang sangat nyata.

Tingginya antusias kelompok nelayan setiap dilakukan kegiatan penyuluhan, penguatan dan pemberdayaan kelompok nelayan. Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya penerapan ilmu yang didapat, kemudian diaktualisasikan dalam upaya-upaya pemanfaatan sumberdaya pesisir tersebut agar tetap lestari. 


Pembinaan berbasis lingkungan merupakan strategi pemberdayaan dan pembinaan masyarakat pesisir melalui perbaikan lingkungan tinggal, lingkungan dan prasarana produksi, serta meningkatkan peran masyarakat dalam menata dan mengelola lingkungan hidupnya. 

Wujud nyata dari keberhasilan kegiatan pembinaan masyarakat nelayan berbasis lingkungan adalah terciptanya sifat kerjasama dan gotong royong yang tinggi. Akibat terjadinya abrasi pantai di Desa Pantai Bakti banyak mengakibatkan hancurnya rumah penduduk. Termasuk salah satunya rumah salah satu warga yang didiami oleh ibu yang sudah jompo dan anaknya yang merupakan seorang janda. Akibat abrasi, rumah mereka hancur dan selama bertahun tahun mereka hanya hidup di dalam sebuah tempat yang tidak layak untuk dikatakan tempat tinggal. 

Tingginya sifat gotong royong dan kerjasama ini, menggerakkan nurani mereka untuk bersama-sama secara swadaya membangunkan rumah buat ibu dan anak tersebut. Melihat kepada semua capaian yang didapat dalam kegiatan penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat pesisir di Kabupaten Bekasi, tidak berlebihan dan memang sudah sepantasnya apabila kita menyatakan bahwa kegiatan penyuluhan, penguatan dan pemberdayaan sumberdaya manusia pesisir, menjadi faktor yang menentukan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Dalam praktiknya, program pemerintah terkait pemberdayaa masyarakat pesisir tidak seluruhnya berhasil menaikkan taraf hidup masyarakat pesisir dan melepaskan masyarakat pesisir dari kemiskinan. Ramadan (2009) menambahkan bahwa salah satu alasan kenapa kemiskinan nelayan sulit dihapuskan adalah karena gagalnya program pemberdayaan. Menurutnya, upaya pemerintah dalam memberdayakan masyarakat pesisir dipengaruhi oleh faktor diantaranya terkait sumber daya manusia. Umumnya nelayan yang menjadi sasaran pemberdayaan masih tergolong masyarakat dengan tingkat pendidikan dan penghasilan yang rendah. Hal ini menjadikan masyarakat nelayan hanya memikirkan langkah untuk menjaga kelangsungan hidup hari ini. Secara psikologis, masyarakat nelayan tergolong masyarakat yang cepat puas dengan apa yang diperolehnya. 

Selain itu, sebagian masyarakat nelayan menganggap bantuan pemerintah berupa hibah dengan jenis apapun, tidak perlu dikembalikan. Akibatnya penggunaan dana bantuan kurang optimal. kemiskinan nelayan merupakan integrasi dari berbagai macam persoalan multi dimensi. Nasdian (2009) membagi dimensi pemberdayaan menjadi dua yaitu dimensi psikologis dan dimensi struktural. Pemberdayaan dimensi psikologis pada level individu diantaranya mengembangkan pengetahuan, wawasan, harga diri, kemampuan, kompetensi, motivasi, kreasi, dan kontrol diri. 

Sedangkan pada level masyarakat pemberdayaan dimensi ini dilakukan dengan cara menumbuhkan rasa memiliki, gotong-royong, saling percaya (mutual trust), kemitraan, kebersamaan, solidaritas sosial, dan visi kolektif masyarakat. Sementara dalam ranah dimensi struktural, pemberdayaan di tingkat indivdu berusaha untuk membangkitkan kesadaran kritis individu terhadap struktur sosial-politik yang timpang serta kapasitas individu untuk menganalisis lingkungan kehidupan yang mempengaruhi dirinya, dan di tingkat masyarakat dengan cara menumbuhkan tindakan kolektif serta penguatan partisipasi dalam pembangunan.

Terdapat banyak program pemberdayaan yang mulai dilakukan melalui DKP diantaranya adalah Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Skala Kecil melalui Dana Penguatan Modal, Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap melalui Program Optimalisasi Usaha, dan Pengembangan Usaha Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan melalui Program Klasterisasi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Terakhir, adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM-KP)1. Namun, banyaknya program yang digulirkan ternyata tidak serta merta diikuti oleh perkembangan kesejahteraan nelayan. Meskipun ada, laju perkembangan tersebut tidak sebanding dengan jumlah korbanan yang telah dikeluarkan. Hal ini merupakan contoh terhadap stigma yang disampaikankan Nasdian (2009) bahwa berdasarkan identifikasi salah satu program pemberdayaan nelayan yaitu Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP) sebagai contoh kasus, dan dukungan peraturan perundangan yang dikeluarkan pemerintah yang menggambarkan sejauh mana kesungguhan pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan. PEMP diluncurkan pada tahun 2001 yang berakhir tahun 2009.

Tujuan dari Program ini adalah meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi dan memperkuat lembaga dan juga partisipasi masyarakat, optimalisasi dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan pesisir secara berkelanjutan. Sedangkan tujuan khususnya mencakup pengurangan dampak kenaikan BBM, membuat pekerjaan dan peluang usaha alternatif bagi masyarakat pesisir, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan mengembangkan kegiatan ekonomi masyarakat pesisir, memperkuat lembaga ekonomi, mendukung mekanisme manajemen pengembangan masyarakat dengan partisipasi dan transparansi serta meningkatkan kemampuan petugas dan penduduk pesisir dalam rangka pengelolaan pembangunan di daerah mereka 

Dengan konsep tersebut, sampai tahun 2008, Departemen Kelautan dan Perikanan melaporkan bahwa program PEMP telah dilaksanakan di 293 kabupaten/kota pada 9.515 desa pesisir dan telah menghasilkan Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir-Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) sebanyak 324 buah dan telah mengalokasikan dana ekonomi produktif sebesar Rp 518,59 miliar. Namun, tidak ada laporan secara kuantitatif mengenai berapa ribu orang telah dibebaskan dari kemiskinannya selama program PEMP berlangsung, dan berapa persen kenaikan pendapatan mereka setelah terlibat dalam program PEMP sehingga mereka tidak lagi dikategorikan sebagai masyarakat miskin. Hal ini tentunya mengundang keraguan atas efektifitas program ini. Karena secara kasat mata setelah 8 tahun pelaksanaan PEMP kondisi daerah pesisir masih merupakan kantung-kantung kemiskinan.

 

BAB III

PENUTUP

3.1.    Kesimpulan

Dari ulasan mengenai Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Indonesia di atas, dapat kami simpulkan sebagai berikut :

  1. Pemberdayaan masyarakat secara umum berpangkal pada dua sasaran utama yaitu, melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan, serta mempererat posisi masyarakat dalam struktur kekuasaan. Untuk sampai kepada sasaran tersebut, maka proses pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu inisial, partisipatoris, dan emansipatori
  2. Fungsi pemerintah dalam kaitannya dengan pemberdayaan yakni mengarahkan masyarakatnya pada kemandirian dan pembangunan demi terciptanya kemakmuran di dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini pemberdayaan masyarakat berarti tidak bisa dilepaskan dan diserahkan begitu saja kepada masyarakat yang bersangkutan. 
 

3.2.    Saran

Saran yang dapat diberikan pada penyusunan makalah mata kuliah penyuluhan pemberdayaan masyarakat pesisir adalah sebagai berikut:

  1. Sebaiknya dalam penyusunan makalah lebih teliti, untuk menghindari terjadinya kesalahan penulisan.
  2. Sebaiknya pembahasan lebih diperbanyak dan menggunakan referensi, supaya hasil makalah lebih relevan dan valid

 

DAFTAR PUSTAKA 

Dewi, A. A. I. A. A. 2016. Model Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat. Penelitian Hukum. 18 (2): 163- 182.

Indarti, I dan Y, Kunitari. 2017. Model Pemberdayaan SumberDaya Masyarakat Pesisir Melalui Re-Engineering Ekonomi Berbasis Koperasi Berkelanjutan:1-17

Indarti, I., D. S, Wardana. 2103. Metode Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Melalui Penguatan Kelembagaan di Wilayah Pesisir Kota Semarang. Jurnal Manajemen dan Bisnis.17(1): 75-88.

Lambolo, Muhadam, 2010. Memahami Ilmu Pemerintahan Suatu Kajian, teori, Konsep, dan Pengembangannya. Jakarta: Rajawali Pers.

Lasabuda,R. 2013. Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan dalam Persepektif Negara Kepulauan Republik Indonesia. IlmiahPlatax. 1(2): 92-101.

Modim, Hi. Masita. 2012. Peran Pemerintah Daerah Dalam Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus: Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengembangan Pariwisata Panorama Pantai Disa, Kec. Sahu, Kabupaten Halmahera Barat), Skripsi: Universitas Hasanuddin

Suwedi, N. 2006. Teknologi Penanggulangan dan Pengendalian Kerusakan    Lingkungan Pesisir, Pantai dan Laut untuk Mendukung Pengembangan    Pariwisata.Teknik Lingkungan.7(3): 152-159.

 Terimakasih telah membaca Makalah Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, semoga makalah tentang penyuluhan pada masyarakat di pesisir ini bisa bermanfaat bagi anda.